DPRD Soroti Harga Bahan Pokok Tinggi di Pelosok

IM/BERITASAMPIT - Wakil Ketua DPRD Kotim sekaligus Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, H Hairis Salamad.

SAMPIT – Diterjang dengan kondisi pandemi Covid 19, ekonomi masyarakat dinilai semakin terpuruk. Namun demikian hal yang paling miris dikhawatirkan akan menimpa masyarakat perbatasan yakni wilayah Tumbang Gagu dan desa sekitar lainnya yang saat ini menjalani hidup dengan beban begitu berat.

Menangapi hal itu, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) H Hairis Salamad, menyampaikan sangat sedih dirinya melihat kondisi masyarakat di pelosok daerah yang masih hidup dalam serba keterbatasan hingga menjadi beban berat dalam mempertahankan kehidupan sehari-hari.

Menurutnya selain harus menempuh perjalanan dengan rintangan berbahaya, ongkos pulang pergi yang mahal, di daerah tersebut juga berkaitan dengan harga bahan pokok sangatlah tinggi. Salah satu contoh kecilnya saja dia menjelaskan seperti mie instan, masyarakat didaerah pelosok Tumbang Gagu membeli mie instan dengan harga fantastis mencapai Rp15.000 perbungkusnya.

“Fakta dilapangan, saya sudah berkunjung ke Kecamatan Antang Kalang, sampai ke Tumbang Gagu yang merupakan desa paling ujung. Mirisnya saya melihatnya. Saya menangis melihat kondisi saudara-saudara kita di sana yang hidup dalam serba keterbatasan, harga mie goreng satu bungkus Rp15.000. Harga solar Rp30.000 sampai Rp35.000 per liter, saya datang dan melihat sendiri seperti apa kondisi disana,” ungkapnya Jumat 20 November 2020.

BACA JUGA:   Dua Desa di Parenggean Jadi Titik Baru Banjir, Muka Air Hingga 1,5 Meter

Hal sebelumnya juga disampaikannya pada saat rapat pembahasan RAPBD murni tahun 2021 di tengah forum rapat. Hairis menyebutkan ketika semua pihak tidak lebih peduli dan menutup mata terhadap nasib masyarakat di pelosok, maka kemajuan dan harapan maupun kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan pejabat publik lainnya akan menurun.

“Yang jelas semua pihak harus duduk bersama untuk mencarikan solusi yang cepat dan terbaik untuk mengatasi masalah tersebut. Selama ini masyarakat Desa Tumbang Gagu belum merasakan “kemerdekaan” dalam beraktivitas karena masih terisolasir. Pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan masih sangat minim, apalagi listrik atau internet. Keterisolasian itu membuat pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa itu menjadi jauh tertinggal,” bebernya.

BACA JUGA:   Kelompok Tani di Cempaga Tegas Meminta PT BSP Segera Selesaikan Ganti Rugi Lahan yang Belum Dibayar

Legislator partai PAN itu juga memaparkan dari sektor pertanian, peternakan bahkan perikanan, juga tidak menguntungkan bagi masyarakat setempat, lantaran membawa hasil pertanian menggunakan perahu motor dengan melintasi riam-riam ganas, hasilnya dinilai belum sepadan jika dibandingkan dengan biaya ongkos angkut yang mencapai Rp 5 juta hingga Rp 6 juta.

“Kami ingin menyampaikan hal ini agar semua pintu hati kita terbuka, kondisi ini tidak saja menghambat laju perekonomian masyarakat setempat, tetapi juga membuat beban hidup menjadi tinggi. Harga kebutuhan sangat mahal karena tingginya ongkos angkut dari desa ke kecamatan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN DPRD Kotim ini.

(im/beritasampit.co.id).