Kapan Orang Kalteng jadi Menteri?

Mawardin

Oleh : Mawardin

Akhirnya Istana mengocok ulang kabinet dan mengangkat kepala badan yang baru. Pada tanggal 28 April 2021, Presiden Jokowi melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan-Riset Teknologi, Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi, Laksana Tri Handoko menjadi Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Sebagaimana diketahui, pemerintah dan DPR bersepakat untuk melebur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) serta pembentukan Kementerian Investasi.

Berbicara mengenai menteri, kerap terdengar asa putra dan putri daerah tertentu untuk diangkat sebagai anggota kabinet. Mobilitas struktural ke tangga Istana harus diakui menjadi salah satu sumber kebanggaan etnis atau daerah asal menteri.

Ketika melakukan penelitian di Kalimantan Tengah (Kalteng) tahun lalu, saya menjumpai sejumlah tokoh muda Kalteng. Mereka ‘curhat’ bahwa sepanjang perjalanan republik, belum ada orang Kalteng yang menjadi menteri. Barulah figur seperti Alue Dohong masuk kabinet Jokowi-Makruf Amin, tapi sebatas jabatan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kalau memotret figur kredibel asal Kalteng, ada beberapa orang yang cocok jadi menteri. Tentu saja semua daerah dan provinsi di seluruh Indonesia punya Sumber Daya Manusia (SDM) ke arah itu. Namun demikian, soal kredibilitas dan kapasitas itu tak cukup, mesti ditopang dengan aspek-aspek lain berkaitan dengan pertimbangan multi-faktorial.

Dalam perjalanan sejarahnya, Kalteng sempat melahirkan sosok Tjilik Riwut – mantan Gubernur Kalimantan Tengah & Pahlawan Nasional. Di era sekarang ini, terdapat sosok popular seperti Agustin Teras Narang (pengacara yang pernah menjadi anggota Komisi II DPR RI dari PDI-P, mantan Gubernur Kalteng yang kini menjabat sebagai anggota DPD RI). Juga Sugianto Sabran, Gubernur Kalteng dua periode yang sedang naik daun.

Dalam konteks regional Kalimantan, provinsi Kalteng (termasuk Kaltim dan Kaltara) masih belum seberuntung Kalimantan Selatan (Kalsel) maupun Kalimantan Barat (Kalbar). Dari Kalsel ada nama-nama PM Noor (Menteri PU dan Tenaga Listrik Kabinet Ali Sastroamidjojo II), Saadillah Mursjid (Menteri Sekretaris Negara Era Soeharto), Djohan Effendi (Menseskab Era Presiden Gus Dur), Syamsul Mu’arif (Menkominfo Era Presiden Megawati), Taufiq Effendi (MenPAN dan Reformasi Birokrasi Era SBY), GM Hatta (Menteri LH dan Menristek Era Presiden SBY).

BACA JUGA:   Baru Dua Bulan Bertugas, Jumlah Kegiatan Kapolres Kobar AKBP Yusfandi Usman Mencapai Record Tertinggi

Adapun Kalbar terdapat sosok Hamzah Haz (Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada masa Presiden Habibie, Menkokesra pada masa Presiden Gus Dur, hingga Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-9).

Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah, Sabran Ahmad, menyatakan agar pemerintah pusat melibatkan orang Dayak dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Selama sembilan tahun terakhir, kata Sabran, orang Dayak tidak pernah dilibatkan untuk membantu tugas presiden. “Tapi kami tetap membina persatuan dan kesatuan NKRI,” ucap Sabran (Tempo.co, Sabtu, 12 Desember 2015).

Sebagai gambaran, Kalteng adalah provinsi dengan jumlah 13 kabupaten dan 1 kota. Tiga etnis dominan di Kalimantan Tengah yaitu etnis Dayak, Jawa dan Banjar. Kawasan utama etnis Dayak yaitu daerah hulu dan pedalaman, Kawasan utama etnis Jawa yaitu daerah transmigrasi dan kawasan utama etnis Banjar yaitu daerah pesisir dan perkotaan.

Pada Pilpres 2019, masyarakat Kalimantan turut berkontribusi pada kemenangan Jokowi dengan basis massa tersebar dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara. Jokowi hanya kalah di Kalimantan Selatan. Meski begitu, figur-figur yang mengisi kabinet tentu hak prerogatif Presiden Jokowi.

Pilihan mengagkat menteri, lazimnya tak hanya menakar aspek profesional, tapi juga perwakilan parpol pendukung capres-cawapres terpilih. Bahkan mantan rival pilpres 2019 mendapat jatah menteri atas nama “rekonsiliasi” dan akomodasi politik. Variabel dalam pengangkatan menteri juga merefleksikan pertimbangan komposisi agama, etnisitas dan kewilayahan, gender dan afiliasi organisasi kemasyarakatan.

Oleh sebab itu, masyarakat Kalteng harus memperkuat kolektivisme, berorientasi ‘power’ dalam pengertian yang positif. Selanjutnya segenap pemangku kepentingan mengokohkan kolaborasi, sinergi dan kerja sama baik lokal maupun nasional. Sehingga jejaring kolektif yang kuat menjadi instrumen untuk mengorbitkan tokoh Kalteng di kancah nasional.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Saat yang sama, penguatan kapabilitas, branding simbol yang atraktif serta membangun tradisi diaspora. Bagi aktor-aktor pemimpin asal Kalteng, yang utama adalah mewariskan legacy yang luar biasa agar menjadi modal yang siginifikan guna menaiki jenjang pengabdian pada level berikutnya.

Terlepas dari soal orientasi struktural kementerian, Kalteng yang dijuluki Bumi Pancasila itu memiliki keunikan tersendiri secara sosio-kultural, sebagaimana tercermin dalam kearifan lokal masyarakat Kalteng yakni Huma Betang (rumah besar). Huma Betang termasuk rumah tradisional khas suku Dayak yang digunakan sebagai tempat bermusyawarah, mufakat dan pertemuan damai.

Huma betang menjadi ciri khas, simbol dan esensi kebudayaan yang menjunjung tinggi kekeluargaan, kejujuran, kesetiaan dan kebersamaan. Itulah kekayaan tradisi Kalteng yang dapat memperkaya mozaik keindonesiaan yang plural.

Kini, Bumi Tambun Bungai itu terus melangkah dalam gegap gempita pembangunan dengan semboyan: Kalteng Makin Berkah (bermartabat, elok, religius, kuat, amanah, harmonis). Visi itu terletak pada upaya agar Kalteng makin unggul, berdaya saing tinggi, dan memiliki reputasi cemerlang. Tak hanya bermartabat, tapi juga elok secara tata ruang kewilayahan serta berorientasi Green Kalteng (Kalteng Hijau).

Dalam aspek religius, pemimpin dan warga mentransformasikan ajaran agama dalam kehidupan individu maupun publik demi Kalteng berkarakter. Selain itu, kuat secara ekonomi, sektor pendidikan dan kesehatan yang memadai, peningkatan SDM yang amanah dan penuh dedikasi. Yang lebih penting lagi adalah harmonis, hidup rukun antar sesama warga yang berlatar belakang majemuk.

Kalau visi di atas terwujud, maka bukan sesuatu yang mustahil, putra putri Kalteng di masa mendatang terbuka jalan yang luas untuk terus mewarnai perjalanan republik ini, bersama segenap komponen bangsa lainnya di Indonesia. Menjadi menteri hanyalah salah satu wahana pengabdian. Masih banyak ruang lain bagi siapa pun yang ingin mengabdi di negeri tercinta ini.

Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata.

Penulis adalah Peneliti Charta Politika Indonesia