Kepala BMKG: Peringatan Dini Tak Ada Artinya Tanpa Aspek Masyarakat

Tangkapan layar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2022 diikuti secara daring di Jakarta, Senin (25/4/2022). (ANTARA/Devi Nindy)

JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan peringatan dini tidak ada artinya tanpa aspek yang berkaitan dengan masyarakat.

Pasalnya dalam konferensi pers Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2022 diikuti secara daring di Jakarta, Senin 25 April 2022, Dwikorita mengatakan pihaknya didukung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memberikan peringatan dini cuaca, iklim, gelombang tinggi, hingga tsunami.

Hal serupa juga telah dilakukan oleh Badan Geologi dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dengan memberikan peringatan dini erupsi gunung api hingga tsunami dari gunung api.

“Namun sekali lagi itu semua tidak ada artinya, itu semua akan lumpuh tidak berguna apabila aspek hilir yaitu aspek yang berkaitan dengan masyarakat, pertama kesiapan masyarakat atau pemahaman masyarakat terhadap peringatan dini, juga jaminan masyarakat menerima peringatan dini, jadi tantangannya,” kata dia.

Terdapat sejumlah tantangan agar informasi peringatan dini dipastikan dapat diterima oleh masyarakat di lokasi yang mengalami bencana.

Pertama, peringatan dini yang dikeluarkan BMKG menurut undang-undang dan peraturan presiden, akan masuk ke sistem informasi instansi seperti BNPB, TNI dan Polri, dan pemerintah daerah.

“Yang akan meneruskan ke masyarakat adalah pemerintah daerah yang sudah menerima informasi tadi. Sehingga meskipun BMKG mengirimkan peringatan dini,namun apabila di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai hal, sehingga masyarakat di lokasi calon bencana tidak menerima, itu juga akan berjatuhan (korban, red.),” katanya.

Oleh karena itu, penyebaran informasi melalui pemerintah daerah ini menjadi tantangan, terlebih sistem yang berjalan di daerah tidak bekerja selama 24 jam.

Tantangan kedua adalah jika infrastruktur sistem peringatan dini lumpuh karena dampak bencana.

Dwikorita dalam kesempatan tersebut juga meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto untuk memiliki sistem khusus seperti satelit bencana, agar informasi dapat tersebar ke pelosok negeri.

Hambatan lainnya jika informasi telah diterima oleh masyarakat, namun mereka tidak paham mengenai informasi tersebut.

Oleh karena itu, BMKG bekerja sama dengan BNPB, Badan Geologi, dan pihak terkait dengan pemerintah daerah pada Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami, beberapa sekolah lapang, sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.

“Menerima dan paham itu juga belum tentu menjamin, mau tidak mau melangkah, melakukan hal-hal yang direkomendasikan. Nah ini inilah perlunya kesiapsiagaan bencana terutama dalam hal action, aksi lanjut itu menerima informasi paham dan siap-siap untuk bertindak segera, misalnya menyelamatkan diri,” kata dia.

Dwikorita menekankan bahwa keluarga pilar terpenting dalam kesiapsiagaan bencana.

Belajar dari Jepang, dia mengatakan bahwa yang berkeluarga telah siap siaga bencana, bahkan budaya sadar bencana telah terbangun.

“Jadi harap kami dengan hari kesiapsiagaan bencana ini betul sekali bukan seremoni, tetapi menguji, melatih dan akhirnya menjadi yang tersistem di dalam struktur kehidupan masyarakat kita,” kata dia.

Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Tahun 2022 mengangkat tema “Keluarga Tangguh Bencana Pilar Bangsa Menghadapi Bencana.”

Hari Kesiapsiagaan Bencana Tahun 2022 diperingati pada 26 April, sebagai peringatan disahkan Undang-Undang No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kegiatan akan berlangsung di pelataran Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Desa Balerante, Jawa Tengah. (Antara/beritasampit.co.id).