Kalteng Perlu buat Pergub Minerba untuk Tindaklanjut Perpres 55/2022

Foto Arsip - Puluhan tongkang batu bara berlabuh di kawasan pelabuhan stock file milik salah satu perusahaan tambang batu bara di Sungai Barito wilayah Kalimantan Tengah.ANTARA FOTO/Kasriadi/nz

PALANGKA RAYA – Legislator Kalimantan Tengah meminta pemerintah provinsi setempat segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait Mineral dan Batu Bara (Minerba) sebagai upaya menindaklanjuti adanya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha Bidang Pertambangan Minerba.

“Dengan adanya Pergub itu, masyarakat di Kalteng bisa segera mengurus izin pertambangan rakyat. Itulah kenapa kami merasa perlu diterbitkan Pergub berkaitan Minerba,” Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Kalteng Achmad Rasyid di Palangka Raya, Jumat 20 Mei 2022.

Berdasarkan informasi yang diterima Ketua Komisi II bidang sumber daya alam (SDA) DPRD Kalteng itu, banyak masyarakat di provinsi ini kesusahan dan memerlukan biaya cukup besar hanya untuk mendapatkan izin usaha minerba, khususnya galian C batuan maupun pasir, ketika wewenangnya berada di pemerintah pusat.

Namun, kata dia, dengan adanya Perpres No.55/2022, kewenangan penerbitan izin sudah dikembalikan kewenangannya ke pemerintah daerah, sehingga harus benar-benar dimanfaatkan secara optimal. Sebab, pengembalian itu bukan hanya membantu memudahkan masyarakat berusaha di bidang galian C, tapi juga berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

“Pendelegasian itu juga semakin memperkuat terwujudnya otonomi daerah. Jangan semua perizinan harus dari pusat. Daerah juga butuh dana pemasukan bagi pembangunan,” kata Rasyid.

Wakil rakyat Kalteng dari daerah pemilihan IV meliputi Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara dan Murung Raya itu juga menilai, kebijakan Perpres Nomor 55 Tahun 2022 tersebut juga menjadi solusi meringankan beban pemerintah pusat dalam hal kepengurusan pajak, sekaligus mempercepat proses perizinan itu dikeluarkan.

Dia mengatakan, apabila perizinan belum dikeluarkan, usaha pertambangan tidak bisa operasional, terutama pertambangan mineral non-logam seperti pertambangan rakyat maupun galian C. Hal ini tentunya akan menghambat pertumbuhan perekonomian masyarakat di daerah.

“Kami merasa sudah seharusnya IUP itu dikelola daerah. Apalagi usaha itu tergolong kecil yang memang sebaiknya dikelola oleh masyarakat, khususnya yang ada di masing-masing daerah,” kata Rasyid.

ANTARA