Pro dan Kontra Kenaikan Sumbangan Pengembangan Institusi di UPR

Yariyanto Zendrato

Oleh : Yariyanto Zendrato

Akhir-akhir ini Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah mengalami dinamika situasi polemik kenaikan SPI/IPI yang bersamaan dengan upaya pemulihan ekonomi dan situasi krisis dimasa pandemi.

Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) adalah iuran yang dikenakan kepada mahasiswa/orangtua mahasiswa/wali mahasiswa Jalur Mandiri dengan besaran yang telah ditetapkan Rektor Universitas Palangka Raya.

Jika melihat dari dasar ketentuan yang berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012  tentang  Pendidikan  Tinggi,  Perguruan  Tinggi  atau penyelenggara  Perguruan  Tinggi  menerima  pembayaran yang  ikut ditanggung  oleh  mahasiswa  untuk  membiayai  studinya sesuai  dengan kemampuan  mahasiswa,  orang  tua  mahasiswa,  atau  pihak  yang membiayainya.

Serta keputusan ini sebenarnya bertujuan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan di lingkungan Universitas Palangka Raya, dan menunjang penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi, diperlukan pembayaran berupa Iuran/Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Tes Masuk Jalur Penerimaan Seleksi Lainnya (Mandiri).

Kemudian kembali megutip dasar hukum yang mengacu pada Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi Negeri, jalur penerimaan mahasiswa baru program sarjana, yang dilakukan melalui seleksi lainnya (mandiri) dilakukan berdasarkan seleksi dan tata cara yang ditetapkan oleh masing-masing Pemimpin Perguruan Tinggi, yang dalam hal ini Rektor Universitas Palangka Raya, mencakup pula penentuan besaran SPI calon mahasiswa.

Hingga pada Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan yang mengacu pada Pasal 10 Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Perguruan Tinggi Negeri dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa program diploma dan program sarjana bagi mahasiswa yang masuk melalui seleksi mandiri.

Hingga hal ini perlu dipahami bersama lagi tentunya teman-teman Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Palangka Raya, Bahwa berdasarkan keputusan yang diberikan pihak Universitas bukan semata-mata tak berlandaskan peraturan dan keputusan yang tidak fundamental.

Kemudian, tentunya tentang SPI/IPI yang sedang menjadi perbincangan hangat dilingkungan kampus Universitas Palangka Raya menuai pro dan kontra dari berbagai elemen Keluarga Besar Universitas. Dimana, banyak yang menjawab bahwa dari kenaikan SPI ini bagus untuk memadai pemeliharaan fasilitas seperti laboratorium yang masih kurang dan pembangunan gedung di kampus Universitas Palangka Raya.

Tanggapan para Mahasiswa sebaliknya juga banyak menolak keras dan tegas terhadap kebijakan kenaikan SPI/IPI yang memang dirasa sangat membebankan. Apalagi SPI tahun ini dianggap benar-benar menyulitkan mahasiswa dari segi perekonomian, terlebih dalam kondisi pandemi dan kesulitan mencari penghasilan dirasa cukup memberatkan para orang tua terlebih untuk mahasiswa yang merantau.

Para mahasiswa menegaskan kebijakan Universitas sebaiknya ditarik dan dikaji ulang, karena dijelaskan bahwa tidak semua mahasiswa yang masuk jalur mandiri adalah berasal dari keluarga kelas menengah keatas atau orang berada.

Dimasa pandemi ini saja, jangankan untuk membayar SPI/IPI yang luar biasa dianggap besar, untuk sekedar bayar UKT saja orang tua mulai banyak yang kesulitan. “Ujar dan harapan teman-teman mahasiswa”.

Kebijakan kenaikan SPI/IPI ini jika diulas kebelakang kembali, kemarin inisiatif mahasiswa dalam penurunan UKT saja di masa pandemi begitu banyak yang menginginkan dan antusias dari seluruh mahasiswa untuk penurunan. Sehingga sudah wajar lagi kebijakan ini sangat ditentang sebagian besar teman-teman mahasiswa, dimana kebijakan Universitas sendiri dalam menaikan Iuran Pengembangan institusi, malah menuai banyak pro dan kontra yang sangat keras dan berbenturan.

Dianggap efisien atau solusi melawan pandemi yang diambil pihak Universitas sangat tidak normal jika Rektorat mengambil kebijakan seperti itu.Dikatakan, Seharusnya suatu kebijakan rektorat harus memahami kondisi Indonesia yang sedang mengalami pandemi dimana perekonomian sedang menurun drastis, orang tua yang anaknya ingin kuliah mendaftar jalur mandiri serasa seperti dibelenggu dalam iuran pengembangan institusi ini.

Memang Kebijakan ini dianggap masih kurang transparansi kepada seluruh mahasiswa. Namun, inilah solusi yang ditawarkan pihak Universtas yang memang bertujuan kemajuan serta keberlangsungan sistem konstitusi dalam Perguruan Tinggi Negeri untuk terus meningkatkan sinergis dan bersaing dengan Perguruan Tinggi lain.

Kenyataannya betul terjadi krisis keuangan akibat dari masa pandemi covid ini, tetapi harusnya kita itu meminta untuk mengurangi nominal yang paling relevan.

Artinya solusi dari kebijakan kenaikan sumbangan pembangunan institusi bukan menolak secara terang-terangan dengan ketegasan tanpa pemahaman dan tujuan pihak Universitas, tetapi perlu dibahas kembali secara terbuka bersama berbagai pihak Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Palangka Raya untuk menemui kesepahaman yang tidak adal merasa dirugikan atau menentang. Kesimpulannya, semua bertujuan baik demi kesatuan dan kemajuan Keluarga Besar Universitas Palangka Raya tercinta.

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya