Anggaran Pendidikan di Kabupaten Kobar Selalu Jadi Polemik?

IST/BERITA SAMPIT - Salah satu skolah yang keadaannya memprihatinkan, saat dimonitoring Komisi A DPRD Kobar.

PANGKALAN BUN – Sejak kepemimpinan 20 tahun silam (Tahun 2000) di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), anggaran pendidikan selalu menjadi polemik. Hal ini disampaikan salah seorang pensiunan mantan Kepala Sekolah yang meminta tidak disebut namanya, saat dikonfirmasi beritasampit.co.id, Jumat 24 Juli 2020.

“Jadi sering jadi polemik karena anggaran yang dikucurkan dari APBD terkadang tidak mencukupi untuk membiayai keperluan sekolah, bahkan kalau ada ruangan sekolah rusak, pihak pemerintah lambat untuk memperbaikinya,” kata sumber itu.

Walaupun sudah bangunan sekolah sudah dimonitoring DPRD, kemudian oleh DPRD dilaporkan ke Pemerintah Kabupaten tapi kata dia, lambat penanganannya. Sebenarnya pihak sekolah tidak ingin minta bantuan, tapi di sekolah itu yang diurus banyak bukan hanya fisik aja, tapi menurutnya, keberlangsungan proses mendidik kalau mau maju perlu ada anggaran tambahan.

“Setiap sekolah membutuhkan anggaran, selalu koordinasi dengan Ketua Komite Sekolah, kemudian komite sekolah rapat dengan orang tua murid. Tapi ujung-ujungnya kalau ada sesuatu masalah tentang pungutan Kepala Sekolah dan Guru selalu dipojokan,” tegasnya.

Sementara itu, dr Erry Eryansyah dari Komisi A DPRD Kobar, saat dengan rombongan Komisinya awal Juli 2020 monitoring ke beberapa SD dan SMP, ditemukan sejumlah sekolah yang rusak berat.

“Hasil temuan Komisi A DPRD tentang sekolah yang rusak, sudah diusulkan pada pemandangan faksi-fraksi, tinggal Pemerintah Daerah untuk menyikapinya,” kata Erry.

Terpisah, Yudie Junas S Pd MSi,, mantan senior Kepala Sekolah di Pangkalan Bun dan juga Anggota DPRD dari Partai Berkarya mengatakan, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat dan orangtua peserta didik.

“Jika ada keperluan sekolah, terlebih dulu susun progran sekolah dalam bentuk RABS (Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah) kemudian dibahas dengan orangtua siswa yang dipimpin oleh Komite Wekolah,” jelas Yudie.

Kemudian lanjut Yudie, pelaksanaan rapat jangan pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dan pembebanan biaya harus mempertimbangkan kemampuan orangtua apalagi masa pandemi Covid-19 sekarang ini.

“Kita juga harus memahami dan menghargai keinginan Kepala Eekolah dan guru-guru mereka pengen sekolahnya bertambah maju dan perlu biaya hanya momennya kurang tepat,” imbuh Yudie.

Dijelaskan Yudie, sekolah maju dan bermutu perlu biaya tetapi tidak semua sekolah biaya tinggi bermutu.

“Masalah adanya pungutan, pendapat saya itu bukan pungutan karena ada barang yang diberikan dari sekolah. Jadi saran saya kita jangan memojokkan Kepala Sekolah dan Guru, tetapi bagaimana caranya mencari solusi yang tepat, sehingga kedepannya masalah anggaran pendidikan tidak lagi menjadi polemik,” pungkas Yudie Junas. (Man/beritasampit.co.id).