Anggota Komisi III DPRD Kotim Angkat Bicara Terkait Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Drm/BS -Riskon Fabiansyah

SAMPIT – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kotawaringin Timur (Kotim) masih cukup tinggi. Bahkan dalam Tiga tahun terakhir ini, sedikitnya ada 104 kasus yang terdata di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) saat mensosialisasikan program Pemberitaan Ramah Anak di Rumah Jabatan Bupati Kotim belum lama ini.

Hal ini sendiri diungkapkan oleh Kepala DP3AP2KB Kotim Ellena Rosie, pada Selasa, 4 Februari 2020 lalu ketika menyampaikan sambutannya terkait rencana program yang difokuskan untuk anak dan perempuan di Kotim itu.

Bahkan dia juga memaparkan dari hasil  jejaring belum terlapor, Unit PPA Polres Kotim, dan juga LSM Lentera Kartini kasus ini banyak terjadi di pedesaan.

BACA JUGA:   Sampit Kembali Diguncang Gempa Bumi Magnitudo 6,0

Menanggapi hal ini Anggota Komisi III DPRD Kotim Riskon Fabiansyah meminta agar pemerintah daerah segera  merealisasikan rencana progam untuk unit tempat penanganan kasus, yakni UPTD PPA yang sebelumnya sudah menjadi keputusan bersama dengan Mendagri dan Menteri PPA pada tahun 2018 lalu itu.

“Harapan kami pemerintah daerah bisa segera mungkin mengindahkan surat edaran Mendagri No : 460/812/SJ, Jakarta, 28 Januari 2020 tersebut yang mana berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran dalam pencegahan serta penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, karena itu sudah jelas untuk kesejahteraan rakyat jadi tunggu apalagi, namun kami tentunya akan mengkaji kembali hal ini,” ungkap Riskon, Rabu 05 Februari 2020..

BACA JUGA:   Adu Banteng Dua Sepeda Motor Sebabkan Satu Nyawa Melayang dan Satu Orang Lari

Selain itu menurut Legislator partai Golkar ini saat ini, lembaga yang menangani kasus dan melindungi perempuan dan anak masih sangat kurang. Karena rata-rata hanya ada di perkotaan saja. Sedangkan kejadian tersebut cukup banyak terjadi di wilayah desa sehingga perlu melebarkan sayap untuk hal serius seperti ini.

“Tenaga ahli kita dalam menangani hal ini tentunya masih terbatas, namun perlu kami sampaikan dari sisi wacana program yang ada itu, bisa bekerja sama dengan pemerintah desa maupun kecamatan, jangan sampai nantinya menjadi polemik yang menandakan daerah tidak siap dalam hal penanganan maupun pembidaan terhadap perempuan dan anak termasuk dalam hal melindungi,”tukasnya.

(Drm/beritasampit.co.id)