Refleksi Ekologis dan Spritualitas, Dibalik Wabah Corona Covid-19

Foto: IST/BERITA SAMPIT. Fr Sani Lake Direktur JPIC Kalimantan.

PALANGKA RAYA – Ditengah-tengah wabah Virus Corona Covid 19 yang menyerang dunia, banyak orang yang dilanda ketakutan akut, manusia menjadi paranoid, depresi dengan situasi yang telah merenggut senyum dan tawa manusia, hidup nampak sangat mencekam penuh kegelisahan.

Banyak orang memilih berdiam diri, melakukan aktivitas dari dalam rumah sebagai upaya preventif untuk mencegah virus mematikan ini, semua adalah bagian dari proses untuk memutus mata rantai pandemi global yang telah menyerang banyak negara di belahan dunia ini.

Tentu nya persoalan yang terjadi ditengah-tengah dunia kekinian menjadi sebuah momentum bagi umat manusia untuk merenungkan dan merefleksikan makna spiritualitas dalam menghadapi wabah Corona Covid 19.

Hal ini lah yang dilakukan oleh Fr Sani Lake, Direktur Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan kepada wartawan beritasampit.co.id, Sabtu 28 Maret 2020.

Fr Sani Lake menilai jika melihat dari perspektif ekologi, barangkali ini adalah bentuk lain dari ekspresi kelelahan alam, ke-tua-an bumi sebagai ibu, darimana dan di atas mana semua ekosistem bumi berpijak. Alam sudah tidak sanggup mensuport ulah manusia khususnya, yang lebih sering menyusahkan. Dalam terminology industry ekstraktif saat ini, bahwa manusia hoby mengeksploitasi tanpa kendali demi untung sesaat, dan segelintir orang yang mencari untung sendiri. Lama kelamaan isi alam, atau lebih eksplisit isi perut bumi ini habis.

“Namun ini hanyalah hypotesis saya, bukan kebenaran yang harus diikuti orang, bumi jadi sakit perut kemasukan angin jahat ulah manusia, boleh dibilang demikian. Angin jahat itu dilepaskan kembali kepada penghuninya dalam bentuk penyakit. Ya, barangkali corona ini jadi salah satu bentuk kesakitan bumi, alam? Maybe” jelas Fr Sani Lake.

Fr Sani Lake menyampaikan mungkin dengan hadir nya virus ini akan membawa semacam evolusi spiritualitas manusia di hadapan Yang Mahatinggi. Manusia akan lebih dewasa dalam beriman, bukan beragama lagi yang dominan.

“Artinya akan muncul semacam spiritualitas humanism yang tidak berpijak pada aturan kelembagaan agama, melainkan semacam panggilan mendalam dari hati dan jiwa manusia untuk lebih beriman tanpa paksaan” ungkap Fr Sani Lake.

Ia juga menambahkan dengan adanya wabah covid 19 mungkin saja manusia lama kelamaan akan sadar bila yang Yang Maha Tinggi itu tidak dapat dibatasi dalam sebuah ruang keagamaan, melainkan dalam area semesta yang maha luas. Dimana kapanpun dia sadar sebagai makhluk beriman.

“Praktisnya, orang tidak harus ke rumah ibadat ini itu pada jam tertentu, manusia bebas mengekspreskikan imannya, hadirnya Covid-19 menjadi momentum ‘Nyepi’, semua terdiam untuk kembali kepada ‘mengapa’ kita begini. Dan, bagaimana kelak seharusnya diatur! Ya, saat merajut kembali perilaku yang porak poranda sekian waktu” tutup Fr Sani Lake penuh harap.

(NA/beritasampit.co.id)