Hendrajit: Penyakit Politik Bangsa Ini Karena Lemahnya Sistem Ketatanegaraan

Pengamat Geopolitik, Hendrajit usai diskusi dialektika demokrasi di media center Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (25/3/2021).(foto: beritasampit.co.id/Adista Pattisahusiwa).

JAKARTA– Pengamat Geopolitik, Hendrajit mengatakan penyebab penyakit politik yang menghambat konsolidasi demokrasi dan hukum berkeadilan di bangsa Indonesia bukan karena kelemahan sistem di pemerintahan maupun legislatif. Tapi hulu penyebabnya adalah kelemahan sistem kenegaraan itu sendiri.

Hendrajit menyampaikan hal itu saat diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk “Konsolidasi Demokrasi dan Hukum yang Berkeadilan”, di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Menurut Hendrajit, kelemahan sistem kenegaraan penyebabnya ada tiga poin. Pertama, yakni sistem politik yang koruptif di semua tingkatan, baik pusat, daerah, eksekutif, legislatif bahkan pelaksana yudikatif.

BACA JUGA:   Gerindra Usulkan Menteri dari Kalimantan Tengah

“Kalau kita bicara sistem politik yang koruptif, itu bukan sekedar seperti yang di KPK sekarang, gratifikasi, suap, OTT. Yang lebih fundamental itu adalah mindset di aktor politik itu, baik di eksekutif maupun legislatif dibangun pandangan bahwa dia kalau melegokan hak sewa kekuasaannya atau jabatannya itu hal yang wajar dan alami, itu mindset yang dibangun,” kata hendrajit.

Penyebab yang kedua, lanjut dia, adalah produk hukum dan perundang-undangan. Kalau tidak pro korporasi kapitalis, dia Pro konglomerasi lokal.

“Nah itu bisa dijabarkan nanti di undang-undang migas, undang-undang listrik dan macam-macam,” tandas Direktur Global Future Institute itu.

BACA JUGA:   Jakarta Tetap Menjadi Daerah Khusus Meski RI Sudah Pindah Ibukota

Dan yang ketiga, bebernya, yakni terkait kearifan lokal yang tidak menjadi tuntunan dan sekaligus menjadi pedoman dalam menghadapi globalisasi dan modernisasi yang mana di balik itu ada pendompleng yakni kepentingan kapitalisme berbasis korporasi.

“Di mana globalisasi dan modernisasi itu jadi tema, tapi dibalik itu adalah hajatan dari korporasi itu. Padahal kearifan lokal itu yang bersenyawa dengan agama dan nilai-nilai kedaerahan itu harusnya menjadi alas dari kontrak skema menghadapi itu,” pungkas Hendrajit.

(dis/beritasampit.co.id)