Banyak Dampak Negatif Akibat Perkawinan Anak Usia Dini

IST/BERITA SAMPIT - Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Provinsi Kalimantan Tengah, Ivo Sugianto Sabran.

PALANGKA RAYA – Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, yaitu usia minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Pada batasan usia ini dianggap sudah siap menghadapi kehidupan keluarga dari sisi kesehatan dan perkembangan emosional.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Ivo Sugianto Sabran menjelaskan, tujuan pendewasaan usia perkawinan adalah remaja merencanakan perkawinan dan membangun keluarga dengan kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran, bahkan akses dan informasi serta pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang komprehensif.

Berdasarkan data dari BPS, Susenas pada Maret 2020, total persentase perkawinan anak di Provinsi Kalteng adalah sebesar 2,11 persen. Perkawinan Usia Anak didominasi oleh anak perempuan yaitu sebesar 4,09 persen. Ini berarti ada sekitar empat per 100 anak perempuan usia 10-18 tahun di Provinsi Kalteng yang sudah kawin.

Sedangkan, untuk anak laki-laki angkanya jauh lebih kecil yaitu sebesar 0,26 persen. Proporsi anak perempuan yang pernah kawin dibandingkan anak laki-laki yang pernah kawin menunjukkan bahwa anak perempuan sangat rentan mengalami perkawinan anak dibanding anak laik-laki. Hal ini sekaligus mengindikasikan adanya diskriminasi terhadap anak perempuan di Provinsi Kalteng.

BACA JUGA:   Nuryakin Membuka Pasar Murah Tahap Dua di Murung Raya

“Perkawinan anak usia dini memiliki dampak antara lain stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi, tingginya angka putus sekolah, tingginya angka pekerja anak yang rentan diberi upah rendah, sehingga turut meningkatkan angka kemiskinan serta dampak lainnya,” ungkap Ivo dalam Webinar pencegahan perkawinan usian anak melalui Keluarga yang Berkarakter, di Aula Serbaguna Istana Isen Mulang, Rabu 29 Desember 2021.

Perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran hak anak yang memiliki banyak dampak negatif dan sangat berbahaya tidak hanya bagi anak, keluarga, tapi juga negara, diantaranya yaitu stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi, sebab perempuan yang menikah di usia anak juga memiliki risiko kematian lebih tinggi akibat komplikasi saat kehamilan dan melahirkan dibandingkan dengan perempuan dewasa.

BACA JUGA:   Diisukan Maju di Pilkada Kapuas, Erlin Hardi dan Alfian Mawardi Terlihat Foto Bersama

Selain itu, tingginya angka putus sekolah, tingginya angka pekerja anak yang rentan diberi upah rendah sehingga turut meningkatkan angka kemiskinan, serta dampak lainnya. Karena kondisi tertentu tersebut anak memiliki kerentanan lebih besar dalam mengakses pendidikan dan kesehatan, sehingga berpotensi melanggengkan kemiskinan antar generasi, serta memiliki potensi besar mengalami kekerasan. Untuk itu, semua pihak perlu bersinergi mencegah perkawinan anak demi kepentingan terbaik 80 juta anak Indonesia.

“Oleh sebab itu orang tua memiliki peran yang besar untuk mencegah perkawinan anak di bawah umur. Adapun peran TP-PKK dalam menggerakkan keluarga dalam mendukung pendewasaan usia perkawinan yakni melalui program pemberdayaan keluarga, diantaranya pencegahan perkawinan anak dan pola asuh 1000 hari kehidupan hingga optimalisasi fungsi keluarga,” jelas Ivo.

Dia menambahkan, bahwa penting optimalisasi delapan fungsi keluarga diantaranya keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan. (Hardi/beritasampit.co.id).