Penanganan Koperasi Bermasalah Diharapkan Mampu Menjawab Keluhan Masyarakat

Ketua Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah Agus Santoso (Tengah) saat mendatangi Kejaksaan Agung di Jakarta, Senin (24/1/2022). ANTARA/HO-KemenkopUKM

JAKARTA – Keberadaan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah dibutuhkan demi menjaga kepercayaan masyarakat.

Sebagaimana kata-kata yang disampaikan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tersebut, Tim Satgas ini diharapkan mampu menjawab keluhan masyarakat atas koperasi bermasalah.

Selama setahun, Tim Satgas dibentuk oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengawal delapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) gagal bayar kepada anggotanya yang sedang mengikuti homologasi/perjanjian sebagaimana ditetapkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Delapan koperasi tersebut terdiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSPPS Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia.

Menteri Teten mengutarakan harapannya agar keberadaan Tim Satgas dapat menumbuhkan rasa aman dan ketenangan bagi masyarakat atau anggota yang tergabung dalam koperasi.

Upaya penyelesaian KSP bermasalah bukanlah persoalan yang mudah. Kemenkop menghadapi beberapa tantangan dalam melaksanakan hal ini, antara lain koperasi kurang kooperatif dalam melaporkan perkembangan proses pelaksanaan homologasi kepada anggotanya.

Kedua, ketidaksesuaian pembayaran dalam hal ketepatan waktu dan nominal pembayaran kepada anggota koperasi sesuai dengan skema perjanjian perdamaian.

Lalu, ketidaksepakatan beberapa anggota yang tidak menyetujui perdamaian namun tetap terikat dengan perjanjian perdamaian. Selanjutnya, adanya pemanggilan oleh aparat penegak hukum terhadap anggota dan pengurus yang menghambat proses perdamaian.

Terakhir ialah hambatan dalam proses likuidasi aset untuk keperluan pembayaran kewajiban koperasi kepada anggota dikarenakan kondisi ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Berdasarkan lima poin permasalahan tersebut, dapat dirangkum bahwa terdapat polemik dalam hubungan antara para pengurus koperasi dan anggota. Mulai dari persoalan sulitnya kerja sama, konflik kepentingan, ketidakpatuhan terhadap hukum, hingga lemahnya kondisi keuangan KSP sehingga menghambat pembayaran dana simpanan anggota koperasi.

Karena itu, Tim Satgas ini dibentuk yang diketuai oleh Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan, Agus Santoso.

Secara umum, pihaknya diberikan enam tugas. Pertama, inventarisasi dan penilaian aset seperti tanah dan bangunan oleh appraisal independent/penilai independen.

Kedua, melakukan analisis hasil inventarisasi koperasi bermasalah termasuk aspek hukum, kemudian mengecek lokasi dan pemeriksaan koperasi bermasalah, lalu menyusun rekomendasi penanganan koperasi bermasalah.

Kelima, melakukan pengawasan proses tahapan pembayaran, dan terakhir melakukan pengawasan, evaluasi, serta pelaporan.

Adapun dari segi fungsi, Satgas diminta memberikan rekomendasi, pengawasan mendampingi koperasi bermasalah untuk melaksanakan putusan PKPU agar sesuai perjanjian perdamaian (homologasi) yang didukung mekanisme asset based resolution (penjualan/pencairan aset).

Untuk menjalankan pelbagai tugas dan fungsi yang dipikul Tim Satgas, dibutuhkan koordinasi dan sinergi dengan kementerian/lembaga terkait. Kecil kemungkinan Tim Satgas dapat menuntaskan seluruh permasalahan koperasi hanya dalam waktu setahun tanpa menggandeng berbagai pihak yang berkompeten.

Karena itu, tidak heran jika akhirnya lembaga Kepolisian, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Otoritas Jasa Keuangan, dan perwakilan dari masyarakat dilibatkan untuk memulihkan kondisi koperasi yang bermasalah.
Kinerja cepat

Sejak Menkop Teten mengumumkan pembentukan Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah pada Selasa (11/1), telah dilakukan beberapa pertemuan oleh Tim Ad Hoc itu dengan hampir seluruh KSP dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam penugasan tersebut.

Seperti yang disampaikan oleh Agus Santoso, pihaknya akan menjaga integritas dan cepat bekerja untuk menumbuhkan rasa aman serta ketenangan bagi masyarakat atau anggota yang tergabung ke dalam koperasi.

Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan entry meeting (komunikasi pemeriksaan) dengan tujuh koperasi bermasalah. Yaitu KSP Sejahtera Bersama dan KSP Indosurya pada Kamis (13/1), lalu KSP Pracico Inti Sejahtera dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Pracico Inti Utama pada Jumat (14/1).

Kemudian juga dengan Koperasi Lima Garuda pada Kamis (20/1), KSP Intidana pada Senin (31/1), dan KSP Timur Pratama Indonesia pada Rabu (2/2).

Karena fokus terhadap kelancaran pembayaran KSP kepada anggota sesuai perjanjian perdamaian yang sudah diputuskan pengadilan niaga PKPU, pihaknya melakukan pengawalan terhadap arus kas (cashflow) setiap koperasi bermasalah dengan tahapan dan volume pembayaran berbeda-beda.

Dengan itu, diharapkan KSP setiap hari dapat membayar tunggakan likuiditas kepada para anggota koperasi.

Agus mengungkapkan, Tim Satgas harus mengetahui secara persis terkait data kewajiban dan aset yang dimliki koperasi secara transparan agar dapat memverifikasi jarak (gap) antara aset dengan total dana yang belum dibayar kepada anggota koperasi. Serta, bertanggung jawab melakukan asesmen kedalaman masalah dan harga aset yang dimiliki koperasi.
Satgas memberikan pula rekomendasi terhadap koperasi, seperti kebutuhan memiliki pengacara, konsultan keuangan, dan penilai independen untuk bisa menjual aset agar mampu membayar tunggakan kepada anggota.

“Tapi itu biayanya beban koperasi, negara tak menggelontorkan uang dalam hal ini. Kami sudah membantu dari sisi pemikiran dan pengawasan khusus, kami akan carikan beberapa rekomendasi untuk ditindaklanjuti kepada koperasi supaya pembayaran bisa semakin lancar,” ucap dia.

Kinerja cepat Tim Satgas untuk menemui tujuh dari delapan koperasi bermasalah dalam waktu kurang dari sebulan patut mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi.

Tindakan ini menunjukkan bahwa negara hadir di dalam masyarakat melalui Tim Satgas yang terlihat bekerja giat dan penuh kesungguhan.

Tim ini juga telah melakukan audiensi dan koordinasi dengan K/L seperti PPATK pada Jumat (14/1), Bareskrim Polri pada Selasa (18/1), Kantor Staf Presiden pada Jumat (21/1), Kejaksaan Agung pada Senin (24/1), Komisi VI DPR bidang industri, investasi, dan persaingan usaha pada Selasa (25/1).

Selanjutnya dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, serta Keamanan serta Kementerian ATR/BPN pada Kamis (27/1).
Tak diragukan lagi, penyelesaian ihwal koperasi bermasalah telah diperlihatkan melalui koordinasi yang baik dengan K/L terkait sebagai bentuk tanggung jawab menjaga kepercayaan publik terhadap koperasi.

Dalam setiap pertemuan itu, Tim Satgas meminta dukungan dan dorongan terhadap pihak-pihak terkait dengan kewenangan masing-masing untuk membantu proses pembayaran putusan PKPU.

Pada Kamis (3/2), Agus Santoso bersama jajarannya juga telah menyerahkan data pendukung KSP yang bermasalah kepada PPATK karena lembaga tersebut memiliki wewenang melakukan penelusuran dana dan aset (asset tracing).

Memasuki hari berikutnya, Rabu (4/2), data pendukung juga diserahkan kepada OJK sebagai upaya merekonstruksi pola operasional kegiatan usaha delapan KSP tersebut.

Rencananya, proses analisis antar kedua lembaga itu akan dielaborasi guna mengetahui ke mana saja dana setiap KSP digunakan, sehingga dapat dijadikan proses pembelajaran (lesson learned) untuk membangun kebijakan dan aturan baru di bidang perkoperasian dan penanganan koperasi bermasalah.

Kata Agus, pencairan dana anggota koperasi yang memiliki simpanan sampai Rp3 juta sudah selesai dilakukan. “Tinggal (mencairkan) simpanan yang menyimpan dana lebih besar,” ungkapnya.

Berdasarkan paparan di atas, seluruh kegiatan yang dijalankan oleh Tim Satgas memperlihatkan tujuan pemerintah untuk menciptakan KSP semakin profesional dan berkualitas.

Bila tidak ada perbaikan terhadap delapan KSP itu, maka akan menjadi preseden buruk yang mampu mempengaruhi koperasi lainnya untuk melakukan penyimpangan karena merasa bebas akibat tanpa pengawasan, lalu akhirnya akan merusak reputasi koperasi di tanah air. (Antara/beritasampit.co.id).