Oleh: Arlis Suana
Aroma nanah luka busuk menusuk dada
Menjelma melati putih pada hati ibu
Siang berlagak tak mengerti terang
Hitam pun semakin patuh menyelimuti buminya
Tenang ia pada jiwanya yang telah mati
Berontakpun telah kalah di ujung mata
Sampai mana sisa lelah yang ia tampung
Tumpah pada dada yang mengurung
Menyeruak terkuak dalam sesak
Meraung lantang dalam relung
Memaksa gerak yang hampir mematung
Tanahpun enggan menampung menjadi gayung
Dan langit tak kuasa menjadi payung
Meski derita telah merundung
Ia tetap berharap rumahnya surga tak berujung
Perlahan ia bergerak
Mengukir dinding dengan lukisan bunga
Ia tampilkan kepada permata yang telah utuh
Digenggamnya dengan tenaga yang mulai rapuh
Dengan ekspresi sumringah yang membendung kulit lusuh
Ia tak pernah mencaci dan memaki takdir
Agar anaknya tak lahir menjadi pembenci
Bukan sebab ia berhati suci
Melainkan dambakan kedamaian abadi
Lalu saat tiba masanya
Ia membawa seutuh jasad berselimut keikhlasan saat bertemu ilahi