Darmawati Sebut Perusda Pasar Harus Miliki Peningkatan Asli Daerah

IM/BERITASAMPIT - Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Hj. Darmawati.

SAMPIT – Ketua Komisi II DPRD Kotim Hj. Darmawati menyoroti soal pengelolaan pasar, pasalnya jumlah pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), saat ini berjumlah 14 pasar. Pasar tersebut tersebar di beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Parenggean, Mentaya Hilir Selatan, Telawang dan Mentaya Hulu.

Sementara pasar yang dikelola oleh perorangan ataupun dari swasta berjumlah sekitar 17 pasar, sedangkan jumlah pasar yang dikelola oleh pemerintah desa sebanyak 67 pasar.

Dia mempertanyakan dengan jumlah pasar sebanyak itu apakah ada pemasukan pendapatan untuk desa atau daerah, karena dirinya melihat selama ini pihaknya tidak pernah mengetahui apakah mereka ada membayar retribusi atau tidak.

Disamping itu ia sangat mengapresiasi gagasan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan pasar menjadi perusahaan daerah dalam rangka optimalisasi pengelolaan serta meningkatkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD, di sektor pasar.

“Adanya Raperda perusahaan daerah pasar, Kami tidak hanya latah, perlu analisis dan kajian yang komprehensif guna menuangkan gagasan tersebut dalam regulasi berupa Perda nantinya, kami juga berharap Perda terkait perusahaan daerah pasar benar-benar menjadi solusi bagi pemerintah daerah dalam menangani carut-marut masalah pasar selama ini,” kata Darmawati, Rabu 13 Oktober 2021.

BACA JUGA:   Menanti Keberanian Ketua Partai Jadi Penantang Petahana di Pilkada Kotim

Laniut legislator partai Golongan Karya itu, ada tiga isu yang harus menjadi perhatian dalam pembahasan Raperda perusahaan daerah pasar nantinya, karena belajar dari pengalamaan pengelolaan Perusda yang sudah ada selama ini yaitu masalah efisiensi.

Pelajaran yang berharga dari kebanyakan perusahaan daerah adalah efisiensi, terjadi pemborosan dana di sana-sini karena para pengelolanya tidak memiliki keahlian yang cukup, keputusan-keputusan manajerial yang berkaitan dengan investasi baru.

Penentuan tarif atau keputusan lain diambil secara tidak profesional. Dan ada nuansa kolusi, korupsi dan nepotisme menandakan ketidak profesional para pengelolanya.

“Masalah birokrasi dan intervensi, banyak perusahaan daerah tidak kompetitif dengan swasta salah satu penyebabnya adalah besarnya campur tangan dan lambannya pemerintah daerah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Keputusan bisnis baik yang bersifat strategis maupun keputusan-keputusan konvensional lainnya harus selalu ijin kepada pemerintah daerah yang terkadang lambat dan berpotensi masuk intervensi kepentingan dalam wilayah managemen,” bebernya.

BACA JUGA:   Sejumlah Orang Terluka saat Kebakaran, Satu Harus Operasi

Wanita yang terkenal dengan suara lantang saat paripurna ini menambahkan, selain efisiensi, persoalan birokrasi dan intervensi juga masalah pengendalian dan pengawasan.

Hal mendasar juga berkaitan dengan penempatan tim pengawas yang tidak tepat, tidak memiliki kapasitas dan kompetensi dalam bidang bisnis, berpotensi tidak terjadinya fungsi pengawasan secara optimal.

“Permasalahan efisiensi, birokrasi dan intervensi serta pengendalian dan pengawasan, ini menjadi perhatian penting bagaimana aplikasi Perusda nantinya dapat terhindar dari praktek-praktek seperti itu. Maka ketika saat berjalan dapat menjamin kebermanfaatan Perusda terhadap pendapatan asli daerah dan juga pembangunan kabupaten Kotim kedepan,” demikiannya.

(im/beritasampit.co.id ).