Konflik Wilayah Sakral Berlanjut: Pemuda Adat Bantah Pernyataan Manajemen PT Indexim Utama

IST/ BERITA SAMPIT - Hamparan dari Gunung Lumut tampak dari jauh, yang menjadi gunung sakral oleh Umat Hindu Kaharingan.

MUARA TEWEH – Polemik antara PT Indexim Utama dan Umat Agama Hindu Kaharingan di Kabupaten Barito Utara ternyata belum usai. Pemuda adat Desa Muara Mea, Kacamatan Gunung Purei, Dedi Kisemwanto kembali membantah pernyataan Wakil General Manager PT Indexim, H Supri Muyuno yang mengatakan wilayah garapan perusahaan sudah ada acara ritual adat.

“Acara ritual itu memang benar ada dan sudah dilaksanakan, tapi bukan untuk menyetujui mereka untuk menggarap wilayah sakral yang menjadi kepercayaan dari Umat Hindu Kaharingan,” terang Dedi, Sabtu 25 Juli 2020 siang kepada beritasampit.co.id.

Ia menjelaskan bahwa, wilayah yang disakralkan oleh Umat Hindu Kaharingan tersebut adalah meliputi tiga area gunung, yaitu gunung Lumut, Peyuyan dan Panyenteaw.

BACA JUGA:   Petahana Banyak yang Tumbang, Berikut Nama-nama Caleg yang Berhasil Dapatkan Kursi DPRD Kalteng

“Kita akan laporkan persoalan ini sampai ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, jika tuntutan warga tak diindahkan dan meminta agar izinnya dicabut,” tegas Dedi.

Sementara itu, Ketua Majelis Daerah Hindu Kaharingan (MDHK), Kabupaten Barito Utara Ardianto SH, saat dikonformasi mengatakan, sangat mengecam keras ulah dari pihak perusahaan tersebut.

Menurutnya, kesakralan dari tiga gunung tersebut adalah merupakan kesakralan yang hakiki dimiliki oleh pemeluk Agama Hindu Kaharingan. Sehingga, tak bisa ditawar-tawar lagi dan, iapun meminta agar mereka menghentikan operasionalnya.

“Saya mengecam keras atas kejadian tersebut, yang mana sudah merusak daerah sakral secara kepercayaan Agama Hindu Kaharingan,” katanya kepada beritasampit.co.id.

Tiga wilayah tersebut sudah ada sejak manusia pertama, secara kepercayaan Umat Kaharingan. Sehingga, merupakan tempat para roh leluhur yang sudah meninggal dunia sebelum ke nirwana. Sebelum perusahaan ada, dan termasuk Indonesia merdeka daerah tersebut sudah menjadi sakral bagi Umat Kaharingan.

BACA JUGA:   Petahana Banyak yang Tumbang, Berikut Nama-nama Caleg yang Berhasil Dapatkan Kursi DPRD Kalteng

Untuk itu, Ardianto meminta agar pihak yang sudah melakukan pengerusakan melakukan denda adat sesuai dengan hukum adat yang berlaku. Katanya, jika sebelumnya pihak perusahaan juga pernah menggarap daerah dari tiga gunung tersebut, yaitu pada tahun 2001 dan tahun 2006, dan sudah dilakukan secara adat juga. Namun sekarang, katanya, pihak dari perusahaan tampaknya kembali lagi melakukan aktivitas.

Sementara, Kepala Desa Muara Mea hingga sekarang belum bisa dikonfirmasi terkait persoalan ini (Shp/beritasampit.co.id).