Kutuk Teror Tempat Ibadah, HNW Desak RUU Perlindungan Tokoh Agama Segera Disahkan

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (dok MPR for beritasampit.co.id)

JAKARTA– Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) desak agar Rancangan Undang-undang Perlindungan Tokoh Agama segera disahkan.

Hidayat mengatakan hal itu pasca-bom bunuh diri di tempat ibadah Makassar Sulawesi Selatan, Minggu (28/3).

“Ini penting, sebab salah satu tujuan dibentuknya RUU ini untuk melindungi rumah-rumah ibadah dari seluruh agama yang diakui di Indonesia,” ujar Hidayat, Senin, (28/3/2021).

Hidayat menegaskan bahwa aksi pengeboman tersebut merupakan rangkaian teror terhadap rumah ibadah yang terus berlangsung dalam dua tahun terakhir.

Sebelumnya terjadi vandalisme dan penyerangan terhadap masjid dan jemaahnya di Dago (Bandung), Tangerang, Padang, Pondok Labu (Jakarta Selatan) dan lain sebagainya.

Ditambah lagi penganiayaan terhadap Imam dan juru dakwah di dalam Masjid, seperti yang dialami oleh Imam Masjid di Pekanbaru, di Depok, di Temanggung, Muadzin di Garut dan penusukan terhadap Syeikh Ali Jaber di Masjid Falahuddin Bandar Lampung.

Selain mengutuk keras, Hidayat juga merasa prihatin sebab aksi-aksi itu terjadi di negeri Pancasila yang menjadikan kebebasan beragama dan melaksanakan ajaran agama menjadi bagian dari HAM yang diakui serta dilindungi oleh UUD NRI 1945.

“Seharusnya pemerintah menghadirkan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat untuk mempraktekkan HAM-nya dengan bebas beribadah dan menjalankan ajaran agamanya,” ujar Hidayat.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Dorong Percepatan Pengembangan Kendaraan Listrik di Tanah Air

Selain itu, HNW juga mempertanyakan lembaga-lembaga, seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang seharusnya berperan mencegah dan menghalangi agar kejadian-kejadian tersebut tidak terjadi berulang kali.

“Besaran anggaran untuk BIN dan BNPT terus meningkat, tapi teror terhadap rumah ibadah masih terus terjadi,” ujarnya.

Kata HNW, ketika kasus terjadi perlu juga menghadirkan opini dan penegakan hukum yang adil. Sebab, selalu saja kalau serangan itu dilakukan terhadap rumah ibadah Masjid, maka tidak dikaitkan dengan serangan terorisme, seringkali pelakunya malah disebut mengalami gangguan jiwa sehingga proses hukumnya tidak jelas.

“Tapi, kalau yang diserang adalah rumah ibadah selain Masjid/musholla maka cepat sekali opini digiring, dibentuk dan dikaitkan dengan terorisme,” imbuhnya.

Politikus PKS itu berujar ketidakadilan seperti ini harusnya juga dikoreksi. Agar semua bentuk kejahatan terhadap simbol-simbol dan tokoh-tokoh agama bisa dicegah dan dikoreksi secara bersama-sama.

Karena hakekatnya, semua agama dan umat beragama menjadi korban dari tindak kejahatan terorisme. Aksi terror yang dilakukan para teroris, sesungguhnya malah sedang melanggar ajaran agama, karena tidak ada agama yang mengajarkan untuk melakukan teror, apalagi merusak rumah ibadah,” tukasnya.

BACA JUGA:   Lifting Migas Terus Menurun, Maman Golkar: PHE Belum Mampu Berkontribusi Terhadap Negara

HNW menuturkan bahwa kejahatan terhadap rumah ibadah membuktikan semakin perlu dan pentingnya segera dihadirkan instrument hukum yang khusus (lex specialis).

Untuk itu, HNW mendesak agar RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang sudah disepakati oleh DPR dan Pemerintah sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas Tahun 2021, untuk segera dibahas dan disahkan.

Dia mengatakan itu semua merupakan salah satu bentuk ketaatan negara dalam menjalankan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam konstitusi serta menjamin HAM terkait kebebasan beragama dan melaksanakan ajaran agama yang sangat jelas disebutkan dalam Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1) serta Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945.

HNW yang juga anggota Komisi VIII DPR yang membidangi urusan keagamaan ini mengajak masyarakat beragama di Indonesia untuk makin waspada dan tidak terprovokasi dengan agenda yang menjurus kepada upaya adu domba antar umat beragama, serta agenda menjadikan agama dan umat beragama sebagai penyebar teror.

“Kedua agenda itu biasanya dilakukan oleh kelompok anti agama atau kelompok komunis, ideologi yang dilarang di negara Pancasila,” pungkas Hidayat Nur Wahid.

(dis/beritasampit.co.id)