Calon Rektor UPR Naturalisasi

Ricky Zulfauzan - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Palangka Raya

Oleh : Ricky Zulfauzan

PROSES  pemilihan Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) tinggal beberapa bulan lagi. Merujuk pada pada Permenristekdikti Nomor 19 tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Pasal 6 ayat (1) berbunyi : “Tahapan penjaringan bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a dilaksanakan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan pemimpin PTN yang sedang menjabat.” Dengan demikian, jika merujuk pada pelantikan Dr. Andrie Elia, SE, M.Si sebagai Rektor UPR pada tanggal 7 September 2018, maka seharusnya tahapan penjaringan bakal calon rektor UPR dimulai pada 7 April 2022.

Bisa dipastikan berdasarkan aturan yang berlaku, praktis hanya tersisa 3 (tiga) bulan lebih agar UPR mempersiapkan kewajibannya untuk memulai tahapan penjaringan bakal calon rektor baru. Waktu tiga bulan bukanlah waktu yang panjang. Mengingat prasyarat yang diwajibkan oleh Permenristekdikti Nomor 19 tahun 2017 pasal 6 ayat (4) yang berbunyi: “Tahapan penjaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan paling sedikit 4 (empat) orang bakal calon Pemimpin PTN.”

Agak sulit memang untuk menjaring minimal 4 (empat) orang bakal calon yang punya nyali untuk berkontestasi pada pemilihan rektor UPR tahun 2022-2026. Meskipun begitu, tampaknya ada beberapa nama dari Civitas Akademika UPR yang memiliki peluang untuk menjadi bakal calon rektor. Beberapa nama tersebut nampaknya masih menimbang-nimbang peluang dan masih mengukur modal sosial, modal ekonomi, modal kultural dan modal simboliknya. Diantara mereka, sebagian besar sudah memenuhi syarat untuk untuk menjadi bakal calon rektor sesuai dengan Permenristekdikti Pasal 4 huruf a sampai n.

Jika para bakal calon rektor dari Civitas Akademika Universitas Palangka Raya tidak ada yang punya nyali untuk melamar sebagai bakal calon, maka penulis beropini sudah saatnya kita membuka peluang untuk bakal calon rektor ‘naturalisasi’ dari luar UPR. Siapa tahu dengan eksperimen ini kita akan menghasilkan pemimpin Universitas Palangka Raya yang tidak hanya bisa melakukan ‘business as usual’. Melainkan mampu melakukan lompatan besar.

BACA JUGA:   Hj. Aster Bonawaty Ungkapkan Diri Siap Maju dalam Pilkada Bartim

Calon Rektor Dari Luar UPR

Menurut telaah yang penulis lakukan, calon rektor dari luar Civitas Akademika UPR sangat mungkin dilakukan. Ini hal yang masuk akal untuk dicoba. Argumentasi saya dimulai dari peluang yang diprasyaratkan pada Permenristekdikti Nomor 19 tahun 2017 pasal 4 huruf d, yang berbunyi: “memiliki pengalaman manajerial: 1. Paling rendah sebagai ketua jurusan atau sebutan lain yang setara, atau ketua Lembaga paling singkat 2 (dua) tahun di PTN: atau 2. Paling rendah sebagai pejabat eselon II.a di lingkungan instansi pemerintah.”

Dari pasal 4 huruf d di atas ada beberapa kalimat kunci yang menjadi penekanannya yaitu: 1. Memiliki pengalaman manajerial; 2. Paling rendah sebagai ketua jurusan dst..; 3. Paling singkat dua tahun di PTN; 4. Sebagai pejabat eselon II.a di lingkungan instansi pemerintah. Berdasarkan kalimat kunci 1, 2 dan 3 memberikan peluang untuk bakal calon rektor yang berasal dari PTN (Perguruan Tinggi Negeri) lain di seluruh Indonesia. Selanjutnya berdasarkan kalimat kunci ke 4. Maka memberikan peluang pula bagi pejabat eselon II.a di seluruh instansi pemerintah baik di pemerintah pusat, maupun di pemerintah daerah.

Di Kalimantan Tengah sendiri ada beberapa mantan rektor yang terbukti berhasil memajukan kampusnya masing-masing. Ada beberapa guru besar dari berbagai kampus di Kalimantan yang sangat kapabel dan mampu memajukan kampusnya masing-masing. Bahkan ada banyak pejabat eseolon II.a yang bisa kita dorong untuk memanajeri UPR.

BACA JUGA:   BEM UPR Ancam Demo Bank Kalteng Jika Kartu ATM Beasiswa TABE Tak Kunjung Dicetak

Sebagai bahan perbandingan sudah ada beberapa universitas yang melakukan Open Bidding/ lelang jabatan rektornya. Seperti yang terbaru ada Universitas Negeri Siliwangi di Tasikmalaya Jawa Barat. Tujuh kandidat bakal calon Rektor Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya mengembalikan berkas formulir pendaftaran. Panitia pemilihan Rektor Unsil Tasikmalaya akan melakukan verifikasi keabsahan berkas untuk kemudian ditetapkan sebagai calon Rektor Unsil. Ketujuh kandidat bakal calon Rektor Unsil tersebut tiga di antaranya berasal dari luar Unsil, yakni dari Unpad dan ITB. Sedangkan tiga kandidat lainnya dari Unsil. (lihat https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/jabar/pr-1133316615/tasikmalaya-tujuh-kandidat-berebut-rektor-unsil-prof-nandang-karena-wangsit-siliwangi-saya-berani#:~:text=Sedangkan%20tiga%20kandidat%20lainnya%20dari%20Unsil.&text=Dari%20luar%20Unsil%20yang%20mendaftar,%2C%20Ph.D%20dari%20ITB.

Jika merujuk pada Permenristekdikti Nomor  42 tahun 2017 tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 42 ayat (1) tidak ada satu kalimat pun yang menutup peluang bakal calon rektor UPR ‘naturalisasi’. Yang diatur justru prasyarat calon wakil rektor, dekan, ketua Lembaga, direktur pascasarjana, wakil dekan dan wakil direktur pascasarjana. Hal ini diatur dalam Permenristekdikti Nomor  42/2017 Pasal 42 ayat (1) huruf m yang berbunyi: “memiliki pengalaman manajerial di lingkungan UPR paling rendah sebagai ketua jurusan/ bagian paling singkat 2 (dua) tahun bagi calon wakil rektor, dekan, ketua lembaga, direktur pascasarjana, wakil dekan dan wakil direktur pascasarjana.”

Dengan demikian, sudah saatnya panitia pemilihan rektor UPR kelak memberikan peluang yang sama kepada semua bakal calon yang memenuhi syarat melalui mekanisme open bidding. Hilangkan dikotomi ‘orang luar’ dan ‘orang dalam’ UPR. Siapapun yang memenuhi syarat harus diberikan ruang yang sama. Siapa tahu kelak dengan rektor ‘naturalisasi’ UPR bisa jauh lebih Jaya Raya. Salam.

(Penulis adalah Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas Palangka Raya)