Alat Berat Disita, Abdul Fatah Ajukan Pra Peradilan

SIDANG - Suasana Sidang Pra Peradilan

PALANGKA RAYA – Sidang pertama pra peradilan yang dimohonkan oleh Mochammad Abdul Fatah melalui kuasa hukumnya Rendha Ardiansyah dan rekan pada Pengadilan Negeri Palangka Raya ditunda pada Selasa 10 November 2020 pekan depan. Penundaan tersebut dilakukan oleh Hakim tunggal, Heru Setiyadi lantaran termohon tidak menghadiri persidangan itu, Selasa 3 November 2020.

Mochammad Abdul Fatah mengajukan permohonan pra peradilan itu selaku pemohon melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dirjen Penegakan Hukum LHK, serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya selaku termohon.

Semestinya, sidang pertama digelar pada hari Selasa tanggal 3 November 2020 dengan Nomor Perkara 7/Pid.Pra/2020/PN Plk. “Penyitaan alat berat dan penetapan Fatah sebagai tersangka tidak sah dan bertentangan dengan hukum,” tegas Rendha kepada awak media.

Rendha menuturkan bahwa perkara berawal saat termohon bersama aparat TNI dan Polri membawa mobil pengangkut excavator datang ke kebun Fatah di Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan pada Kamis (17/9/2020) lalu.

Termohon menyatakan lahan milik Fatah masuk ke dalam kawasan hutan sehingga mereka menyita dan membawa sebuah excavator yang disewa Fatah untuk mencabut dan menanam sawit. “Termohon tidak menunjukan Surat Perintah Penyidikan, tidak memberikan surat penyitaan serta tidak menunjukan surat izin penyitaan dari pengadilan,” imbuh Rendha.

Di klaim Rendha, perbuatan tersebut melanggar Pasal 38 ayat 1 KUHAP yang menyatakan penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Bahkan, timpal Rendha, apabila penyitaan dalam keadaan mendesak maka wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri guna memperoleh persetujuan yang mana hal tersebut tidak dilakukan oleh termohon. “Tindakan termohon adalah perbuatan sewenang-wenang dan melanggar hukum,” ucapnya.

Padahal, tambah Rendha, lahan yang dikerjakan oleh Fatah menggunkan alat berat itu adalah lahan milik sendiri, dan lahan tersebut sudah digarap sejak tahun 1982 silam, kemudian lokasi tersebut memiliki legalitas yang ditanda tangani oleh pejabat setempat.

“Lahan milik pemohon telah menunjukan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah yang sah dan legal dari pemerintah desa dan kecamatan setempat serta bukti pembayaran pajak dan surat jual beli tanah yang sah dan legal,” beber Rendha.

Pihaknya selaku kuasa hukum pemohon menyebutkan proses penetapan tersangka oleh pemohon tidak memenuhi unsur dua alat bukti yang cukup, dan pihaknya dalam pra peradilan meminta Majelis Hakim menyatakan penyitaan alat berat dan penetapan tersangka adalah bertentangan dengan hukum serta proses penyidikan harus dihentikan.

“Kita juga minta pemohon dibebaskan dari Rutan Polda Kalteng dan dipulihkan harkat dan martabatnya,” tandasnya.
(Aul/beritasampit.co.id)