Dianggap Mitos, Wujud Babirusa Akhirnya Terekam Kamera Jebak BKSDA

Istimewa - Wujud Babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa) dalam kondisi hidup yang fotonya berhasil didapatkan tim BKSDA Maluku menggunakan kamera jebak di kawasan Suaka Alam Masbait, Pulau Buru, Provinsi Maluku.//_ANTARA/handout-BKSDA Maluku;

AMBON – Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, untuk pertama kalinya dapat merekam wujud Babirusa Maluku dalam kondisi hidup dari kamera jebak yang dipasang di kawasan Suaka Alam Masbait, Pulau Buru, Provinsi Maluku.

“Ini pertama kali kita dapat dari beberapa kali survei yang kita lakukan. Survei babirusa ini hampir setiap tahun kita lakukan yang kita temukan sebelumnya hanya jejak, kemudian kotoran, kemudian dia punya tempat kubangan di habitatnya,” kata Kepala BKSDA Maluku Danny H Pattipeilohy kepada ANTARA di Ambon, Sabtu.

Danny menjelaskan spesies Babyrousa babyrussa tersebut sifatnya senang mengisolasi diri cukup jauh dan rata-rata ditemukan di dataran tinggi, sehingga warga setempat hampir tidak pernah melihatnya.

Informasi dari masyarakat setempat, babirusa dianggap sebagai mitos dan mereka yang melihatnya di hutan-hutan pada perbukitan dan pegunungan menganggap kemunculannya untuk menunjukkan jalan keluar bagi orang yang tersesat di sana.

“Bagi masyarakat setempat Babirusa dianggap mitos, karena warga di sana banyak yang tidak pernah melihat langsung babirusa,” katanya.

Menurut Danny, Suaka Alam Masbait di Pulau Buru kondisi alamnya masih sangat baik dan banyak sumber makanan untuk satwa. Dirinya meyakini hal tersebut menjadi tanda baik bahwa Babirusa di kawasan itu bisa hidup dan berkembang biak dengan aman.

Meski begitu, BKSDA Maluku belum bisa memastikan jumlah populasi Babirusa di kawasan tersebut. Mereka masih dalam proses analisa dan butuh waktu yang cukup lama untuk mengetahui jumlah pasti populasi satwa tersebut.

“Perlu beberapa kali analisis pengambilan gambar dan video supaya kita bisa lakukan sensus per individu,” katanya.

Karena itu  foto yang didapat tersebut sangat penting karena merupakan bukti pertama penemuan atas survei intensif yang dilakukan sejak tahun 1995.

Survei di tahun 1995 belum pernah menemukan Babirusa secara langsung, kecuali jejaknya. Dengan adanya penemuan tengkorak satwa liar tersebut oleh seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalatmada, Pulau Buru, pada 1997 maka terkonfirmasi pulau tersebut sebagai salah satu habitat babirusa maluku.

Meski demikian, tidak adanya bukti pertemuan secara langsung, bahkan dalam survei intensif BKSDA Maluku di kawasan konservasi pada 2011-2013, membuat keberadaan Babirusa di Pulau Buru sering dianggap mitos, kata Danny.

BKSDA Maluku mendapat dukungan peralatan survei berupa 20 kamera jebak dan satu GPS dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (Ditjen KSDAE) melalui Project Enhancing the Protected Area System in Sulawesi forBiodiversity Conservation (EPASS) pada 2020. Baru di 2021, ia mengatakan upaya mereka untuk mendapatkan bukti keberadaan babirusa maluku membuahkan hasil.

Menurut Danny, dari 10 kamera jebak yang mereka pasang sejak April hingga Juni 2021 di tujuh lokasi di area lintasan satwa di kawasan konservasi di Pulau Buru berhasil mengabadikan keberadaan satwa liar tersebut.

“Selanjutnya akan direncanakan program kegiatan untuk konservasi Babirusa khususnya di Pulau Buru seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survei pakan habitat. Selain itu rencananya akan dilaksanakan juga survei monitoring dengan pasang kamera jebak di habitat babirusa lainnya, seperti di Pulau Mangoledan Pulau Taliabu, untuk pembuktian langsung keberadaan babirusa Maluku,” ujar Danny.

Istimewa – Foto wujud Babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa) dalam kondisi hidup yang berhasil didapatkan tim BKSDA Maluku menggunakan kamera jebak di kawasan Suaka Alam Masbait, Pulau Buru, Provinsi Maluku.//_ANTARA/handout-BKSDA Maluku;

Babirusa (Babyrousa spp.) merupakan satwa endemik Wallace. Region ini dihuni tiga jenis babirusa yaitu babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis) yang sebarannya berada di Pulau Sulawesi, babirusa togean (Babyrousa togeanensis) menyebar di beberapa pulau di Kepulauan Togean, serta babirusa maluku (Babyrousa babyrussa) yang sebarannya teridentifikasi meliputi Kepulauan Sula, yaitu Pulau Mangole, Taliabu, serta Buru.

Babyrousa spp. termasuk dalam Apendiks I CITES, artinya spesimennya dilarang untuk diperdagangkan baik dalam bentuk hidup dan atau mati dan atau bagian-bagian serta produk turunannya. Satwa liar tersebut juga termasuk dalam daftar IUCN Red List sebagai jenis-jenis yang terancam punah dengan kategori vulnerable.

Secara nasional, jenis babirusa tersebut termasuk dalam jenis dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya diubah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018, yang menegaskan bahwa jenis babirusa dilindungi oleh peraturan perundangan.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra Exploitasia menyampaikan apresiasi atas upaya dan kerja keras Tim Balai KSDA Maluku dalam upaya memperoleh bukti nyata keberadaan babirusa yang merupakan Satwa Prioritas Nasional yang dilindungi secara penuh sejak 1931.

Lebih lanjut lagi, Indra menyatakan dukungan sepenuhnya untuk upaya-upaya konservasi satwa jenis itu yang akan dilakukan oleh BKSDA Maluku ke depannya.

Selain rekaman foto Babirusa, kamera jebak yang dipasang oleh BKSDA Maluku ternyata juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain seperti gosong maluku (Eulopia wallacei), burung arika (Gallicrex cinerea), gosong kelam (Megaphodius freycinet buruensis), musang/rase (Viverra tangalunga), biawak (Varanus salvatori), rusa timor (Rusa timorensis), dan babi hutan sulawesi (Sus celebensis).

(Sumber : Antara)