Dinamika Pilkada di Tengah Pandemi

Oleh : Amatul Firdausa

Pilkada serentak yang dilaksanakan 5 tahun sekali ini sangat ditunggu-tunggu oleh para calon kepala daerah . Tetapi kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya yang dimana pilkada tahun 2020 di tengah-tengah pandemi yang memang cukup sulit untuk dilaksanakan.

Tetapi pemerintah berusaha untuk memaksimalkan pilkada. Yaitu mempersiapkan protokol kesehatan Covid-19 agar bisa tetap dijalankan dengan baik.

Walaupun memang dianggap kurang maksimal oleh pemerintah sebab ditakutkannya dampak yang diberikan juga kurang baik sehingga kinerja yang dilakukan itu berimbas pada pilkada. Kemudian di masa pandemi pelaksanaan kampanye juga dibatasi karena mengimbau keramaian.

Sejauh ini dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia sudah berjalan dengan baik walaupun berbeda pada tahun 2020 yaitu pelaksanaan di masa pandemi Covid-19 dianggap bisa memperkuat kecurangan-kecurangan bagi para calon, yang dianggap memperkuat potensi kecurangan dalam proses pilkada yang melakukan politik uang (Money Politics) demi memenangkan calon yang didukungnya.

Apa lagi pada masa pandemi ini banyak masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam pekerjaan sehingga sulit mendapatkan pendapatan akhirnya masyarakat menganggur. Setelah itu hal ini malah menjadikan kesempatan untuk para oknum membagi kebutuhan masyarakat kemudian ini menjadi kebiasaan atau budaya bagi masyarakat saat pilkada memilih karena uang.

BACA JUGA:   Baru Dua Bulan Bertugas, Jumlah Kegiatan Kapolres Kobar AKBP Yusfandi Usman Mencapai Record Tertinggi

Apalagi di masa pandemi ini mereka sangat memerlukan uang, sembako dan barang lainnya. Akhirnya saat pilkada masyarakat memilih seseorang pemimpin hanya karena uang yang diberikan.

Artinya mindset yang tertanam di dalam diri masyarakat pada seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang membagikan uang terlebih dahulu.
Kemudian dampak yang didapatkan pada saat pilkada di masa pandemi juga menurunnya daya minat masyarakat sehingga memilih untuk Golput.

Walaupun untuk melaksanakan Pilkada Mahfud Md mengatakan pemerintah telah memberikan anggaran bagi penyelenggaraan pemilu untuk kebutuhan alat pelindung diri (APD). Nantinya pada hari pemungutan suara pun akan dirancang agar memenuhi protokol kesehatan, seperti pengaturan jam kedatangan di TPS agar tak terjadi kerumunan dan petugas pemungutan suara memakai APD.

Tetapi masyarakat di Kabupaten kotawaringin timur tepatnya enggan untuk datang ke TPS karena mendengar Covid-19 pada saat itu meningkat, walaupun pada saat melaksanalan pilkada di TPS sangat memperhatikan protocol kesehatannya.

Akhirnya dampak ini membuat pilkada tahun 2020 menurun. Banyak masyarakat yang tidak terlalu memikirkan pilkada melainkan mereka lebih memilih memikirkan kesehatan untuk menjauhkan diri dari keramaian.

Kemudian hal ini bisa memberikan dampak penyalahgunaan suara masyarakat yang memilih golput, malah dijadikan kecurangan-kecurangan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga terjadi manipulasi suara masyarakat yang golput.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Pilkada merupakan salah satu hal yang wajib dilaksanakan untuk kebaikan atau untuk memilih pemimpin daerah ke depannya. Pilkada ini merupakan ajang dimana masyarakat diberikan hak pilihnya untuk memilih pemimpinnya.

Harapan saya pada Pilkada tahun 2020 yaitu terutama untuk masyarakat yang belum paham dengan baik apa tujuan Pilkada dan selalu melakukan golput hingga menjadikan politik uang (Money Politics) sebagai patokan untuk mencoblos, sebagai masyarakat kita harus bisa membuat politik terlihat lebih baik dan bersih dari kecurangan.

Karena itu bisa membantu untuk mencegah banyak calon kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi dikarenakan modal yang dikeluarkannya terlalu besar. Setelah itu harapan untuk BAWASLU yaitu lebih memperhatikan jalan nya pemilu agar tidak ada kecurangan-kecurangan dalam proses penyelenggaraan pemilu.

Hal ini tidak bisa disepelekan begitu saja karena jika pengawas tidak bisa tegas maka kecurangan dalam pemilu malah memperburuk demokrasi yang ada. Kemudian untuk mencari seorang pemimpin masyarakat harus lebih pintar memilih kepala daerah untuk memimpin masyarakatnya menuju ke arah yang lebih baik lagi. (*)

(Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Ilmu Pemerintahan)