Rayakan Wisuda, Tradisi Bakar Batu Ala HIMA Papua

IST/BERITA SAMPIT – Mahasiswa Papua Palangka Raya, saat melaksanakan Acara Bakar Batu

PALANGKA RAYA – Himpunan Mahasiswa Papua Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) gelar acara syukuran dalam menyambut keberhasilan keempat mahasiswa yang telah melaksanakan Wisuda.

Ketua Koordinator Wilayah Kalimantan Tengah, Alte Gwijangge menyampaikan bahwa tradisi bakar batu merupakan salah satu budaya tradisi penting di Papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung.

Tujuannya untuk bersyukur dan bersilaturahmi (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan (keberhasilan, kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku), atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang.

Tradisi Bakar Batu ini, umumnya dilakukan oleh suku pedalaman, pegunungan, seperti di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, Yahukimo, Nduga, dan lain-lain.

Dikatakannya bahwa, disebut Bakar Batu karena benar-benar batu dibakar hingga panas membara, kemudian ditumpuk di atas makanan yang akan dimasak. Namun di masing-masing tempat/suku, disebut dengan berbagai nama, misalnya Gapiia (Paniai), Kit Oba Isogoa (Wamena), atau Barapen (Jayawijaya) kereb kwule,(Nduga).

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa, Babi ataupun daging lainya yang akan dimasak, tidak langsung disembelih, tapi dipanah terlebih dahulu. Bila babi langsung mati, maka pertanda acara akan sukses, tapi bila tidak langsung mati, maka pertanda acara tidak bakalan sukses.

BACA JUGA:   Permas Palangka Raya Adakan Kegiatan Silahturahmi dan Buka Bersama

“Adapun ritualnya ialah batu ditumpuk di atas perapian dan dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas (kadang sampai merah membara. Kemudian bersamaan dengan itu, warga yang lain menggali lubang yang cukup dalam sehingga batu panas tadi dimasukkan ke dasar lubang yang sudah diberi alas daun pisang dan alang-alang,” terang Alte Gwijangge, Senin, 30 Agustus 2021.

Dengan itu juga, di atas batu panas tersebut ditumpukan daun pisang, dan diatasnya diletakkan daging babi atau daging lainnya yang sudah diiris-iris.

Kemudian di atas daging babi ditutup daun pisang dan diletakkan batu panas dan ditutup daun di atas daun ditaruh ubi jalar (batatas), singkong (hipere) dan sayuran lainya dan ditutup daun lagi.

Kemudian di atas daun paling atas ditumpuk lagi batu panas dan terakhir ditutup daun pisang dan alang-alang.

“Setelah matang, kurang lebih dari satu jam, semua anggota suku berkumpul dan membagi makanan untuk dimakan bersama dilapangan tengah kampung, sehingga bisa mengangkat solidaritas dan kebersamaan rakyat Papua,” tuturnya.

BACA JUGA:   Nuryakin Berharap Kedepannya PMI Semakin Baik dan Berkontribusi Pada Program Kemanusiaan

Hingga saat ini tradisi bakar batu masih terus dilakukan dan berkembang juga untuk digunakan menyambut keberhasilan, tamu-tamu penting yang berkunjung, seperti Bupati, Gubernur, Presiden dan tamu penting lainnya.

Sebagian masyarakat pedalaman Papua yang beragama Islam, saat menyambut tamu muslim, daging babi bisa diganti dengan daging ayam, sapi, kambing atau bisa pula dimasak secara terpisah dengan babi. Hal seperti ini dicontohkan oleh masyarakat adat Walesi di Kabupaten Jayawijaya untuk menyambut Bulan Ramadan.

“Kami menjalani kuliah dengan membawa mimpi dan aspirasi yang besar. Hari ini kami lulus, dan kami akan melanjutkan untuk membuat mimpi baru yang lebih baik dan hebat. Kami berdoa agar adik-adik yang masih kuliah dan kami yang sudah lulus juga diberikan yang terbaik oleh tuhan.” terang kianus Mirib salah mahasiswa Papua yang telah wisuda.

Untuk diketahui bahwa, Mahasiswa/i Papua yang telah menyelesaikan S1 di Universitas Palangka Raya (UPR) yakni, Kianus Mirib, S.T, Manuel Revan Rumbewas, S.T, Krisda M Arobaya, S.PI dan Elisabeth Nauw, S.E.

(M.Slh/Beritasampit.co.id)