Kemenkes: Varian Omicron berkaitan dengan Infeksi HIV

Tangkapan layar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi dalam webinar Hari AIDS Sedunia 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin 29 November 2021. (FOTO ANTARA/ Zubi Mahrofi)

JAKARTA – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmidzi, menyebutkan varian baru COVID-19 jenis Omicron (B 1.1.529) berkaitan dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV).

“Kasus terjadinya varian baru ini didapatkan pada orang dengan status HIV yang belum mendapatkan vaksinasi dan juga yang sudah mendapatkan vaksinasi,” katanya dalam webinar Hari AIDS Sedunia 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin 29 November 2021.

Ia mengemukakan, varian Omicron banyak dilaporkan pertama kali di Afrika Selatan.

“Dari briefing yang disampaikan oleh WHO kemungkinan besar varian ini muncul dikarenakan kita tahu Afrika Selatan itu sebagian besar adalah orang dengan HIV,” katanya.

Ia menambahkan varian baru COVID-19 dari Afrika Selatan itu hampir sama dengan varian yang juga berasal dari Afrika Selatan lainnya, yaitu varian Beta yang memberikan pengaruh besar terhadap penurunan efikasi vaksin.

“Ada dua varian yang berasal dari Afrika Selatan yang saat ini tercatat sebagai variant of concern itu adalah varian Beta dan varian Omicron,” katanya.

Dalam rangka mencegah masuknya varian baru COVID-19 itu, Nadia mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan larangan perjalanan dari Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Mozambique, Malawi, Zambia, Zimbabwe, Angola, Namibia, dan Hong Kong ke wilayah Indonesia.

“Sementara Warga Negara Indonesia (WNI) yang kemudian melakukan perjalanan 14 hari sebelumnya atau tinggal, itu masih bisa kembali ke Indonesia, tapi melakukan karantina selama 14 hari,” katanya.

Sedangkan WNI yang dari luar negeri di luar negara-negara yang masuk daftar pelarangan itu, disampaikan, melakukan karantina menjadi tujuh hari dari sebelumnya hanya tiga atau lima hari.

“Semua spesimen positif dilakukan pemeriksaan genom sekuensing, terutama negara-negara yang sudah melaporkan berupa kasus konfirmasi maupun kasus yang sifatnya kemungkinan,” kata Siti Nadia Tarmidzi.

(Antara)