Intan Fauzi Ingatkan Menteri Erick Thohir Terkait Divestasi BUMN

Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi. (dok: pribadi).

JAKARTA– Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi mengingatkan Menteri BUMN Erick Thohir terkait kebijakan pembentukan holding BUMN. Artinya, pemerintah bukan hanya sekedar menguasai 51% saham mayoritas dan menjadi pengendali saja, namun harus lebih dari itu.

Intan mengingatkan hal itu saat Rapat Kerja Dengan Menteri BUMN dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia di Gedung Nusantara I Parlemen Senayan Jakarta, Rabu, (22/9/2021).

“Maka untuk divestasi saham, jangan sampai saham pemerintah nantinya terdilusi, penurunan persentase kepemilikan saham, karena mau ada investor yang masuk,” tutur Intan.

Intan mencontohkan kasus pembentukan holding BUMN Pabrik Gula, di mana PT.PN akan melepas sejumlah sahamnya kepada investor dalam pendirian SugarCo. Intinya, pemerintah tetap akan menguasai 51 persen dan sisanya swasta 49 persen.

BACA JUGA:   Teras Narang: Perubahan atas Undang-undang Paten merupakan Keniscayaan

Politisi Fraksi PAN ini mengaku mendukung penuh langkah Menteri BUMN yang melakukan restrukturisasi pada sejumlah BUMN, termasuk pembentukan Holding BUMN.

“Pun begitu, dengan corporare action yang ujungnya untuk sustainable dan pertumbuhan, tentu kita dukung,” imbuh Intan.

Legislator dari Dapil Jawa Barat VI ini mencemaskan porsi kepemilikan saham pemerintah yang hanya 51 persen dan swasta 49 persen dalam BUMN dikhawatirkan tidak mampu menentukan arah dan kebijakan BUMN ke depan.

“Karena kita tahu dalam UU Perseroan Terbatas (PT), bahwa komposisi saham 51%-49%, hanya sebatas mengubah pengurus Komisaris-Direksi saja,” beber dia.

Padahal, lanjut Intan, untuk melakukan peningkatan modal setor dan sebagainya, diperlukan kepemilikan saham 2/3 atau sekitar 66 persen. Apalagi, kalau merger, artinya kepemilikan saham pemerintah harus lebih besar lagi, harus 75 persen.

BACA JUGA:   Pembangunan Pendidikan Penting Guna Optimalkan Bonus Demografi

“Tapi, saya yakin Pak Erick tidak diragukan lagi nawaitu dan ghirahnya untuk merah putih,” paparnya.

Disisi lain, Intan menyoroti masalah aplikasi one single submission (OSS) yang tujuannya untuk mempermudah pendirian izin usaha bagi masyarakat, terutama UMKM. Namun, bagi UMKM yang akan mengubah pasal 3, pada anggara dasar perusahaan tentu ini memerlukan biaya lagi.

“Mengubah pasal 3 ini kan, tentu ada biaya administrasinya. Memang tidak banyak, tapi bagi UMKM tentu memberatkan. Begitu pun dengan perizinan untuk sebuah kawasan industri, khsusunya terkait Amdal. Harus betul-betul mempermudah soal perizinannya,” pungkas Intan Fauzi.

(dis/beritasampit.co.id)