UPR: Pemberhentian Dosen Kewenangan Menristekdikti

IST/BERITA SAMPIT - Dekan Fisip UPR Prof Kumpiady Widen

PALANGKA RAYA – Universitas Palangka Raya sebagai lembaga pendidikan tertua di Kalimantan Tengah sangat perduli terhadap masalah kemanusian. Berangkat dari semangat dan perjuangan untuk memanusiakan manusia Kalimantan Tengah, sangat mustahil jika Universitas Palangka Raya tidak perduli atas berbagai permasalahan sosial yang berkembang, termasuk masalah pelecehan seksual yang terjadi di UPR akhir-akhir ini.

Penanganan masalah tindak pelecehan seksual yang merupakan salah satu kejahatan ekstra ordineri selain korupsi, dan terorisme. Harus dilakukan dengan pola penanganan bersifat khusus yang tidak hanya menyangkut tindakan penegakan hukum belaka terhadap pelaku, tetapi juga yang menyangkut aspek psikologis korban.

Itulah sebabnya kronologis penangananya yang dilakukan oleh UPR, baik terhadap pelaku maupun terhadap korban tidak boleh terekspos secara pulgar kepublik. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh FS sebenarnya telah ditangani UPR sejak dini.

Beberapa kali dilakukan pertemuan di tingkat fakultas (FKIP) dan di tingkat universitas. Bahkan pimpinan utama UPR untuk pertama kali mendamping beberapa korban melapor kepada pihak berwajib.

“Untuk itu semua UPR memiliki dokomen outentik. Kebijakan UPR sejak bergulirnya kasus pelecehan seksual ini telah membentuk komisi etik, menjatuhkan sanksi dengan membebas tugaskan dari kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi, menghentikan gaji dan mengusulkan pemberhentian status ASN kepada Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (saat itu) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia,” kata Dekan Fisip UPR Prof Kumpiady Widen, melalui rilisnya yang diterima beritasampit.co.id. Minggu, 26 Juli 2020, malam.

BACA JUGA:   Panggung Seni Budaya, Wujud Nyata Pertahankan Kelestarian Budaya Ditengah Masyarakat

Terkait dengan belum diberhentikan status ASN terhadap FS, rendahnya hukuman dengan tuntutan 2 tahun dan keputusan 1,5 tahun dan kebijakan asimilasi sehingga yang bersangkutan masih bebas berkeliaran, bukanlah kewenangan UPR dan UPR tidak memiliki hak mengatur institusi lain yang berwenang untuk itu.

Sebagai bagian dari keluarga besar civitas akademika UPR, Dekan FISIP UPR sangat kuatir dan prihatin atas beredarnya video youtube dan rilis yang dilakukan organisasi atau kelompok koalisi organisasi pegiat perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan seksual tanggal 19 Juli 2020 yang lalu, yang seolah-olah menjastifikasi UPR tidak perduli terhadap masalah itu.

Publikasi melalui media sosial dan diliput media elektronik atas kontens pemberitaan yang kurang berimbang, sumber data yang kurang valid dan konfirmatif sangat mengganggu eksistensi UPR baik di mata masyarakat Kalimantan Tengah, Nasional dan bahkan dunia International. Sebagai bagian dari keluarga besar UPR.

“Kami sangat keberatan atas penyebarluasan kontens yang memojokan kampus kebanggaan milik masyarakat Kalimantan Tengah. Padahal beberapa orang yang disebutkan di dalam koalisi tersebut adalah dosen dan mahasiswa Universitas Palangka Raya,” terangnya.

Menurutnya, publikasi berita melalui medsos yang tidak berimbang dan kurang akurat akan menciptakan interpretasi yang keliru, menimbulkan preseden buruk, dan bisa mengancam batalnya sejumlah kerjasama luar negeri yang dibangun selama ini seperti pengiriman mahasiswa ke luar negeri, beasiswa dosen ke Jepang, Taiwan, dan bantuan hibah luar negeri untuk pembangunan gedung perkuliahan yang megah dan gedung pusat penelitian gambut tahun 2020.

BACA JUGA:   Dishut Kalteng Peringati Hari Bakti Rimbawan ke-41: Peran Rimbawan dalam Pemanfaatan SDA, Bersatu dalam Merawat Lingkungan

Dampaknya juga bisa kegiatan pada Akreditasi Institusi dan Program Studi, demikian juga pada upaya keras UPR saat ini untuk membenahi berbagai sarana dan prasarana kampus untuk menuju UPR JAYA RAYA.

Prof Kumpiady Widen menjelaskan padahal saat ini Rektor Universitas Palangka Raya Dr Andrie Elia, dan seluruh jajaranya terus berbenah memperbaiki citra dan mengejar ketertinggalan UPR pada era kompetisi perguruan tinggi yang ketat ditingkat nasional dan global.

“Pada kesempatan ini kami meminta kepada pihak pihak yang menamakan diri kelompok koalisi tersebut dapat memberi klarifikasi dan menjelaskan secara proporsional, berdasarkan kebenaran data dan peristiwa yang ada, tidak melebih-lebihkan secara konfirmatif,”pintanya.

Pihaknya juga meminta agar tayangan Konferensi Pers di youtube tanggal 19 Juli 2020 itu harus segera dihentikan dan dicabut agar tidak menciptakan citra buruk bagi UPR dan civitas akademika UPR dan masyarakat Kalimantan Tengah.

“Pada kesempatan yang baik ini kami mengajak seluruh unsur civitas akademika Universitas Palangka Raya (unsur pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa) untuk menjaga dan memelihara citra Universitas Palangka Raya dan menjunjung tinggi almamater untuk menuju UPR Jaya Raya,” ucapnya.

(Hardi/Beritasampit.co.id)