Cerita Djanias Timbang Veteran Zaman Perang Tempo Dulu

HARDI/BERITA SAMPIT - Djanias Timbang.

PALANGKA RAYA – Djanias Timbang yang kini berumur 105 tahun merupakan veteran dan saksi hidup tentang penjajahan jepang waktu dulu. Saat ditemui oleh wartawan beritasampit.co.id di rumahnya Jalan Sultan Badarudin Nomor 1, Selasa 10 November 2020, Djanias menceritakan pengalamannya waktu dulu saat masih jadi perwira angkatan laut.

Djanias sekolah angkatan laut di Makassar selama dua tahun dan setelah itu dia langsung kerja di kapal Jepang bernama Hitomaru pada umur 23 tahun. Djanias berkerja di kapal tersebut selama 8 tahun. Untuk rute perjalanan dari Makassar, Manado dan Ambon, meskipun Jepang kalah pada saat itu, ia tetap berkerja di kapal tersebut selama 8 tahun.

Djanias mengatakan, pada saat mau menyeberang dari Majene menuju Balikpapan, Kapal yang ditumpangi dia diserang oleh kapal selam sekutu. Dari 42 orang penumpang hanya dua orang yang hidup yaitu Djanias Timbang dan temannya Frans yang merupakan orang Manado yang berasal dari Tomohon.

BACA JUGA:   Bawaslu Kapuas Nyatakan Sejumlah TPS Diduga Lakukan Pelanggaran Administratif Pemilu

“40 orang yang tewas itu ada yang mati terjun ke air, ada yang kena tembak, dan juga ada yang kena tembakan meriam dari kapal selam. Selain itu ada kapal bantuan dari Jepang yang mau menyusul kami, tapi karam karena serangan kapal selam dari sekutu,” kata Djanias.

Saat kejadian tersebut Djanias bersama Frans sempat memutuskan tali sekoci dengan pisau, untuk menyelamatkan diri serta mengalami luka di kaki terkena di atas kemudi dan selama empat hari dirinya berada di lautan.

Lalu datang perahu dagang dari Bugis dan meminta diantar kembali ke Balikpapan, setelah sampai ke Balikpapan ternyata ada penyerangan dari sekutu setelah itu Jepang Kalah.

Selanjutnya dirinya pulang ke Banjarmasin, lalu datang Peter Sarung dan Eko Bangas mengajak kerja untuk mengusir Nederlak Indi Kompeni Administration (NIKA), sehingga dirinya kembali lagi berjuang. Mereka mendirikan perkemahan dengan nama Alam Ghaib di Bukit Nelangkang yang dipimpin oleh Peter Sarung dan Eko Bangas, lalu bersama Bupati Kapuas saat itu bernama Adonis Samad.

BACA JUGA:   Diisukan Maju di Pilwakot Palangka Raya, Ini Tanggapan Ivo Sugianto Sabran

Selanjutnya mereka bertempur melawan NIKA yang dipimpin oleh Fandril, pertempuran itu terjadi selama satu hari penuh dan pertempuran itu terjadi di Tumbang Samba. Dari hasil pertempuran itu NIKA menyerah dan selain itu dari pihak Djanias ada yang gugur namanya Minun. Setelah itu dirinya mengundurkan diri pada saat selesai pertempuran tersebut, karena pertempuran tersebut terjadi pada tahun 1947 setelah Jepang kalah dari sekutu.

“Saya berpesan jangan mau lagi dijajah siapapun, karena penjajahan itu sangat berat. Sehingga waktu dulu kita mati-matian melawan,” ucapnya. (Hardi/beritasampit.co.id).