DPRD Ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek, Sigit : Tetap Patuhi Protokol Kesehatan

M.SLH/BERITA SAMPIT - Ketua DPRD Kota Palangka Raya, Sigit K Yunianto.

PALANGKA RAYA – Perayaan Imlek atau peringatan terhadap tahun baru China di tengah pandemi Covid-19 yang jatuh pada 12 Februari 2021 mendapat tanggapan dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangka Raya Sigit K. Yunianto,

Ia mengimbau kepada masyarakat yang melaksanakan perayaan Imlek atau tahun baru China agar tetap mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes)

“Semoga sehat selalu dan bisa berjalan dengan baik dan kami berharap bahwa dalam perayaan hari Imlek ini tetap menjaga Prokes, karena jangan sampai gara-gara kita merayakan malah terkena Covid-19 ini,” ujar Sigit. Kamis 11 Februari 2021

Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini berharap dalam perayaan hari Imlek agar tetap memperhatikan Prokes yang sudah di tentukan oleh pemerintah dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

Sejarah Imlek di Indonesia

Perayaan Imlek atau peringatan terhadap tahun baru China ini merupakan yang ke-2572 dan jatuh pada Jumat, 12 Februari 2021, dengan pergantian tahun Tikus Logam ke tahun Kerbau Logam atau Kerbau Emas.

BACA JUGA:   Tas Berisi Uang Rp50 Juta Dicuri Seorang Wanita Saat Korban Sedang Salat Subuh di Masjid

Imlek meretas sejarah panjang di Indonesia. Dari masa ke masa perayaan tahun baru Imlek terjadi seperti alunan gelombang laut, pasang surut.

Dari runutan sejarah, perayaan tahun baru Imlek sempat dilarang pada era Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Berdasarkan Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Adapun isi dari Inpres ini di antaranya adalah pelaksanaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga. itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk dalam perayaan tahun baru Imlek menjadi dibatasi.

BACA JUGA:   Panitia PKL 1 FEBI IAIN Palangka Raya Berikan Pembekalan untuk Mahasiswa ESY

Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, Imlek terlarang dirayakan di depan publik. Seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk tahun baru Imlek, Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka. Barongsai dan liang liong pun dilarang dipertunjukkan di publik.

Saat kepemimpinan Presiden Habibie dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya, pada tanggal 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak saat itu, Imlek dapat diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa. Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.

(M.Slh/Beritasampit.co.id)