Soal Tuntutan Ketua Bem Uncen, Ketum GMKI Sebut Negara Gagal Paham

Korneles Galanjinjinay

JAKARTA – Tuntutan belasan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum kepada ke tujuh tahanan politik papua dengan pasal makar dalam aksi unjuk rasa di kota jayapura papua pada Agustus 2019 lalu buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa papua di Surabaya.

Menangapi Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tesebut, Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesua (PP GMKI) Korneles Galanjinjinay menilai Negara Gagal Paham dalam penegakkan hukum terhadap ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cendrawasih dan Mahasiswa Tahanan Politik Papua.

Menurut Korneles seharusnya bukan pasal makar yang digunakan untuk menuntut mereka, karna tidak ada tindakan menyerang atau upaya membunuh Kepala Negara atau tindakan memisahkan sebagian wilayah negara atau Mempersiapkan serangan untuk menggulingkan Pemerintahan.

Lebih lanjut korneles menambahkan Kepada penegak Hukum agar tidak membabibuta mengunakan Pasal Makar Kepada aktivis mahasiswa pejuang keadilan Dan diskriminasi.

Korneles menilai bahwa sesungguhnya yang diperjuangan ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol papua adalah aksi demonstrasi biasa sebagaimana yang terjadi dan sering dilakukan oleh aktivis mahasiswa di Indonesia untuk menyuarakan keadilan dan diskriminasi atas tindakan rasisme Yang dialami Mahasiswa Papua di Surabaya.

BACA JUGA:   Pembangunan Pendidikan Penting Guna Optimalkan Bonus Demografi

“Penegak hukum perlu mempertimbangkan sebab musababnya aksi demostrasi yang dilakukan Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua. Kami melihat ada kriminalisasi Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua dalam aksi Rasisme di Surabaya, Penegak Hukum sengaja untuk mendiamkan Suara keadilan dari Papua,” ucap korneles dalam rilis yang diterima wartawan beritasampit.co.id, Senin 15 Juni 2020.

Lebih lanjut Ketum GMKI juga sangat menyayangkan tindakan penegak hukum Yang tidak sebanding dengan Negara Yang menganut paham demokrasi, kalau Indonesia adalah negara demokrasi maka aksi Yang dilakukan Ketua BEM Uncen Dan Tapol Mahasiswa Papua adalah bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat sebagaimana amanat Pasal 28 UUD 1945 Dan UU No 09 1998, tapi sebaliknya justru Indonesia ibarat negara otoritarian-totalitarian karna tindakan penegak hukum tidak sama sekali mempertimbangkan nilai-nilai Demokrasi yang adalah Prinsip Berbangsa Dan Bernegara di Bumi Pancasila.

“Melihat tindakan penegak hukum atas tuntukan Yang tidak adil dan diskriminasi Kepada Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua. maka kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung membebaskan ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua,” ungkap Korneles.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Apresiasi PT Pertamina Jadi BUMN Kontributor TKDN Terbesar Tahun 2023

Terakhir Korneles tegas mengatakan kepada Presiden joko Widodo, bahwa Mahasiswa adalah Control sosial, Mahasiswa adalah agen perubahan, mahasiswa adalah penegak moral, Dan Mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat, oleh karna itu pak presiden Jangan takut dengan aksi-aski Mahasiswa, karna sesungguhnya yang Mahasiswa perjuangkan adalah keadilan, kebenaran, Kesejahteraan, Kemakmuran Rakyat Dan bangsa Indonesia, Oleh karnanya kami meminta Pak Presiden Tindak tegas Penegak Hukum yang diskriminasi Dan kriminalisasi aktivis mahasiswa, sebagaimana yang dialami ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua.

Saiduani Nyuk Koordinator Wilayah VI PP GMKI Kalimantan Timur, Tengah, Selatan dan Utara kembali menambahkan bahwa tuduhan makar yang sedang dialami kawan-kawan mahasiswa papua tersebut adalah bentuk pembumkaman terhadap suara mahasiswa.

“Jika hal ini terjadi kita sudah mengalami kemunduran yang sangat jauh kebelakang berpotensi kembali kepada era otoriteriterisme sementara kita sudah lama masuk ke era reformasi, sehingga semua orang berhak menyampaikan pendapat dimuka umum,” tegas Saiduani.
(NA/beritasampit.co.id)