Mantan Kadis DLH Fahrizal Fitri Bantah Terima Uang

KESAKSIAN: IST/BERITASAMPITMantan Kadis DLH Kalteng, Fahrizal Fitri ketika memberikan keterangan

PALANGKA RAYA- Setelah beberapa saksi dipanggil untuk memberikan keterang dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi sumur bor. Kali ini Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Fahrizal Fitri datang untuk dijadikan saksi.

Didepan Ketua Majelis Hakim, Irfan didampingi Anuar Sakti Siregar dan Dedi. Fahrizal Fitri menjelaskan bahwa dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng sejak Bulan Juni tahun 2017 hingga November 2018.

Dimana pada tahun 2018 dirinya mendapatkan perbantuan program dari pusat yakni pembangunan pembasahan lahan gambut salah satunya sumur bor yang mana berasal dari APBN.

“Waktu itu menggunakan metode swakelola masyarakat dan sebagai PPKnya terdakwa Arianto,” jelasnya saat persidangan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya Kamis 08 Oktober 2020.

Dimana dalam pekerjaan sumur bor tersebut sesuai laporan yang diterimanya terdapat 18 kelompok masyarakat peduli api (MPA) yang mengerjakannya. Yang mana ia pun mengakui ada sekitar 700 titik sumur bor yang dikerjakan.

BACA JUGA:   Lama Menduda karena Istri Meninggal, Pria 58 Tahun Tega Cabuli Anak Dibawah Umur

“Ada sekitar 700 titik sumur bor yang dikerjakan dengan menggunakan swakelola type empat,” ucapnya.

Ia pun mengakui bahkan setiap proposal yang diajukan PPK selalu dikonsultasikan. Akan tetapi tidak mengetahui apakah masih dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pembangunan sumur bor tersebut pada tahun 2018.

“Saya tidak mengetahui apakah kembali dilakukan sosialisai seperti tahun 2017 atau tidak,” terangnya.

Disisi lain ia menegaskan tidak pernah meninjau secara langsung proyek sumur bor tersebut pada tahun 2018. Namun ada laporan bahwa pekerjaan tersebut seperti apa dan semua titik ada laporannya.

“Saya tidak ada tekanan dalam menerangkan permasalahan ini. Tidak ada meninjau secara langsung tahun 2018,” katanya.

Masalah pencairan proyek tersebut memang ditandatanganinya. Terkait baik atau tidaknya pekerjaan tersebut secara pengelolaan keuangan sudah terpenuhi.

“Bahkan kami juga sudah didiaudit oleh BPKP terkait hal tersebut,” tegasnya.

Bahwa dirinya diduga menerima uang Rp 300 ribu per titik sumur bor dari Kusnadi ia membantahnya. Pasalnya dirinya tidak pernah ketemu apalagi memerintahkan yang bersangkutan.

BACA JUGA:   Seorang Pengendara Motor di Katingan Diduga Jadi Korban Tabrak Lari Truk Bermuatan

“Tidak benar itu saya menerima uang Rp 300 ribu per titik, karena ketemu dengan yang bersangkutan pun tidak pernah,” tutur pria yang saat ini menjabat Sekda Kalteng

Menanggapi keterangan saksi, terdakwa Arianto hanya menjelaskan bahwa tahhn 2018 ada melakukan sosialisasi kepada masyarakat. “Ada sosialisasi,” singkatnya.

Perkara berawal ketika Kepala DLH Kalteng selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Tugas Pembantuan untuk kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) Tahun Anggaran 2018. Yang mana menunjuk Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada DLH Kalteng, Arianto sebagai PPK II.

Pelaksanaan proyek sumur bor sebanyak 700 titik pada Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau seharusnya secara swakelola oleh Masyarakat Peduli Api (MPA), tapi Arianto justru menunjuk pihak ketiga yang tidak berhak untuk menjadi pelaksana.

(Aul/ beritasampit.co.id)