Serikat Pekerja Soroti Pergeseran Program JHT

JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun melanda Indonesia telah memberikan dampak yang masif, tak terkecuali terhadap sektor ketenagakerjaan.

Hal inilah yang mendasari Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) dan perwakilan Serikat Pekerja/Buruh guna membahas terkait pengawasan klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), terhadap pekerja atau buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), di masa pandemi Covid-19. 29 September 2021.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos), Kemnaker Indah Anggoro Putri menyatakan bahwa peningkatan angka klaim JHT, salah satunya disebabkan oleh banyaknya pekerja yang mengalami PHK. Selain itu pihaknya pun mendapati adanya pergeseran filosofi dari program JHT yang seharusnya dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun, namun banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.

Hal tersebut juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK. Namun saat ini Kemnaker sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi program JHT yang seharusnya.

“Kami akan mencaoba merevisi kembali Permenaker Nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam undang-undang Nomor 40 tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015,” jelas Indah.

BACA JUGA:   Komisi VII DPR Desak Plt Dirjen Minerba Koordinasi Terkait IPR di Kepulauan Bangka Belitung

Sejalan dengan hal tersebut Direktur Pelayanan BPJamsostek Roswita Nilakurnia juga memaparkan data klaim JHT dalam kurun waktu Desember 2020 hingga Agustus 2021 dan dirinya membenarkan bahwa selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh pengundurkan diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah dibawah Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun dimana merupakan usia produktif bekerja.

Sementara itu Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Hermanto Achmad juga menyoroti isu yang sama, dimana saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak diantara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim. Sehingga hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.

Dalam kesempatan yang sama Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU Nomor 24 tahun 2011 seperti praktek yang berlaku internasional berupa old saving.

BACA JUGA:   IKN Rawan Banjir, Ketua Bidang Penanganan Bencana Alam DPP Partai Golkar Bilang Begini!

“Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk pembangunan ekonomi. Ketika JHT dirubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa diambil setelah dipecat, memang menjadi hilang filosofinya. Apakah dikembalikan aturannya ke undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu di diskusi untuk lebih lanjut,” tutur Elly.

Ia juga menitikberatkan pada manfaat program JP yang masih sangat kecil yaitu Rp 300 hingga Rp 3,6 juta per bulan. Dirinya pun menyayangkan sejak program tersebut dijalankan sejak tahun 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran iurannya. Mengakhiri pernyataannya Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap 3 tahun sekali sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal.

Ditempat berbeda, Kepala Kantor Cabang Sampit, Yunan Shahada mengungkapkan kebenaran perihal pergeseran filosofi program JHT tersebut, dimana tenaga kerja yang mengajukan klaim khususnya JHT didominasi oleh para tenaga kerja usia produktif.

“Selama bulan Januari hingga Agustus 2021 di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Sampit sendiri sudah 5.469 pengajuan klaim, dengan total manfaat 63 Miliar, jumlah ini lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya,” terang Yunan, 7 Oktober 2021.

Yunan sendiri berharap agar masyarakat bisa memaknai program JHT sebaik mungkin, dimana berfungsi untuk membantu kehidupan dihari tua nanti.

(rilis/im/beritasampit.co.id).