Kapolri Listyo Sigit Cabut Surat Telegram Larangan Media Tampilkan Arogansi Anggota Polisi

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (dok Istimewa)

JAKARTA– Polri sebelumnya mengeluarkan Surat Telegram (ST) yang isinya melarang media untuk menayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan kepolisian.

Namun setelah mendapat masukan dan kritik dari publik, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun akhirnya mencabut aturan tersebut.

Pencabutan ini termuat dalam Surat Telegram Nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021. Surat tersebut dikeluarkan pada hari ini, Selasa, 6 April 2021, dan ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono.

“Disampaikan bahwa ST Kapolri sebagaimana red nomor empat di atas dinyatakan dicabut atau dibatalkan,” demikian bunyi surat telegram tersebut.

Divisi Humas Polri juga dalam hal ini menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya, jika terjadi miskomunikasi dan membuat ketidaknyamanan bagi kalangan media massa tanah Air.

BACA JUGA:   Ribuan Desa Belum Teraliri Listrik, Mukhtarudin: 79 Tahun Merdeka, Rakyat Masih Hidup Dalam Kegelapan

Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram terkait ketentuan peliputan media massa mengenai tindak pidana atau kejahatan kekerasan.

Adapun 11 poin dalam surat telegram tersebut yakni;

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;

6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;

BACA JUGA:   Harus Ada Perencanaan Matang Generasi Muda Menghadapi Era Bonus Demografi

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;

11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

(dis/beritasampit.co.id)