Industri Hilir Sawit Di Kotim Disarankan Dilakukan Secara Bertahap

Muhammad Gumarang, Pengamat Kebijakan Publik.//dok.pribadi;

Oleh : Muhammad Gumarang

Luas perkebunan besar swasta (PBS) di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), yakni 425.000 hektar inti plasma dan perkebunan murni milik masyarakat petani sekitar 24.400 hektar, merupakan perkebunan kelapa sawit terluas untuk tingkat kabupaten di seluruh indonesia.

Berdasarkan luasan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki daerah ini tentu sangat potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kotim dengan konsep berkelanjutan (sustainable) menjadikan industri hulu ke hilir.

Penulis berpendapat, apabila Pemkab Kotim ingin meningkatkan nilai tambah (value added) dan efek dominonya terhadap luasnya peluang usaha dan tenaga kerja maupun dampak kemajuan SDM, peradapan dan sosial lainya atau multiplayer efek, merupakan kesempatan dan peluang besar bagi Kotim melalui sektor perkebunan kelapa sawit yang merupakan tulang punggung ekonomi sangat layak.

Selama ini perkebunan kelapa sawit hanya memproduksi dan memperdagangkan 2 main product (produk utama) yaitu penyulingan (refinery), yakni Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).

Kemudian ada pula  by product (produk sampingan) seperti karnel, cangkang, bungkil dan lainnya.  Semua katagori berupa bahan setengah jadi bukan barang jadi (bukan industri hilir).

BACA JUGA:   Baru Dua Bulan Bertugas, Jumlah Kegiatan Kapolres Kobar AKBP Yusfandi Usman Mencapai Record Tertinggi

Produk tersebut harus ditingkatkan menjadi industri hilir (finish goods), seperti minyak goreng kemasan, sabun, samphoo, mentega, bio diesel dan lainnya, sehingga mengahasilkan value added dan multiplayer efeck terhadap ekonomi, sosial, SDM dan lainnya bagi masyarakat kotim.

Penulis menyarankan, untuk mewujudkan program tersebut pemerintah daerah dapat menerapkan kebijakan secara gradual (bertahap).

Setiap perusahan perkebunan kelapa sawit (PBS) yg memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) yang menghasilkan produk utama refinery cpo dan pko, 20% dari jumlah atau kapasitas produk utama (cpo dan pko) diperuntukan untuk industri hilir yang dimiliki oleh perusahaan yang sama atau perusahaan lain sebagai penerima jaminan bahan baku industri hilir 20% tersebut.

Tahapan 20% ini sebagai contoh saja dan selanjutnya melihat tren atau supply and demand terhadap produk industri hilir atau finish goods tersebut, maka tahun ketahun selanjutnya bisa saja ditingkatkan.

Begitu juga terhadap by product (produk sampingan). Bisa saja persentase tahapannya lebih besar untuk diproses menjadi barang jadi (finish goods) yang juga harus dibuat di daerah ini, baik dalam perusahaan yang sama atau satu PBS, bisa juga perusahaan lain yg mendapat jaminan bahan baku dari PBS tersebut.

BACA JUGA:   Berdiri Tahun 1961 dengan Modal Dasar Rp10 Juta, Bank Kalteng Sekarang Berhasil Menumbuhkan Aset Sampai Rp15,19 Triliun (Bagian 01)

Perkembangan peningkatan persentase dengan cara penilaiannya sama, melihat dari perkembangan pasar (supply and demand) hingga nanti akhirnya baik refinery cpo dan pko serta by product karnel, cangkang, bungkil dan lainnya akan 100% diproses menjadi barang jadi (finish goods) dalam program jangka panjang dan di produksi di Kabupaten Kotawaringin Timur.

Penulis meyakini, Kotim akan memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan absolut dalam perdagangan lokal, domistik, regional maupun international kedepannya dan dapat menciptakan peningkatan income perkapita masyarakat serta tingkat kemendirian ekonomi  kotim akan meningkat secara signifikan. Dengan demikian Kotim akan benar benar secara mutlak dan kokoh menjadi pintu gerbang ekonomi di Kalimantan Tengah nantinya.

(Penulis : Pengamat Kebijakan Publik)