Ketua Dema IAIN: UU Cipta Kerja Beresiko Ancam Pilkada Serentak

UNJUK RASA : IST/BERITA SAMPIT - Situasi saat aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja oleh DEMA/BEM, Ormas dan LSM Se Kota Palangka Raya di depan gedung DPRD Kalteng kemarin

PALANGKA RAYA – Situasi politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 mendatang kian memanas. Di tengah pandemi virus covid-19 yang melanda, pelaksanaannya pun tak luput kritikan dari berbagai elemen masyarakat tak terkecuali pemuda.

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya Aris Kurnia Hikmawan menyesalkan sikap pemerintah yang dinilai memaksakan keadaan untuk diselenggarakannya pemilihan akbar di 270 daerah se Indonesia.

“Seharusnya pemerintah jeli melihat masalah ini. Pandemi belum usai dan memaksakan untuk melaksanakan Pilkada akan menambah catatan buruk penanganan covid-19 di Indonesia,” ujar Aris.

Dia menambahkan jika banyak hal yang mestinya lebih diprioritaskan daripada tetap melanjutkan penyelenggaraan Pilkada.

“Apa jaminan pemerintah bersama lembaga legislatif dan lembaga seperti KPU, Bawaslu dan DKPP yang menyetujui ini, saat nanti Pilkada serentak yang dilakukan justru menambah klaster baru penyebaran virus covid-19? Sedangkan kita berada di ambang resesi dan krisis ekonomi, seharusnya bukan hal ini (Pilkada) yang diprioritaskan,” kesal Aris.

Aris menilai, meskipun pelaksanaan Pilkada nanti akan menerapkan protokol kesehatan, namun tak ada jaminan jika penyebaran virus berbahaya ini takkan terjadi.

“Kalau memang mau tetap dilaksanakan, saya sebagai warga negara tetap mendukung hal itu, tapi dengan catatan, pemerintah jangan sembunyi tangan ketika ada permasalahan yang muncul, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat harus diperhatikan,” jelasnya.

Ditambah sikap pemerintah yang terkesan terlalu memaksakan kehendak untuk melegalkan berbagai macam peraturan yang masih menuai pro-kontra di masyarakat.

“Baru beberapa hari kemarin RUU Cipta Kerja disahkan, sudah menuai protes dari hampir seluruh elemen masyarakat di Indonesia. Berbagai macam aksi demonstrasi dilakukan untuk menjegal berlakunya UU ini,” lanjut Aris.

Terlebih aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat di Kota Palangka Raya pada Kamis, 8 Oktober 2020 kemarin. Hal ini menjadi alasan kuat jika pemerintah harus membuka ruang dialog terbuka bersama rakyat.

“Harusnya pemerintah bersama DPR mendengarkan gelombang penolakan atas UU ini dan menanggapi tuntutan untuk mencabutnya,” terang Aris.

Karena menurutnya, jika merujuk pada UU Nomor 12 tahun 2011, pembahasan mengenai UU Cipta Kerja cacat secara prosedur.

Ia juga menegaskan jika pemerintah bersama DPR dapat membatalkan berlakunya UU Cipta Kerja ini. Seperti yang terjadi pada UU Nomor 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.

“Saat itu banyak terjadi penolakan atas UU Nomor 25 tahun 1997 baik dari elemen mahasiswa, pekerja, buruh sampai pengusaha. Sehingga UU tadi dibatalkan. Bahkan saat itu, mereka (DPR dan Pemerintah) juga dapat menunda RUU PPHI dan PPK,” tegas Aris.

Sehingga pihaknya mendesak agar UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin harus segera dicabut dan dibatalkan.

“Ya, kami hanya minta agar dicabut. Dan pemerintah bersama DPR fokus dulu atasi pandemi. Kalau banyak gelombang demonstrasi seperti ini, saya rasa Pilkada nanti akan berdampak, jadi tolong bijak dan adil,” tutup Aris.

(Rst/beritasampit.co.id)