Perlukah Pemukiman Warga di Zona Banjir Aruta Direlokasi ?

Foto : Ilustrasi Kang Maman

Oleh : Maman Wiharja

WILAYAH Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), setelah dimekarkan menjadi 3 kabupaten pertama Kabupaten Induk (Kobar) dan Kabupaten Sukamara serta Kabupaten Lamandau, kini memiliki luas wilayahnya sekitar 10.759,00 km².

Dan hampir semua warga Kabupaten Kobar, telah mengetahui apabila datang musim hujan banyak bencana banjir yang melanda/merendam ratusan rumah pemukiman penduduk disejumlah pelosok desa. Khususnya, yang terparah menjadi langganan banjir setiap tahun antara lain di wilayah Kecamatan Arut Utara ratusan rumah warga di 10 desa dan 1 kelurahan, direndam banjir. Termasuk sebagian desa di Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam) dan Arut Selatan, juga sama banyak rumah warga yang terendam banjir.

Pengamatan penulis, memang benar langganan rutin banjir setiap tahun terjadi di Wilayah Kecamatan Aruta, karena wilayahnya memiliki daerah perbukitan yang dibawahnya terdapat Daerah Aliran Sungai (DAS) Arut.

Disepanjang jalur bantaran DAS Arut yang menjadi zona banjir mulai dari Aruta sampai Pangkalan Bun banyak dihuni oleh pemukiman warga. Maka disaat musim hujan dengan curah lebat dan tinggi, tidak ayal lagi ratusan rumah warga sekitar bantaran DAS Arut, khususnya di Kecamatan Aruta, terendam banjir.

Pengamatan, penulis sekitar 20 tahun yang lalu, Zaman H Abrul Razak menjadi Bupati Kobar, kemudian Bupati H.Ujang Iskandar, terdengar ada rencana warga yang bermukim di bantaran sungai yang menjadi zona banjir di Kecamatan Aruta akan direlokasi (pindah tempat). Namun sampai sekarang kalimat ‘relokasi’, hanya tinggal harapan…??? .

Bukan tanpa sebab, masyarakat lokal di Kecamatan Aruta menganggap banjir sudah mereka alami sejak nenek moyangnya dulu kala secara turun temurun, karena kehidupan mereka bergantung dengan alam dan sungai.

Ada lagi kalangan tertentu lainnya yang mengatakan, relokasi terkendala oleh keengganan masyarakat sendiri, karena masyarakat bantaran adalah masyarakat tradisional. Masyarakat setempat, dari pada dipindah ketempat lain yang lebih aman, mereka lebih baik memilih bertahan di rumah masing-masing.

Pendapat berbeda disampiakan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Kobar Bambang Suherman saat diminta pendapatnya oleh penulis, mengatakan program relokasi di zona-zona banjir kalau dilaksanakan memang ada baiknya.

“Pelaksanaan relokasinya, engga usah jauh-jauh . Misal disaat banjir kelihatan ada lahan yang aman, nah kesitulah pindahnya, tujuannya agar warga local masih bisa memanfaatkan DAS Arut,” katanya.

Menurutnya pemerintah daerah harus berap bersikap, mengenai masalah anggaran menurutnya bisa menggunakan dana shering pemerintah provinsi maupun pusat. “Kalau proposalnya cukup jelas untuk memaslahatan rakyat banyak, maka pemerintah pusat akan membantu,” ujarnya.

Dia juga mengakui kearipan lokal harus dipertahankan, namun keselamatan juga penting dipertimbangan soal relokasi tersebut.

Dari sejumlah pendapat tersebut diatas, yang jadi pertanyaan penulis perlukah pemukiman warga di zona banjir di Wilayah Kecamatan Aruta direlokasi ?. Jangan sampai misal terjadi banjir besar, kemudian banyak korban manusia Pemkab Kobar baru bicara tentang ‘relokasi’.

Perlu diketahui, akibat curah hujan tinggi di Wilayah Kecamatan Aruta, di 10 Desa dan 1 Kelurahan, menurut BPBD Kabupaten Kobar, tercatat 601 rumah warga terendam banjir, dihuni oleh 668 KK dengan jumlah 1.697 jiwa, mereka kebanyakan masih bereda dirumahnya masing-masing menunggu banjir reda.

Untuk mengenang musibah lain yang belum lama ini terjadi di Kelurahan Pangkut di Aruta, karena penambangan emas liar di lahan milik warga lokal yang dibiarkan, secara turun temurun, akhirnya menelan korban 10 nyawa manusia. 7 orang terkubur hidup-hidup dan mati dalam lubang, 3 orang berhasil dievakuasi, sehingga dunia pertambangan emas liar di Indonesia khususnya di Kalteng jadi gempar. Apakah, rencana relokasi dari dulu sampai sekarang belum dilaksanakan, harus menunggu dulu korban?. *************

Penulis adalah wartawan beritasampit.co.id yang berdomisili di Pangkalan Bun.