Data BPJS 78 Persen Klaim JHT Akibat Resign Diragukan dan Disebut Salah Mindset

JAKARTA – Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengklaim bahwa 78 persen klaim jaminan hari tua (JHT) tercatat berasal dari pekerja yang mengundurkan diri. Padahal, sebelumnya badan tersebut mengantisipasi lonjakan klaim akibat gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan sepanjang Januari–Juni 2020 terdapat 1,15 juta klaim JHT yang diajukan oleh para tenaga kerja. Jumlah tersebut melampaui total klaim pada tahun-tahun sebelumnya, yakni 2017 sebanyak 816.095 klaim, 2018 sebanyak 840.619 klaim, dan 2019 sebanyak 924.460 klaim.

Demikian disampaikan Krisna Syarif Direksi Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan kepada media 9 Juli 2020. Diketahui, pengajuan klaim JHT dari pekerja yang terkena PHK mencapai 20 persen dan klaim karena peserta memasuki usia pensiun mencapai 2 persen.

Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP-BPJS) Hery Susanto melalui siaran persnya di Jakarta, Sabtu 18 Juli 2020 meragukan data yang disampaikan Direksi BPJS Ketenagakerjaan tersebut.

Menurutnya data yang disampaikan Direksi BPJS Ketenagakerjaan itu berbeda dengan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI melalui menaker Ida Fauziah, yang menyebut bahwa jumlah pekerja yang dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 bisa lebih dari 3 juta orang.

BACA JUGA:   Lifting Migas Terus Menurun, Maman Golkar: PHE Belum Mampu Berkontribusi Terhadap Negara

Jumlah pekerja terdampak bisa lebih banyak dari data yang dimiliki oleh Kemnaker, karena masih ada individu terdampak yang belum melapor ke Kemnaker atau Dinas Ketenagakerjaan di daerah.

“Data Direksi BPJS Ketenagakerjaan itu diragukan karena hanya berdasarkan administratif bukan empiris. Dalam situasi ekonomi sulit sekarang ini mana ada pekerja yang mau di PHK apalagi mengundurkan diri dari pekerjaannya. Mereka terpaksa harus di PHK atau mengundurkan diri dari pekerjaan. Salah satu harapan yang bisa dimanfaatkan mereka adalah klaim JHT,” tutur Hery Susanto.

Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan, katanya, adalah hak peserta yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan terkait. UU SJSN, UU BPJS, PP No 44/2015 dan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. Direksi BPJS Ketenagakerjaan tidak dibenarkan menunda atau mempersulit pelayanan klaim JHT.

“Semua orang peserta BPJS Ketenagakerjaan baik yang menjadi korban PHK, resign, dan pensiun adalah sama perlakuannya di depan hukum untuk mendapatkan pelayanan klaim JHT BPJS. Sebagaimana diatur dalam regulasi terkait manfaat JHT,” tegas Hery.

Selain itu, survei yang dilakukan KORNAS MP-BPJS pada 4-10 Juli 2020 di 25 kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan se Indonesia dengan wawancara 1000 peserta klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan secara daring dan luring menyebutkan, mayoritas 58% tidak puas dengan pelayanan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan. Pelayanan klaim JHT dinilai responden terlalu rumit dan berlarut-larut hingga lebih dari 5 hari setelah berkas klaim dinyatakan lengkap.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Dukung Jokowi yang Ingin Ketersediaan Harga Pangan Tetap Stabil Jelang Ramadhan

“Pelayanan klaim JHT ribet bahkan membutuhkan waktu hingga tembus lebih dari 21 hari. Ini bentuk pelayanan yang tidak taat hukum, tidak efektif dan efisien sebagaimana prinsip good governance,” jelas Hery.

Menurutnya ini akibat salah mindset dari visi BPJS Ketenagakerjaan yang dirumuskan Direksinya pada periode sekarang. Visi mereka bagaimana menjadi kebanggaan bangsa, yang amanah, bertata kelola baik serta unggul dalam operasional dan pelayanan. Frasa kebanggaan bangsa di bagian terdepan visi itu seolah mengejar reward yang hingga kini terus bertebaran diterima jajaran direksi.

“Sudahkah menjadi kebanggaan bangsa?
Apakah kebanggaan itu identik dengan award yang selama ini diraih. Perbaiki dulu pelayanan prima, jangan rajin kumpulkan award,” imbuhnya.

Apalagi, kata Hery, membandingkan BPJS dengan BUMN/BUMS. Itu tidak kompatibel, sebab award terbaik adalah dari stakeholder BPJS, yakni pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Direksi BPJS jangan beralibi alasan klaim JHT untuk merubah regulasi. Perbaiki saja pelayanan, jangan beropini,” pungkasnya. (Red/beritasampit.co.id).