IDI : Kepercayaan Vaksin Jangan Berdasarkan Merek atau Basis Negara

Ilustrasi – Kang Maman

JAKARTA – Program vaksinasi COVID-19 yang akan segera dilaksanakan pertama kalinya di Indonesia diprioritaskan kepada tenaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO bahwa tenaga kesehatan merupakan kelompok yang rentan tertular COVID- 19, sehingga menjadi kelompok pertama untuk divaksinasi.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M. Faqih menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi ini perlu role model dari pimpinan dan tokoh publik supaya masyarakat semakin percaya dan tidak ragu.

“IDI sejak awal menyampaikan, setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) memberikan izin penggunaan darurat, IDI akan memberikan contoh untuk menjadi yang pertama divaksin.” kata dr.Daeng.

IDI sendiri telah membentuk tim advokasi vaksinasi yang bertugas memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar pelaksanaan vaksinasi di lapangan dilakukan dengan baik, dan diterima dengan baik oleh masyarakat.

IDI juga telah melakukan sosialisasi baik secara internal maupun kepada masyarakat bahwa vaksinasi ini adalah pilihan yang baik untuk mengakhiri pandemi. Survei internal saat ini sedang dilakukan lembaga riset IDI bersamaan dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi.

BACA JUGA:   Cegah Bullying, Dede Yusuf: Butuh Peran Sekolah Beri Pendidikan Karakter Anak

“Tujuan akhirnya adalah menyadarkan dokter untuk ikut divaksinasi pada tahap pertama. Selain itu, ketika saat pelaksanaan vaksinasi di masyarakat nanti, tenaga kesehatan bisa ikut berpartisipasi untuk menyukseskannya,” jelas dr. Daeng.

Para tenaga kesehatan sendiri sudah sangat memahami mengenai pentingnya vaksinasi karena mereka terbiasa melakukan pelayanan vaksinasi sehari-hari hingga ke puskesmas.

“Oleh karena itu, tenaga kesehatan seharusnya tidak perlu mempermasalahkan vaksinasi. Koridor yang perlu dijaga adalah keamanan dan efektivitasnya dan itu akan dijawab oleh hasil laporan uji klinik yang dilakukan serta izin penggunaan darurat yang akan dikeluarkan Badan POM,” tambah dr Daeng.

Sementara itu, masyarakat diimbau agar kepercayaan terhadap vaksin tidak berdasarkan merek atau basis negara, tapi harus berdasarkan aspek ilmiah.

“Jadi vaksin tersebut sudah dijamin keamanan dan efektivitasnya dari mana pun asal dan mereknya,” terang dr. Daeng .

Selain itu, terkait halal haram vaksin COVID-19 diakui dr. Daeng sebagai salah satu faktor penting agar vaksin mudah diterima masyarakat.

BACA JUGA:   Polri Siap Amankan Rumah Kosong Saat Periode Mudik Lebaran 2024

“Hal ini sangat berpengaruh apalagi masyarakat Indonesia termasuk dokter itu mayoritasnya beragama Islam sehingga penjelasan tentang kehalalan itu penting sekali. Pada Jumat lalu (8/1), Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan bahwa vaksin Sinovac hukumnya suci dan halal, jadi sudah jelas,” papar dr. Daeng.

dr. Daeng juga meyakini, ada dua strategi prinsip untuk menangani COVID-19, “Pertama, poin penanggulangannya berada pada menekan kecepatan penularannya. Strateginya yakni, orang yang sudah terinfeksi harus cepat ditemukan agar cepat dilokalisir penularannya. Lalu, orang yang sehat berupaya agar tidak tertular dengan cara menerapkan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak).

Kalau pengawasan disiplin protokol Kesehatan sampai komunitas terkecil, mungkin akan jauh lebih efektif. Tambahan selain menerapkan protokol kesehatan adalah, menjaga daya tahan tubuh melalui mengonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan berolahraga secara teratur,” tutup dr. Daeng.

(rilis/Man/KPCPEN/Beritasampit.co.id)