Minta PPKM Tidak Diperpanjang, BHS Usul Pemerintah Kerahkan ASN se-Indonesia Sosialisasi Prokes Covid-19

Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS).

JAKARTA– Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) kembali menyoroti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.

Politisi Partai Gerindra ini mendesak pemerintah tidak kembali menerapkan PPKM. Salah satu alasannya, kondisi penularan Covid-19 semakin membaik setelah PPKM semakin dilonggarkan.

“Sebelum PPKM, pada saat 20 Juni, itu kondisinya sudah sama persis dengan jauh sebelum diberlakukannya PPKM. Dan malah sekarang ini lebih rendah daripada saat kita belum punya pikiran PPKM. Tapi kematiannya pada saat sebelum PPKM malah jauh lebih rendah. Ini bukti bahwa PPKM tidak perlu lagi diberlakukan,” ujar BHS, Selasa, (24/8/2021).

BHS menjelaskan saat diberlakukan PPKM Darurat yang levelnya lebih tinggi, angka penambahan kasus Covid-19 malah naik drastis hampir tiga kali lipat daripada sebelum PPKM, hingga 50 ribu kasus baru dg kematian sekitar 1.400 sedangkan sebelum PPKM jumlahnya 12.000 dengan kematian 371.

“Jadi untuk PPKM sementara tidak diperpanjang lagi karena rakyat sudah cukup menahan untuk tidak melakukan kegitan. Bila kita lihat dari data hasil PPKM mulai dari darurat sampai 4 level berikutnya, kita dapat melihat penurunan kasus baru karena diturunkannya level PPKM. Beber mantan anggota DPR RI 2014-2019 ini.

Menurut BHS, pemerintah perlu melakukan analisa dampak PPKM yang sudah banyak mengorbankan kondisi rakyat saat ini. Katanya, hingga kini masyarakat sudah mengeluarkan biaya yang demikian besar.

Dijelaskan BHS, PPKM Darurat dimulai 3 Juli 2021 lalu. Pada Saat itu ada penambahan kasus baru 27.913 dan angka kematiannya 493. Nah harusnya saat PPKM Darurat, angka Covid-19 menurun. “Tapi kenyatannya bukan menurun, malah menaik,” bebernya.

Pada 25 Juli 2021, kasus baru menjadi 38.679 dengan angka kematian tiga kali lipat, 1.266. Dan setelah PPKM dilonggarkan pada level 4, sampai 2 Agustus 2021, hasilnya malah membaik, 22.404 dengan angka kematian 1.568.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Minta Pertamina Pastikan Stok BBM Aman Selama Periode Lebaran 2024

Kemudian PPKM level berikutnya, pada 8 Agustus, malah terjadi menurun, yakni kasus barunya menjadi 17.384 dengan angka kematian 1.200. “Ini berarti apa? Semakin levelnya diturunkan PPKM ini, maka kasus baru semakin menurun. Harusnya ini perlu dianalisa oleh pemerintah,” ujar BHS.

Lalu pada 22 Agustus itu terjadi penurunan menjadi 12.408 dan kematian menurun menjadi 1.030. Nah pada 22 Agustus ini, kata BHS, kondisinya sama persis pada saat Pemerintah belum menunjuk koordinator palaksana PPKM yaitu sekitar tanggal 20 juni sebesar 13.737 dan kematian 371 pehari.
Karena itu, BHS pun menilai analisa terhadap hasil penerapan PPKM belum dilakukan secara maksimal. Tandas alumni ITS Surabaya ini.

BHS menambahkan, penerapan PPKM dengan analisa yang tidak akurat mengakibatkan begitu banyak kematian. Tidak hanya kematian manusia, namun yang paling membuat rakyat kesulitan, adalah kematian ekonomi.

Selain itu, BHS juga menyinggung soal vaksinasi yang dilakukan pemerintah dan hampir menyentuh 50 persen rakyat Indonesia. Namun kata BHS, pemerintah sendiri belum yakin terhadap kemampuan efikasi vaksin yg disiapkan pemerintah itu sendiri.

Terbukti pemerintah masih menggunakan hasil test PCR maupun antigen sebagai persyaratan masyarakat untuk melakukan kegiatan menggunakan fasilitas publik termasuk transportasi publik, mall dan layanan layanan publik disamping syarat vaksinasi yang dirangkap dengan antigen dan PCR di banyak kegiatan masyarakat.

Padahal di transportasi publik serta mall, dimana masyarakat sangat dibatasi dan membatasi interaksi serta ketatnya pengawasan penerapan protokol covid-19.

“Karena mereka sendiri juga tidak menginginkan tertular Covid. Dan diharapkan pemerintah mendorong masyarakat untuk mau menggunakan transportasi publik dengan kemudahannya, jangan malah dipersulit dengan persyaratan dan biaya biaya mahal. Sehingga apabila dipersulit maka masyarakat akan pindah ke transportasi pribadi dan ini malah akan sulit untuk dikendalikan,” imbuh BHS.

BACA JUGA:   Integrasi Tiktok Tokped Untungkan UMKM, Ini Kata Anggota Komisi VI DPR RI

BHS bilang persyaratan rangkap vaksinasi serta antigen dan PCR tidak terjadi di banyak negara di dunia. Tidak ada ditransportasi yg menggunakan persyarakat tes antigen atau PCR untuk transportasi publik domestik.

“Mereka hanya dicek temperatur saja, apalagi jika mereka sudah melaksanakan vaksinasi. Karena negara negara tersebut sangat yakin terhadap efikasi vaksinasi yg terbaik yg diberikan kepada warganya. Seperti halnya di negara Selandia Baru, Australia, China, Itali dan beberapa negara eropa lainnya,” pungkas Bambang Haryo Soekartono.

Untuk mengatasi penularan Covid-19 itu, BHS menyatakan, sebaiknya pemerintah lebih menggerakkan secara maksimal seluruh ASN nya, yang jumlahnya sekitar 4,5 juta serta TNI Polri yang jumlahnya 1,5 juta, untuk mensosialisasikan serta mengawasi kegiatan masyarakat dalam penerapan prokes Covid-19.

“Dan ini saya kira jauh lebih efektif daripada penerapan PPKM, apalagi kalau pemerintah juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ulama, kyai termasuk RT/RW yg berjumlah sekitar 600 ribu seluruh Indonesia untuk ikut mengingatkan komunitas atau warganya menggunakan Prokes Covid-19. Tidak perlu adanya penyekatan dan justru menekankan penerapan prokes dan mensosialisasikan cara pencegahan maupun pengobatan Covid 19, serta mendorong meningkatkan imunitas daripada masyarakat secara maksimal. Dan bisa juga memaksimalkan seluruh puskesmas yg jumlahnya sekitar 100 ribu di seluruh Indonesia untuk mendata sekaligus membantu dan mengedukasi pencegahan serta pengobatan covid secara maksimal. Dan ini masuk dalam mitigasi bencana,” ujar BHS yang juga Owner PT Dharma Lautan Utama Grup ini.

(dis/beritasampit.co.id)