Bos BBM di Sampit Pengempleng Pajak Rugikan Negara Rp 414,7 Juta Ditahan

KONFERENSI PERS : ILHAM/BERITA SAMPIT - Kepala Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah, Cucu Supriatna (baju batik hijau), bersama Kejari Kotim, Hartono (Kiri tengah) serta jajaran lainnya, pada konferensi pers penyerahan tersangka dan barang bukti atas tindak pidana bidang perpajakan, di aula Kantor Kejaksaan Negeri Sampit, Selasa 22 Desember 2020.

SAMPIT – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan dan Tengah, menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus tindak pidana perpajakan atas nama SM yang merugikan negara Rp 414,7 juta ke Kejaksaan Negeri Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Selasa 22 Desember 2020.

Tersangka ditahan karena mengempleng (Tidak Membayar Utang) pajak, dan SM merupakan Direktur PT. SJ yang bergerak di bidang Bahan Bakar Minyak (BBM).

Penyerahan tersangka ke Kejaksaan Negeri Sampit setelah seluruh proses berkas perkara atas tersangka telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum, pada tanggal 30 November 2020 lalu.

Kepala Kanwil DJP Kalsel dan Tengah, Cucu Supriatna dalam konferensi persnya menerangkan, sebelumnya tersangka SM masuk dalam daftar Pencarian Orang (DPO), dan pelariannya berakhir setelah tertangkap di Pangkalan Bun Kotawaringi Barat (Kobar).

“Tersangka sempat DPO dan tidak ketemu, dan kebetulan karena ada kasus tindak pidana lain tertangkap di Pangkalan Bun, tersangka juga menghadapi tuntutan lain dan kini ditahan di Pangkalan Bun,” kata Cucu.

Tindakan penyidikan adalah upaya terakhir. Sebelumnya DJP sudah melakukan pendekatan secara persuasif dengan mengimbau melakukan pembetulan SPT, mengikuti Tax Amnesty dan wajib pajak sudah diberikan kesempatan untuk mengajukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan pasal 8 ayat 3 UU KUP, akan tetapi wajib pajak tidak kooperatif.

Perbuatanya mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 414,7 Juta. Tersangka dijerat Pasal 39 ayat (1) huruf c, Pasal 39A UU KUP, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun serta denda paling banyak sebesar 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Ditambahkan Cucu, penegakan hukum yang diterapkan pada kasus ini dilakukan agar dapat menimbulkan efek jera bagi wajib pajak lain untuk tidak lagi menyalahgunakan hukum perpajakan di Indonesia. Apalagi pajak merupakan penyumbang terbesar 83 persen dari APBN dan mempengaruhi penerimaan APBD.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kotim, Hartono mengatakan, pihaknya segera melengkapi berkas administrasi dan selanjutnya segera dilimpahkan kasus ini ke pengadilan untuk disidangkan.

“Terkait dengan pelunasan utang pajak berlaku sebelum masuk tahap penyidikan, dimana pelunasan hanya meringankan bersangkutan dalam persidangan. Perkara akan tetap berjalan terus sampai persidangan, dan pelunasan bersifat meringankan tuntutan,” kata Hartono.

Menurutnya, wajib pajak bisa berkontribusi dalam pembangunan dengan cara membayar pajak sesuai dengan aturan. Sehingga tindak pidana perpajakan dapat mengancam kelangsungan kehidupan bernegara. Hal ini merupakan tindak pidana khusus dan harus ditangani secara khusus. (Cha/beritasampit.co.id).