Gugatan Warga Soal Kawasan Hutan Kepada PT MML Tidak Sah, Penggugat Dihukum

IST/BERITA SAMPIT - Ilustrasi kerusakan hutan dan lingkungan.

NANGA BULIK – Pada Kamis, 22 April 2021 Hakim Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau telah membacakan penetapan/putusan terkait keabsahan pengajuan gugatan perwakilan kelompok yang dilakukan oleh penggugat yakni 10 warga Nanga Bulik terhadap para tergugat PT MML.

Presiden dan BPN maupun Majelis Hakim berkesimpulan, gugatan tersebut belum memenuhi kriteria gugatan secara perwakilan kelompok. “Menyatakan gugatan perwakilan kelompok (Class Action) yang diajukan oleh para penggugat tidak sah,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Wisnu Kristiyanto, melalui rilis yang diterima, Minggu 9 Mei 2021.

Dalam putusannya, Hakim juga memerintahkan pemeriksaan perkara perdata gugatan perwakilan kelompok (Class Action) Nomor 6/Pdt.G/LH/2021/PN Ngb ini dihentikan, serta menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sejumlah Rp. 818.000,00.

Sidang Class Action ini memang berbeda dengan sidang gugatan pada umumnya. Sebelumnya, setelah memeriksa kehadiran para pihak, Hakim telah menjelaskan langkah-langkah dalam memeriksa gugatan perwakilan.

Kemudian dilanjutkan dengan pembuktian sederhana pihak penggugat dan tanggapan pihak tergugat atas gugatan dan pembuktian sederhana tersebut yang diserahkan secara tertulis. Kemudian Hakim bermusyawarah dalam mengambil penetapan/putusan terkait keabsahan pengajuan gugatan secara perwakilan kelompok.

Sementara, mewakili penggugat, Kuasa Hukumnya, Bambang, SH menyatakan akan banding atas putusan tersebut.

Seperti diketahui, 10 orang warga Nanga Bulik telah menggugat PT. MML, Presiden RI cq Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta BPN. Kesepuluh penggugat tersebut adalah Andri, M. Jainudin, Arie Pratama, M. Taufik, Mardino MH, Gusti Johansyah, Tarmiji Putra, Margaria, Ferry Noorliansyah dan M. Harry Adhiyatmo.

Para penggugat menyatakan bahwa akibat perbuatan tergugat, telah menyebabkan mata pencaharian masyarakat adat Kelurahan Nanga Bulik dan Desa Kujan yang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan di kawasan hutan yang dijadikan lahan kelapa sawit oleh tergugat menjadi terganggu.

Sehingga kerugian materil yang dialami sebesar Rp 49. 808.400.000, dan kerugian materi sebesar Rp 24. 904.200.000, dan akibat perbuatan tergugat yang telah menyebabkan kerusakan fungsi hutan seluas 1.660,28 Hektar, maka untuk mengembalikan fungsi hutan tersebut menjadi seperti sediakala diperlukan biaya untuk kegiatan rehabilitasi lahan, pengembalian lapisan tanah (sub soil dan top soil), penanaman jenis endemik, pemeliharaan, penjarangan, pembebasan, pengayaan jenis flora dan fauna, pemupukan, pemberian bahan organik, pengapuran, dan inokulasi mikroba selama 50 tahun ke depan sebesar Rp 250.000.000.000.

Sementara dalam persidangan Hakim menjelaskan, gugatan para penggugat tidak dapat diterima karena setelah mencermati pembuktian sederhana para penggugat, bukti tersebut bisa diajukan apabila masalah sengketa lahan, tetapi gugatan yang diajukan adalah terkait pengerusakan hutan/lingkungan yang merugikan masyarakat Nanga Bulik.

Sehingga menurut Majelis Hakim, bukti tersebut belum dapat menjelaskan secara rinci kelompok mana yang sebenarnya diwakili oleh para penggugat dan tidak dapat menjelaskan tentang kesamaan fakta/peristiwa/dasar hukum.

Gugatan tersebut juga tidak menjelaskan secara rinci dari mana penghitungan nilai kerugian yang dialami para penggugat dan bagaimana mekanisme pendistribusian ganti rugi.

Menariknya, meski lokasi berada di Desa Kujan, tidak satupun penggugat yang merupakan warga Kujan, karena semua adalah warga Nanga Bulik. (Andre/beritasampit.co.id).