Olahraga Global Kembali Terancam Dihentikan Akibat Pandemi

Striker Tottenham Hotspur Harry Kane berduel dengan bek Liverpool Joel Matip dalam pertandingan Liga Inggris antara Tottenham Hotspur vs Liverpool di Stadion Tottenham Hotspur, London, Inggris, 19 Desember 2021. Sejumlah pertandingan Liga Inggris ditangguhkan setelah sejumlah pemain dan ofisial sebagian klub liga ini terjangkit COVID-19 yang merebak kembali setelah varian Omicron menyerang Inggris. (REUTERS/DAVID KLEIN)

JAKARTA – Belum genap satu musim kompetisi-kompetisi olahraga di dunia melewati atmosfer lebih cerah dibandingkan sepanjang 2020 ketika turnamen-turnamen dan kompetisi-kompetisi dihentikan beberapa bulan akibat pandemi COVID-19.

2020 selamanya akan dikenang sebagai tahun penuh rangkaian pembatalan kompetisi dan turnamen, stadion yang kosong melompong, sistem gelembung, dan amblasnya pemasukan keuangan yang membuat sejumlah klub gulung tikar.

Kompetisi dan turnamen memang dilanjutkan lagi pertengahan tahun itu tapi hampir seluruhnya dibimbing oleh protokol kesehatan yang sangat ketat, termasuk menerapkan sistem gelembung dan melarang penonton hadir di dalam stadion.

Setelah Olimpiade Tokyo 2020 yang juga dipandu protokol kesehatan super-ketat dan Piala Eropa 2020 yang menjadi turnamen kolosal pertama yang membolehkan penonton hadir di stadion, kompetisi-kompetisi pun membuka lagi pintu-pintu stadion untuk khalayak.

Suasana baru nan meriah pun kembali hadir. Riuh rendah suara penonton kembali menghidupkan stadion-stadion seantero Eropa mulai Old Trafford, Anfield dan Stamford Bridge di Inggris, sampai Nou Camp di Spanyol, Allianz Arena di Jerman, Parc des Princes di Prancis, Stadio Olimpico di Italia, atau Johan Curyff Arena di Belanda.

Atmosfer sama menyelimuti liga dan kompetisi olahraga lainnya, mulai NBA di Amerika Serikat, sampai Liga J di Jepang, hingga turnamen-turnamen besar seperti Grand Slam tenis, Formula 1, sampai Tour de France.

Semua orang lega dan terinspirasi, seolah kehidupan kembali normal, walau pandemi tak kunjung raib sekalipun vaksin hadir di mana-mada. Data terakhir bahkan menunjukkan sudah 57 persen penduduk Bumi mendapatkan setidaknya satu dosis vaksin COVID-19. Total, sudah 8,81 miliar dosis vaksin COVID-19 disalurkan di seluruh dunia dan saat ini 33,88 juta dosis per hari disalurkan ke seluruh dunia.

Rupanya kegembiraan itu tak lama setelah varian baru Omicron yang jauh lebih menular dari varian asli dan varian-varian virus penyebab COVID-19 sebelumnya, menerjang dunia.

Varian yang mulai dikenal di Afrika Selatan sebulan lalu itu juga telah menciptakan gelombang baru infeksi di dunia olahraga. Ratusan atlet semua cabang olahraga dinyatakan positif mengidap virus COVID-19.

BACA JUGA:   SMPN 1 Sampit Juara usai Kalahkan SMPN 3 Sampit di Final

Akibatnya sejumlah jadwal pertandingan diundur. Kecenderungan ini tak hanya terjadi di Liga Inggris di mana dua pekan lalu sepuluh laga urung digelar, tetapi juga terjadi di Italia, Spanyol, dan lainnya, bahkan mengancam mengganggu kompetisi kontinental Liga Champions, Liga Europa dan Liga Conference Europa.

Omicron juga mengacaukan kawasan lain termasuk AS dan Kanada. 49 pertandingan liga sepakbola khas Amerika, NFL, ditangguhkan, sampai jeda musim pun dimajukan dua hari lebih awal, setelah 200 dari sekitar 2.200 pemain NFL terjangkit COVID-19.

Pun demikian dengan NBA. 70 pemain bola basket, termasuk pebasket-pebasket ternama, dipaksa masuk karantina COVID-19. Situasi ini memicu pemikiran untuk menghentikan sementara kompetisi seperti terjadi pada 2020 yang lalu diikuti semua kompetisi dan turnamen di seluruh dunia, termasuk Olimpiade dan Piala Eropa.

“Sungguh tak aman,” kata manajer Chelsea Thomas Tuchel setelah skuadnya dirongrong infeksi COVID-19 yang menggerogoti kekuatan timnya dan merusak ekspektasinya musim ini.

Olimpiade Musim Dingin

Saat menghadapi Wolverhampton Wanderers dalam pertandingan Liga Inggris terakhirnya Minggu pekan lalu, The Blues hanya bisa memasang 14 pemain dari 20 pemain yang dibolehkan otoritas liga.

Tuchel memperkirakan keadaan getir ini akan terus terjadi karena tak ada yang benar-benar tahu bagaimana membendung gelombang baru infeksi ini. “Saya tak akan kaget jika tes-tes berikutnya semakin banyak saja yang positif,” kata Tuchel, pasrah.

Kekhawatiran sama disampaikan bos Liverpool Juergen Klopp yang kekuatan asli timnya tergerus oleh sejumlah pemain inti yang absen karena Omicron sampai terpaksa seri 2-2 melawan Tottenham, padahal The Reds selalu menelan lawan-lawannya dengan skor besar. Liverpool, kata dia, tak lagi bisa bermain seperti biasa karena terus diganggu ancaman penularan COVID-19 kepada pemainnya.

Pelatih-pelatih olahraga lain di mana saja juga begitu. Mereka khawatir suasana 2020 bisa terulang, apalagi mulai pakar kesehatan sampai pemimpin dunia seperti Presiden AS Joe Biden memperkirakan Januari tahun depan Omicron bakal membuat gelombang infeksi makin besar.

BACA JUGA:   Perebutan Juara III Turnamen Mini Soccer: SMP Cita Bunda Menang Dramatis Vs SMPN 4 Cempaga

Olimpiade Musim Dingin awal tahun depan di Beijing yang sudah direpotkan oleh boikot diplomatik sejumlah negara Barat, juga tak lepas dari kekhawatiran terhadap Omicron.

China sendiri mengakui Omicron menjadi perhatian besar penyelenggara Beijing 2021, namun negara ini menandaskan Olimpiade Musim Dingin 2022 tetap digelar Februari tahun depan.

China memandang Omicron sebagai tantangan, bukan penghalang untuk hajat Olimpiade khusus negara empat musim yang diadakan setiap dua tahun setelah Olimpiade musim panas itu, kecuali edisi tahun depan.

“Saya sepenuhnya yakin Olimpiade Musim Dingin digelar sesuai jadwal dan berjalan lancar serta sukses,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian dua hari lalu dalam briefing hariannya.

China punya alasan untuk percaya diri karena memang berhasil membendung COVID-19. Bahkan kalau perlu China siap memberlakukan protokol lebih ketat dibandingkan dengan yang diterapkan Jepang dalam Olimpiade Tokyo 2020.

Walaupun demikian sejumlah negara mungkin menghadapi kendala dalam mempersiapkan diri ke Olimpiade tersebut setelah Omicron mengganggu jadwal kompetisi profesionalnya, selain bakal menghadapi kendala dari aturan larangan bepergian lintas batas yang diberlakukan sejumlah negara walaupun China berjanji menjemput sendiri peserta-peserta Olimpiade Beijing 2022.

Di atas itu semua ada kabar baik bahwa masyarakat global termasuk dunia olahraga, sudah sangat mengenal bagaimana menghadapi situasi-situasi sulit akibat pandemi COVID-19.

Kini pilihannya adalah melangsungkan kehidupan seperti biasa dengan mengabaikan Omicron yang mustahil ditempuh negara dan penguasa mana pun di dunia saat ini, atau jalan terus bersama protokol kesehatan yang mungkin lebih keras ketimbang yang diterapkan pada 2020 sampai pertengahan 2021.

Namun langkah berani yang ditempuh penyelenggara kompetisi –seperti NBA yang berencana mewajibkan pemain dan ofisial disuntik booster atau NFL yang mewajibkan lagi masker dan jaga jarak sosial– bakal menentukan bagaimana olahraga keluar dari jebakan pandemi. Dan itu bisa menginspirasi umat manusia dalam menghadapi COVID-19.

(Antara)