70 Tahun GMKI Tetap Konsisten Mengabdi Untuk Bangsa

PALANGKA RAYA – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) memasuki usia ke-70 pada hari ini Minggu, 9 Februari 2020. Berbagai rentetan peristiwa masa lalu mampu dilewati GMKI yang dimulai dari orde lama, orde baru, hingga masa reformasi. GMKI masih tetap mempertahankan eksistensi sebagai sebuah sekolah latihan kader bagi mahasiwa Kristen yang mau belajar mengabdi untuk bangsa dan gereja.

Pada 1932, sejarah mencatat bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, telah lahir cikal bakal GMKI yang bernama Christelijke Student Vereeniging Op Java (CSV OP Java) sebagai organisasi yang memegang teguh tradisi dan nilai oikumenis dan nasionalis.

Hal ini disampaikan Alfrit Dody Ketua Cabang GMKI Palangka Raya. Ia menyatakan bahwa GMKI tidak lepas dari sosok Johannes Leimena sebagai salah satu founding father gerakan, “Semasa hidupnya dihabiskan untuk mengabdi bagi negara sebagai bentuk representasi partisipasi aktif umat Kristen untuk memancarkan kasih Kristus pada masyarakat luas,” katanya.

Alfrit menjelaskan, salah satu bentuk pengabdian nyata dari J.Leimana yang merupakan seorang lulusan kedokteran ini yaitu dengan membuat rancangan layananan kesehatan masyarakat. Layanan itu terintegrasi hingga pelosok daerah dan disebut sebagai Bandung Plan. Gagasan Leimana, akhirnya menjadi awal lahirnya Puskesmas yang hingga hari ini berdampak besar bagi masyarakat banyak.

Dirinya menambahkan, diusia yang ke-70 ini, GMKI sudah stag sebagai sebuah organisasi yang dinamis dan terkena penyakit Post Power Syndrome atau mengelu-elukan kejayaan masa lalu.

“Apakah GMKI bersifat status quo atau quo vadis? Quo vadis artinya mau dibawa kemana arah juang pergerakan GMKI hari ini? Tentunya ini menjadi refleksi sejenak apakah keberadaan GMKI masih dianggap perlu,” terangnya.

Alfrit Juga menyampaikan, bahwa GMKI hari ini harus adaptif dan mampu mengikuti setiap perkembangan dan perubahan zaman yang begitu cepat, “GMKI tetap berpegang teguh pada prinsip, nilai dan tradisinya sebagai sebuah organisasi yang terus menerus berevolusi dan mengevaluasi kediriannya agar tetap dapat diterima di tengah gereja, perguruan tinggi dan masyarakat,” katanya.

Alfrit menilai, memasuki era digital dan keterbukaan akses informasi yang begitu masif ini, lebih dimudahkan untuk mencari berbagai informasi melalui ponsel pintar. Bagai dua sisi mata uang, kemajuan teknologi hari ini juga dapat di defenisikan sebagai peluang atau justru mendatangkan masalah baru.

Oleh karenanya, kata Alfrit, setiap kader GMKI juga diharapkan harus melek terhadap kemajuan teknologi, karena gerakan hari ini juga tidak sepenuhnya hanya di sosial namun juga bagaimana mampu mengimplementasikan, “Pergerakan di ruang-ruang media sosial yang tepat guna dan bermanfaat,” ucapnya

Selain itu, maraknya aksi dan tindakan intoleransi, ujaran kebencian masih menjadi alasan klasik di negeri ini apalagi beredarnya isu pemulangan WNI eks ISIS yang masih menjadi pro kontra di antara pemerintah dan presiden. Menurut Alfrit, GMKI sebagai mediator positif tentunya harus mengambil tanggungjawab dalam menarasikan dan meng-counter isu-isu yang berusaha memecah rasa persatuan dan kesatuan antar sesama anak bangsa.

GMKI terlebih memberikan masukan kepada pemerintah terkait isu tentang pemulangan WNI eks ISIS harus ada kajian yang mendalam dari pemerintah bersama lembaga-lembaga terkait agar tidak salah langkah mengambil keputusan.

Sementara itu, Alfrit berharap, pada Dies Natalis GMKI yang ke-70 ini, GMKI harus tetap menjadi salah satu barometer pergerakan mahasiswa kristen di Indonesia, “Yang senantiasa mengawal Pancasila sebagai ideologi yang final dan hadir untuk membela kelompok kecil dan termarjinalkan,” tandasnya.

(Na/beritasampit.co.id)