Anggota DPR RI Cantik Ini Ingin Perempuan Dayak Berkiprah di Kancah Politik Nasional  

IST/BERITA SAMPIT - Anggota DPR RI Komisi III Ary Egahni Ben Bahat, S.H., M.H saat memberikan materi kiprah perempuan Dayak dalam Kancah Politik Nasional di acara Sekolah Kader Lewu Harati.

PALANGKA RAYA – Masyarakat sering memandang perempuan lebih melihat pada fisiknya yang kemudian berpengaruh pada kedudukannya di tengah masyarakat. Dari kedudukan tersebut terakumulasi pada status perempuan yang dalam budaya patriarki menempatkannya sebagai makhluk manusia kedua.

Namun berkaitan dengan perkembangan zaman, masyarakat sekarang membutuhkan peran perempuan dalam segala aspek, pendidikan, sosial ekonomi, hukum, politik, dan lain-lain. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tuntutan bangsa-bangsa atas nama masyarakat global, bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan bagaimana bangsa tersebut peduli dan memberi akses yang luas bagi perempuan untuk beraktifitas di ranah publik.

Terkait hal tersebut Anggota DPR RI Komisi III Ary Egahni Ben Bahat, S.H.,M.H mengungkapkan bahwa, memang masyarakat Dayak sampai saat ini masih ada yang menganut budaya patriarki, namun perkembangan zaman cukup banyak merubah pola pikir ini.

Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya perempuan Dayak yang dapat bersekolah setinggi-tingginya dan seluas-luasnya, sehingga dapat berkarir di dalam banyak bidang, termasuk dalam ranah Politik di Indonesia.

“Politik adalah jalan dedikasi dalam memperjuangkan tujuan kehidupan yang mulia, terciptanya masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat dan hak perempuan merupakan bagian penting dari penegakan HAM, mengingat hak perempuan merupakan bagian dari hak asasi manusia,” terang Ary Egahni saat memberikan materi di Sekolah Kader Lewu Harati melalui virtual, Sabtu 20 Maret 2021.

Lebih lanjut menurutnya, persoalan hak-hak perempuan telah diatur dalam regulasi di Indonesia, terlebih yang terkait dengan hak-hak perempuan dalam keikutsertaannya berkiprah dalam ranah politik. Hal tersebut dapat dijumpai dalam Undang-undang. Undang-undang Pemilu Nomor 12 Tahun 2004 telah mengisyaratkan adanya alokasi minimum sebesar 30% kepada perempuan untuk duduk di lembaga legislatif.

BACA JUGA:   Kalteng Ramadan Festival 1445 Hijriah Resmi Ditutup

“Bagaimana jika perempuan tidak bergabung dalam bagian perpolitikan di Indonesia?. Jelas tidak ada yang memperjuangkan dan memenuhi hak-hak perempuan, saat ini anggapan bahwa kondisi perempuan di Indonesia sangatlah tidak seimbang dalam hal pemenuhan aspirasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia,” tuturnya.

Hal ini tentunya lanjut Ary, berbanding terbalik dengan jumlah laki-laki yang duduk di kursi parlemen untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah publik, yang mana tentunya mereka kurang peka terhadap kondisi dari perempuan Indonesia tersebut yang sebenarnya amat krusial.

“Perempuan Dayak dari 6 kursi Parlemen Dapil Kalteng pada pemilu legislatif tahun 2019 yang lalu menempatkan perempuan sebagai anggota legislatif hanya sejumlah 20,8%, yang belum memenuhi kuota minimal representasi perempuan di parlemen. Bagaimana perempuan menyikapi realitas ini?. Saat ini pun hanya ada satu keterwakilan,” ujarnya.

Legislatif dari Fraksi Partai Nasdem ini menjelaskan bahwa, kendala bagi perempuan dalam dunia politik, adanya anggapan di kalangan perempuan bahwa politik itu penuh kekerasan, sehingga dipandang sebagai dunianya laki-laki, dan perempuan enggan berkecimpung di dalamnya.

BACA JUGA:   Banggar DPR RI: Ramadan Jadi Katalisator Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Banyak perempuan tidak senang berorganisasi dan kurang memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya, bahkan perempuan sendiri kadang menenggelamkan dirinya dalam dunia domestik saja, seperti sibuk dalam tugas-tugas rumah tangga. Perempuan sering kurang percaya diri, sehingga tidak siap mental dan psikologis untuk memasuki dan melaksanakan fungsi-fungsi jabatan sebagai perumus kebijakan maupun pengambil keputusan.

“Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan peran perempuan dalam politik?, perempuan harus sadar akan kemampuannya, bertekad untuk memiliki pendidikan yang tinggi, berani menciptakan sesuatu, mampu menjadi produktif, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas diri, visi dan misi dalam kehidupan pribadi maupun dalam arti luas,” katanya.

Menurut dia perjuangan perempuan adalah perjuangan yang harus ditolong dan didukung oleh perempuan-perempuan yang ada di Indonesia, saat ini  perempuan harus bangkit dan sadar akan pentingnya keterlibatannya dalam mengambil suatu kebijakan.

Peran perempuan dalam sistem politik Indonesia sudah ada sejak penjajahan Belanda, dimana mereka berjuang dan berpartisipasi melalui organisasi gerakan-gerakan perempuan telah diakui haknya dalam politik, baik hak pilih dalam pemilihan umum.

“Namun jumlah perempuan dalam partisipasi politik masih kurang ini disebabkan perempuan mengalami tiga rintangan sosial utama untuk menjadi pelaku politik sumber daya yang diperlukan memasuki politik lebih lemah, bermacam-macam gaya hidup mengakibatkan perempuan mempunyai sedikit waktu untuk politik, tugas politik dikategorikan sebagai tugas laki-laki, yang menghalangi kaum perempuan mengejar karier politik,” jelas Ary. (M.Slh/beritasampit.co.id).