Terima Deputi Pencegahan KPK, Bamsoet Bahas Sinergisitas KPK dan Pelaku Dunia Usaha

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Menerima Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (30/11/2020). Dok: Istimewa

JAKARTA– Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menerima Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, yang meminta masukan untuk meminimalisir potensi terjadinya korupsi di dunia usaha.

Kunjungan Pahala Nainggolan tersebut juga dalam rangka persiapan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia yang akan diperingati pada 9 Desember 2020 mendatang.

Sebagai orang yang berpengalaman di dunia usaha, Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menekankan pada dasarnya setiap pengusaha tidak ingin terlibat dalam korupsi.

“Setiap pengusaha memiliki itikad baik dalam menjalankan usahanya untuk membuka lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya mensejahterakan masyarakat,” ujar Bamsoet usai menerima Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (30/11/2020).

Karenanya, kata Bamsoet, tak mungkin pengusaha mau secara sadar melakukan tindakan melanggar hukum seperti menyuap pejabat ataupun tindakan korupsi lainnya yang berujung pada penjara.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Bersyukur Keberhasilan Partai Golkar di Pileg dan Pilpres 2024

“Jika dicermati lebih dalam, sebagian besar kasus korupsi yang menimpa dunia usaha disebabkan karena berbelitnya perizinan,” imbuhnya.

Bamsoet mengatakan KPK sebagai penegak hukum dan KADIN Indonesia sebagai wadah dunia usaha, perlu untuk terus membangun sinergi. Keberadaan KPK sangat diperlukan untuk turut terlibat dalam membenahi berbelitnya perizinan, investasi dan monopoli kuota impor tertentu yang menghambat dunia usaha.

“Sehingga, pengusaha tidak perlu lagi menyuap pejabat untuk memangkas perizinan usaha, investasi maupun dalam memperoleh kuota impor tertentu,” cetus Bamsoet.

Politikus Golkar itu bilang KADIN Indonesia mencatat, setidaknya ada 8.848 regulasi pemerintah pusat, 14.815 peraturan menteri, dan 15.966 peraturan daerah. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang hiper regulasi. Selain menyebabkan potensi terjadinya korupsi, juga menyebabkan iklim investasi di Indonesia kurang kondusif.

BACA JUGA:   Harus Ada Perencanaan Matang Generasi Muda Menghadapi Era Bonus Demografi

“KPK mengidentifikasi setidaknya ada tujuh jenis tindak pidana korupsi, yakni kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, konflik kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi,” ungkap Bamsoet.

Berdasarkan data tangkapan KPK selama 2014-2018, pelaku korupsi dari sektor swasta menempati peringkat kedua, dengan jumlah tangkapan mencapai 238 orang.

“Peringkat pertama ditempati Anggota DPR dan DPRD sebanyak 247 tangkapan. Sebanyak 64 persen jenis perkara tindak pidana korupsi adalah penyuapan, yakni sebanyak 564 perkara. Data ini sekaligus menunjukan betapa masih berbelitnya perizinan dunia usaha. Meskipun di berbagai daerah sudah menerapkan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), bukan berarti lantas membuat perizinan usaha menjadi lebih cepat,” pungkas Bambang Soesatyo.

(dis/beritasampit.co.id)