Penghapusan P4 dan BP7 Menyebabkan Suburnya Gerakan Anti-Pancasila

Dialog Empat Pilar, MPR di Media Center Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/4/2021). (foto: beritasampit.co.id/Adista Pattisahusiwa)

JAKARTA– Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyampaikan bahwa aksi radikalisme dan bom bunuh diri yang melibatkan generasi millenial, terjadi paska dibubarkannya Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dan hilangnya materi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dari kalangan Pelajar, mahasiswa dan aparatur negara.

Ahmad Basarah mengatakan hal itu dalam dialog Empat Pilar, MPR di Media Center Komplek Parlemen Jakarta, Senin (26/4/2021).

Tema yang dibahas dalam dialog tersebut adalah ‘Menangkal Penyusupan Paham Ekstrimisme, Dikalangan Anak Muda’.

Selain Basarah, dialog tersebut juga menghadirkan narasumber Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.

Jadi, menurut Basarah, sejak BP7 dibubarkan, tidak ada lagi lembaga yang berkewajiban mensosialisasikan dasar dan ideologi negara. Dan sejak P4 ditiadakan, tidak ada lagi pelajaran mengenai dasar dan ideologi negara kepada pelajar, mahasiswa dan aparatur negara.

“Akibatnya, generasi millenial mencari-cari ideologi dan dasar negara yang dipakai di negara lain, meski belum tentu sesuai dengan Indonesia,” tegas Basarah.

Politisi PDI Perjuangan itu bilang kondisi saat ini semakin rumit, karena generasi muda lebih percaya kepada media sosial, daripada media massa konvensional.

BACA JUGA:   Legislator Golkar: Mari Perkuat Ikatan Kebangsaan Pasca Pemilu 2024

Terbukti tingkat kepercayaan masyarakat kepada medsos mencapai 20,3%. Angka ini lebih besar daripada kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang dikeluarkan secara resmi oleh website lembaga pemerintah hanya 15,3%.

“Harus diakui, negara pernah abai terhadap pentingnya sosialisasi dasar dan ideologi negara. Dianggapnya sila-sila dalam Pancasila, itu bisa diartikan sesuai rezim pemerintahan yang berkuasa. Sehingga saat penguasanya berganti, Pancasilanya pun harus berganti. Lantas bagaimana anak-anak muda akan memahami Pancasila, kalau disosialisasikan pun tidak pernah,” ungkap Basarah.

Menurut Basarah, anak muda gampang dipengaruhi untuk melancarkan gerakan Radikalisme dan aksi bom bunuh diri, karena umumnya mereka memiliki jiwa militan yang sangat kuat.

“Kepada anak-anak muda itu ditanamkan keyakinan bahwa semua yang dari barat adalah kafir dan thogut, termasuk masalah demokrasi dan Pancasila. Akibatnya banyak anak muda yang terpengaruh dan larut dalam aksi radikalisme,” pungkas Ahmad Basarah.

Sementara itu, sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, dulu aksi ekstrimisme didorong oleh faktor ekonomi dan kesejahteraan. Tetapi kini, alasan tersebut sudah bergeser menjadi persoalan ideologi, demokrasi dan politik.

Abdul Mu’ti bilang keterlibatan generasi millenial dalam aksi ekstrimisme karena pada usia muda mereka tengah mencari identitas dan jatidiri. Kalau tidak dapat bimbingan yang benar, niscaya mereka mudah terbawa arus yang mempengaruhinya.

BACA JUGA:   Komisi VII DPR RI Desak Dirut PHE Bekerja Maksimal Tingkatkan lifting Migas Nasional

“Ada kekosongan jiwa, sehingga gampang dipengaruhi, termasuk untuk menjadi pelaku bom bunuh diri. Juga kurangnya pengetahuan, dan teladan yang bisa mereka temukan. Mengapa gerakan anti Pancasila makin banyak karena mereka tidak melihat dengan Pancasila Indonesia makin baik dan makmur. Karena itu muncul keinginan mencari ideologi baru, apalagi di luar memang ada ideologi yang membuat suatu negara maju,” ujar Abdul Mu’ti.

Keterlibatan generasi muda dalam aksi ekstrimisme, menurut Abdul Mu’ti juga dipengaruhi minimnya ruang terbuka yang bisa menjadikan mereka bebas berekspresi dengan leluasa.

Termasuk, lanjut dia, bersosialisasi dan menyalurkan bakat serta hobinya. Dan itu butuh peran serta kehadiran negara secara lebih besar lagi.

“Harus ada evaluasi sejauh mana keberhasilan kita mengantisipasi ekstrimisme. Yang pasti, penanganan ekstrimisme harus menjadi kebutuhan bersama atau semesta partisipatif. Bukan hanya BNPT atau Densus, tapi bersama sama, termasuk menggabungkan partisipasi yang berbeda beda,” pungkas Abdul Mu’ti.

(dis/beritasampit.co.id)