Pembacaan Putusan Sela Ditengah Duka Kepergian Hermanus

IST/BERITA SAMPIT - Proses pembacaan Putusan Sela dilakukan ditengah duka atas kepergian Hermanus.

PALANGKA RAYA – Sidang ke empat terhadap tiga Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang tetap dilanjutkan meskipun masih dalam suasana duka. Sebab Hermanus, salah satu diantara terdakwa, meninggal dunia pada Minggu, 26 April 2020.

Namun, Majelis Hakim tetap membacakan Putusan Sela yang dilaksanakan pada Senin, 27 April 2020 Putusan Sela tetap dibacakan oleh Majelis Hakim. Padahal, sehari sebelumnya salah satu dari tiga Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang meninggal dunia.

Almarhum Hermanus meninggal dunia pada Minggu 26 April 2020 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit. Saat meninggal, ia masih berstatus tahanan pengadilan yang dititipkan di Rumah Tahanan Polisi Sektor Kotawaringin Timur (Rutan Polres Kotim).

Pihak keluarga mengaku, Almarhum sempat memberi kabar kepada istri dan mertuanya tentang sakit yang ia rasakan beberapa hari sebelumnya. Namun, karena statusnya yang sebagai tahanan titipan serta rumitnya birokrasi pada pihak Kejaksaan dan Polres, keluarga tidak dapat berbuat banyak.

Tidak hanya menimbulkan luka yang dalam pada keluarga, tetapi kedua rekannya yaitu James Watt dan Dilik. Dalam pertemuan singkat dengan Penasehat Hukum (PH) dan keluarga setelah sidang, keduanya mengaku baru mengetahui temannya itu meninggal beberapa waktu kemudian dari penjaga penjara.

BACA JUGA:   Tiga Kecamatan di Kobar Terima Berkah dari Pemprov Kalteng

“Waktu dibawa ke RS, Hermanus memang sudah sakit parah. Kami tidak tahu kalau dia meninggal hari itu kalau tidak penjaga yang akhirnya bilang,” kata James Watt. Mereka juga bercerita bahwa pada hari-hari terakhir rekannya itu, merekalah yang membantu merawat Hermanus di dalam penjara.

Hal ini sungguh ironi. Sebab, ditengah kesedihan mereka tetap harus menghadapi sidang ke empat. Apalagi kenyataan bahwa Hakim menolak seluruh eksepsi (nota keberatan) yang telah diajukan sebelumnya.

Bama Adiyanto, SH mewakili dua belas PH terdakwa berpendapat bahwa Hakim tidak peka terhadap situasi saat ini. Selain itu, Putusan Sela yang dibacakan pun terkesan tergesa-gesa. “Hakim tidak menunjukan empati kepada keluarga dan dua terdakwa atas meninggalnya rekan mereka, Almarhum Hermanus,” katanya.

Menurutnya juga, Putusan Sela yang dibacakan tidak menjawab keabsahan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) yang menjadi pokok permasalahan. “Putusan Sela tidak memberikan gambaran lebih dalam tentang keabsahan PT. HMBP dalam dakwaan. Jadi kedepan, ini akan menjadi fokus kita dalam pemeriksaan pokok perkara,” ungkapnya.

BACA JUGA:   Hj. Aster Bonawaty Ungkapkan Diri Siap Maju dalam Pilkada Bartim

Manambahkan hal di atas, Margaretha Winda, Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng yang juga tergabung dalam koalisi, mengganggap bahwa kurangnya rasa empati sama sekali dari Majelis Hakim yang menangani kasus ini, apalagi kondisi keluarga dari salah satu pejuang lingkungan dan agraria yang sedang berduka, bahkan ini bisa dikatakan seperti terburu-buru dalam melaksanakan proses hukum kepada para terdakwa.

“Sebagai perempuan saya sangat sedih dengan kondisi seperti ini, saya merasakan betul bagaimana yang dirasakan oleh istri dan kedua anak dari saudara kami Hermanus (Alm), pastinya sangat terpukul. Kami menganggap hakim yang mengadili kasus ini sangat kurang rasa empatinya. Bahkan ditengah wabah yang sedang terjadi saat ini, proses hukum tetap jalan terus. Apalagi disaat hilangnya nyawa salah satu pejuang, proses hukum juga masih tetap dilanjutkan, seperti terburu-buru sekali.” katanya.

Pihak yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang masih terus berharap dan berjuang agar Majelis Hakim dapat mengabulkan penangguhan penahanan kepada para terdakwa. Sehingga apa yang terjadi pada saudara kami Hermanus (Alm) tidak terulang kembali.

(NA/beritasampit.co.id)