KH Lawyer ID Gelar Diskusi Saries, “UU TPKS Disahkan, Sudah Cukupkah?”

IST/BERITA SAMPIT - Saat berlangsungnya diskusi saries vol II.

PALANGKA RAYA – KH Lawyer ID sebagai Portal Edukasi dan Layanan Hukum menyelenggarakan kembali diskusi Online saries vol II  dengan mengangkat tema “UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disahkan, Sudah cukupkah?” yang diselenggarakan pada hari senin, 25 April 2022.

Kegiatan tersebut mengundang Mufradatul Riadhah yang merupakan Founder Siti Sarah Women Center sebagai pembicara pada diskusi online saries vol II melalui daring.

Founder KH Lawyer Id, Hilyatul Asfia menyebutkan, bahwa diskusi online vol II ini merupakan wadah untuk menyadarkan tentang Peran dari UU TPKS yang baru-baru saja disahkan oleh DPR RI setelah melalui beberapa hambatan, serta menjadi ajang untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat, mahasiswa dalam mengawal pengimplementasian dari UU TPKS sendiri.

Dalam penyampaian materinya Mufradatul Riadhah memberikan gambaran mengenai bagaimana perjuangan untuk disahkannya UU TPKS.

“Perjuangan dalam pengesahan UU TPKS ini melewati berbagai rintangan dari sebelum masuknya UU TPKS dulu di Prolegnas dari  tahun 2016 hingga baru bermuara pada pengesahan yang dilakukan pada tanggal 12 April 2022, UU TPKS merupakan bentuk perlawanan terhadap peningkatan dari kekerasan seksual yang terus terjadi sejak 2012”sebut Mufradatul Riadhah.

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa, pola pikir atau mindset masyarakat menjadi salah satu penghambat yang pastinya mengganggu kemanfaatan dari UU TPKS ini, dimana hal tersebut yang kemudian menjadi tugas bersama dalam pensosialisasian terkait perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual

“yang telah jelas perlindungan hukumnya apalagi UU TPKS ini sangat berpihak pada korban Kekerasan Seksual,” ungkapnya.

Tidak terpaku pada pemaparan oleh pembicara, para peserta diskusi online kemudian turut serta dalam memberikan tanggapan dan perspektifnya terkait bagaimana pandangannya dalam mengamati Tindakan-tindakan yang masuk terhadap salah satu bentuk pelecehan seksual.

“Saya sangat sering melihat dan mendengar cat calling dilontarkan oleh teman-teman saya terhadap teman-teman perempuan jika saya berada dilingkungan kampus ” ujar Rahmadi Mahasiswa IAIN yang merupakan salah satu peserta dalam diskusi online yang kemudian ditimpali oleh Ayu seorang mahasiswa “sering kali terdengar tanggapan kawan saya yang cenderung menilai bahwa cat calling tersebut tidak mempunyai maksud apa-apa selain bercanda”.

“tetapi saya pikir normalisasi tindakan cat caling dengan dalih sebagai candaan adalah salah mengingat tindakan tersebut juga merupakan pelecehan seksual secara verbal atau kata-kata,” tanggap Ayu.

Melihat apa yang disampaikan, Mufradatul Riadhah membenarkan apa yang disampaikan oleh kedua mahasiswa tersebut, dan menjelaskan tindakan tindakan seperti cat calling merupakan salah satu tindakan yang sering dilakukan tanpa disadari.

Dimana, hal tersebut merupakan tindaka pelecehan seksual, yang tentunya memerlukan perhatian ekstra seperti pada lingkungan kampus, membuat suatu komunitas kecil seperti crisis center women sebagai wadah perlindungan atau tempat pelaporan yang tentunya memiliki akses untuk menangani kasus lebih lanjut.

Tak hanya sampai disitu, sebuah instasi juga dapat membentuk suatu peraturan internal yang tentu substasinya menekankan terhadap pelarangan melakukan Tindakan-tindakan kesusilaan.

Diskusi ini kemudian bermuara pada harapan kepada peserta diskusi online sebagai kaum terdidik yang tentunya diharapkan dapat mensosialisasikan dan membantu dalam penyadaran kepada masyarakat mengenai UU TPKS yang diharapkan bisa memaksimalkan kemanfaatan UU TPKS bahkan kepada masyarakat-masyarakat daerah-daerah yang sulit dalam mengimplementasikan sebuah peraturan perundang-undangan.

Padahal memiliki kerentanan terjadinya suatu kekerasan seksual yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja,“start from ourself” tutup mufradatul dalam closing statement dalam diskusi saries vol II yang dilaksanakan KH Lawyer ID.

(M.Slh/beritasampit.co.id)