Film Diharapkan Mampu Menjadi Sarana Menanamkan Nilai-nilai Kebangsaan

Focus Group Discussion (FGD) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bekerja sama dengan Perum Produksi Film Negara (PFN), Kamis, (10/12/2020). Dok: Istimewa

JAKARTA– Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) berharap agar perfilman nasional mampu menjadi sarana menanamkan nilai-nilai kebangsaan untuk menjawab tantangan bangsa saat ini dan masa datang.

Rerie mengatakan itu saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bekerja sama dengan Perum Produksi Film Negara (PFN).

FGD dengan tema Peran Produksi Film dan Konten oleh Negara dalam Rangka Pembentukan Karakter Bangsa untuk Mewujudkan Ketahanan Negara, Kamis (10/12/2020) itu dimoderatori presenter Metro TV, Fifi Aleyda Yahya.

Rerie mengatakan tantangan yang dihadapi bangsa saat ini adalah adanya pergeseran nilai-nilai kebangsaan. “Saya berharap film mampu menyuarakan nilai-nilai ideologi bangsa untuk menjawab pergeseran nilai itu,” tutur Rerie.

Hadir dalam diskusi sebagai pemateri yakni Muhammad Farhan (Anggota DPR RI Periode 2019-2024), Dr Rima Agristina (Deputi Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/BPIP) dan Drs. Purwadi Sutanto, M.Si. (Direktur Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

Acara yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 itu juga menghadirkan Judith J Dipodiputro (Direktur Utama PFN) untuk menyampaikan pengantar diskusi dan sejumlah narasumber para pemangku kepentingan di bidang perfilman.

Menurut Lestari, penyampaian pesan yang sarat nilai-nilai kebangsaan lewat film kepada generasi muda sangat strategis. Karena film termasuk medium yang luwes dan cair, sehingga mudah dipahami masyarakat.

Apalagi, jelas Rerie, film saat ini menjadi salah satu bahasa anak muda dalam menyampaikan ide dan pendapatnya lewat kecanggihan gadget yang dimilikinya.

Pada kesempatan yang sama, Legislator Partai NasDem itu, mengapresiasi para konten kreator yang di masa pandemi ini mampu memproduksi konten yang kreatif dalam bentuk film pendek.

Rerie berharap, PFN bisa berperan sebagai konten kreator yang sarat dengan penyampaian nilai-nilai kebangsaan, untuk mengantisipasi tantangan bangsa di masa datang.

Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP, Rima Agristina sependapat bila film dimanfaatkan sebagai medium untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Penyampaiannya, jelas Rima, jangan bersifat doktrinasi.

“Dengan gaya penyampaian yang user friendly, kita bisa menanamkan nilai-nilai revolusi mental yang terdiri dari integritas, etos kerja dan gotong-royong,” imbuh Rima.

Direktur Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Purwadi Sutanto mengungkapkan, pihaknya berupaya membangun SDM unggul lewat visi pendidikan yang dijalankan.

Dengan konsep Merdeka Belajar yang dilakukan saat ini, jelas Purwadi, diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai kebangsaan itu dari sisi proses belajar. Pemanfaatan medium video dan film merupakan salah satu cara yang dilakukan.

Direktur Utama PFN, Judith J Dipodiputro mengungkapkan, untuk memproduksi film dengan muatan nilai-nilai kebangsaan sebenarnya sejumlah faktor pendukung sudah ada, baik dukungan secara hukum, konten yang memadai seperti empat konsesus kebangsaan, tentang kesetaraan gender, narasi terkait SDGs serta tentang visi pendidikan 2045.

Yang harus dipastikan saat ini, menurut Judith, bagaimana komitmen dari para pemangku kepentingan di sektor perfilman nasional itu bisa direalisasikan.

Judith mengaku, PFN saat ini sedang bertransformasi dan perlu dukungan nyata dari para pemangku kepentingan.

Dia menegaskan, industri kreatif bisa menjadi alat ekonomi yang sangat dahsyat. Karena di Indonesia saat ini, jelasnya, industri kreatif mampu menyerap 4 persen angkatan kerja nasional, yang pada 2025 diproyeksikan menjadi 8 persen.

“Dengan peluang tersebut, seharusnya kita berupaya mempercepat pembangunan industri film nasional,” ujar dia.

Duta besar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, yang bergabung secara daring, mengungkapkan fenomena demam drama Korea dan K-pop bukan merupakan hal yang kebetulan.

Mendunianya drama Korea dan K-pop, jelas Umar, adalah hasil dari reformasi kebudayaan yang didesain oleh Korea Selatan. “Langkah offensif itu, diawali lewat penguatan di sektor pendidikan yang mengedepankan peningkatan skill di bidang seni, teknologi dan media,” cetus Umar.

Selain itu, Umar mengatakan dibutuhkan regulasi penyiaran yang mampu menyebarluaskan produksi film agar mampu dinikmati masyarakat luas.

Sementara, Jurnalis senior Saur Hutabarat menilai untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan karakter bangsa harus mengubah posisi berpikir dari defensif menjadi ofensif, seperti yang dilakukan Kore Selatan dalam menebar budaya Korea di dunia.

Bila Indonesia tetap defensif dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan, tegas Saur, tinggal menunggu kebobolan dengan nilai-nilai dari luar.

“Dan untuk melakukan langkah ofensif dalam membentuk karakter bangsa, Saur berharap, peran negara harus mengemuka. Tentu saja, tambahnya, tidak dengan cara-cara doktrinasi,” pungkas Saur Hutabarat.

(dis/beritasampit.co.id)