Sosok Polwan Tangguh Kompol Rosana Albertina Labobar Tempuh Medan Ekstrem Susuri Ladang Ganja

Kompol Rosana Albertina Labobar. (dok: Humas Polres Metro Jakarta Barat)

JAKARTA– Sosok Kompol Rosana Albertina Labobar menjadi perhatian publik ketika ikut dalam perjalanan ke ladang ganja di Desa Banjar Lancat, Penyabungan Timur, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada Kamis (25/2/2021) lalu.

Pasalnya, ia menjadi Polisi Wanita satu-satunya yang berjuang menaiki terjalnya bukit menuju ladang ganja yang cukup ekstrem. Sehingga untuk ikut dalam perjalanan menuju ladang ganja seluas 12 hektar butuh fisik dan mental yang kuat.

Wanita yang berasal dari Kepulauan Tanimbar Kei, Maluku ini mengaku tidak memiliki persiapan khusus sebelum menuju ke ladang ganja. Semua serba dadakan karena dua hari sebelum keberangkatan menuju ladang ganja ia baru dapat informasi pemilik ladang ditangkap.

Ocha sapaan akrabnya, ikut tanpa paksaan dari pimpinan, tapi Ocha mengajukan diri ingin ikut ke ladang ganja di sana.

“Ngga ada. Iya ini kan dadakan jadi ketika satu hari sebelumnya itu kan ditangkap kan tersangka itu, kemudian besoknya itu tim aju (tim Kanit 2 AKP Hasoloan Situmorang) berangkat ke sana dan betul ada ladang ganja itu dan besoknya baru kami naik. Jadi ngga ada persiapan sama sekali,” kata Ocha Kamis (11/3/2021).

Pada Rabu (24/2/2021) pagi Kompol Ocha bersama Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Ronaldo Maradona Siregar terbang menuju Mandailing Natal. Tapi pesawat yang dinaikinya tidak bisa langsung turun di kota tujuan karena tidak ada Bandara di sana.

Ocha bersama rombongan ini turun di bandara Silangit, Sumatera Utara karena bandara ini menjadi jarak yang lebih dekat menuju kota Mandailing Natal. Dari bandara Silangit rombongan langsung bergerak ke Mandailing Natal dengan waktu tempuh sekitar 6 sampai 7 jam.

“Kita sampai di bandara Silangit itu jam 08.30 WIB atau jam 09.00 WIB, langsung ke tempat peristirahatan di Mandailing Natal. Sore kita sampai langsung istirahat karena pada Kamis itu kita harus bangun jam 04.00 WIB,” tutur Ocha.

Dengan membawa pakaian apa adanya, menggunakan sepatu karet yang biasa digunakan petani sana untuk naik bukit. Sepatu karet itu sangat membantu dalam perjalanan menuju ladang ganja.

“Setelah apel pagi di Polres Mandailing Natal, tim berangkat melewati dari desa ke desa. Itu sekitar 2 jaman kita sampai di Desa Huta Tinggi. Kemudian di sana kita ganti mobil Off Road karena mobil biasa ga bisa melintas,” ucapnya.

Dari Desa Huta Tinggi ke Desa Banjar Lancat, kurang lebih sekitar 30 menit dengan jalan sebelah kiri tepi jurang dan kanan tebing tinggi.

Perjalanan ke Desa Banjar Lancat, mobil yang ditunggangi Kompol Ocha hampir jatuh ke jurang, beruntung sopir bisa banting setir hingga akhirnya tabrak tebing.

“Pada saat jalan lagi, karena kita mobil terakhir gardannya pecah. Kemudian kita harus jalan kaki kurang lebih 3 Km jalan kaki karena mobil itu yang terakhir jadi yang di depan tidak monitoring bahwa mobil kami itu mogok kan,” ujar Ocha.

BACA JUGA:   Index Pembangunan Pemuda Naik, Legislator Golkar Bilang Begini!

Akibat tidak ada alat komunikasi lantaran sinyal telepon seluler hilang total, Ocha dan beberapa orang di mobil itu harus berjalan kaki membawa logistik atau persediaan untuk menaiki bukit ladang ganja.

Tapi kata dia, kendala itu bukan menjadi penghalang dirinya untuk menunda naik ke atas bukit ladang ganja.

“Itu kendala pertama sih tapi pada saat naik ke atas gunung itu ke ladang ganja itu puji Tuhan ngga ada kendala sih,” ucapnya.

Nafas Menipis Saat Mendaki Ke Ladang Ganja

Setiba di Desa Banjar Lancat, Kompol Ocha bersama tim istirahat sejenak sambil mengatur persediaan yang akan dibawa oleh porter. Sementara rombongan dua mobil lainnya sudah berjalan meunju ladang ganja.

Setelah mengatur, akhirnya ia bersama rombongan memasuki jalur pendakian yang memang masih hutan. Keluar dari hutan pertama, rombongan bertemu dengan sungai dan dilanjutkan masuk lagi ke dalam hutan sedikit.

Setelah keluar hutan sedikit, Ocha dan rombongan menyeberangi sungai, disitulah awal pendakian menuju ladang ganja. Tidak seperti naik gunung pada biasanya yang masih ketemu jalan landai, Ocha terus nanjak dengan menginjak tanah licin.

Kuda-kuda yang tak kuat, maka akan merosot ke bawah, jika memegang pohon, pasti akan merasa lembek seperti memegang tubuh ular.

“Jadi memang sangat sulit dijangkau untuk nyampe ke ladang ganja apalagi saya yang seorang perempuan, bagi saya itu adalah pengalaman yang tidak mungkin saya lupakan, pengalaman pertama bagi saya untuk mengungkap segala macam jenis narkoba itu luar biasa,” tegas dia.

Dua jam perjalanan menanjak terus menerus, Kompol Ocha merasa lelah, tapi ia tidak mau menyerah. Bahkan, semakin atas, jalannya harus merayap karena tidak mungkin naik dengan tubuh tegak.

“Memang saat di perjalanan lumayan sulit dijangkau, perjalanan kaki yang lumayan jauh, kemudian situasinya juga cukup terjal, untuk naik aja kita harus merayap, pada saat turun situasi cuaca sudah ngga bagus sudah mulai hujan itu becek dimana dan licin juga kita harus merosot beberapa kali,” jelas dia.

Hal Yang Jadi Motivasi Kompol Ocha Untuk Sampai Ke Ladang Ganja

Ocha mengaku, dirinya sudah sering mengungkap peredaran narkoba dari jumlah kecil, puluhan, ratusan hingga ton-ton Sabu, ganja dan jenis lainnya. Tapi yang paling berkesan adalah saat jalan menuju ke ladang ganja.

Karena belum pernah masuk ke ladang ganja, Kompol Ocha akhirnya bertekad untuk sampai ke ladang ganja. Polwan satu-satunya dari Polres Metro Jakarta Barat yang berhasil sampai ke ladang ganja meskj harus merintih lelah dalam hati selama perjalanan.

Ladang ganja di Desa Banjar Lancat, Penyabungan Timur, Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Setibanya di bukit ladang ganja, Kompol Ocha begitu lega dan langsung mencabuti batang pohon dan membabatnya dengan arit untuk dimusnahkan.

“Sampainya di atas saya senang, karena saya bisa melewati rintangan menuju ladang ganja. Jadi motivasi saya itu yang pertama, karena kalau ungkap sabu kan sudah, ungkap ganja sintetis itu sampe ke pabriknya juga sudah, penyuplai semua sudah ibaratnya mengungkap sampe ke akar-akarnya udah,” terang Ocha.

BACA JUGA:   DPR Minta Bapanas Kaji Kembali HET Beras, Agar Daya Beli Masyarakat Tetap Terjaga

“Kemudian di ganja ini menjadi suatu motivasi sendiri buat saya karena saya belum pernah itu nyampe ke ladang ganja. mungkin bisa disearching ya kalau Polwan saya belum tau ya sudah nyampe di sana atau gimana, buat saya itu luar biasa karena kayaknya yang sampe ke sana itu punya kepuasan tersendiri aja, ‘aku bisa loh naik gunung setinggi ini’ gitu kan berjalan kaki selama ini bersama dengan para komandan gitu kan, anggota, panglima,” sambung dia.

Ocha mengaku, dirinya memang memiliki metal yang kuat dalam menjalankan tugasnya termasuk saat jalan ke ladang ganja. Sebab, ia ingin selalu hadir disaat dan disetiap pengungkapan anggotanya di lapangan.

“Saya ngga pernah putus asa ‘aduh saya ngga mampu, aduh saya ngga kuat’, engga. Itu bukan saya banget. Saya mentalnya kuat kalau untuk seperti itu, jadi ketika diperintahkan saya malah mau dan mengajukan diri saya harus ikut. Karena itu merupakan poin terpenting buat saya,” ungkapnya.

Terlebih, ada beberapa anggota yang usianya jauh lebih tua di atasnya tapi mampu sedikit demi sedikit naik ke atas. Maka ia pun tidak mau kalah dan tidak mau mengeluhkan perjalanan, ia menikmati prosesnya.

“Motivasi saya itu karena liat juga anggota yang sudah tua mereka itu masih mampu, mereka masih kuat, menyemangati mereka juga. Jadi saya harus tunjukan kalau saya itu mampu, saya itu bisa, saya itu kuat. Jadi mereka-mereka pun ngeliat saya wah Wakasat aja mampu, perempuan aja mampu. Jadi saya berusaha untuk memotivasi diri dan memotivasi rekan-rekan yang ikut naik ke atas,” ujarnya.

Kuku Jari Kaki Ocha Sampai Copot

Usai tiba di penginapan, Ocha merasa sakit pada jemari kakinya karena menggunakan sepatu karet. Memang, sepatu karet itu sangat sakit dipakai tapi sangat membantu dalam perjalanan ke ladang ganja.

“Itu kuku jempol saya mau cabut loh ini,” tegas dia.

Ia pun akan memikirkan lagi apabila ada anggota atau pimpinan yang mengajak ke ladang ganja. Sebab, medan yang besar membuat ia terus terbayang apabila mendengar ladang ganja.

“Masih berpikir, karena terus terang itu sangat luar biasa. Karena itu lutut saya sudah gemetar,” lanjutnya.

Ocha berharap, ungkapan ini menjadi contoh bagi seluruh Polda dan Polres lain bahwa Polri akan memberantas peredaran narkoba sampai ke akar-akarnya. Sebab, semua anggota Polisi memiliki kemampuan lebih dalam mengungkap narkoba di Indonesia.

“Jika menemukan tindak pidana narkoba dalam bentuk apapun harus memotivasi diri untuk mengungkap sampai akarnya, sampai ke ladang ganja, yakin pasti bisa,” pungkas Kompol Rosana Albertina Labobar.

(dis/beritasampit.co.id)