Pemilu 2024 dan Pandemik COVID-19

Pilkada 2024 di Tengah Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Oleh Nurhalina

Ragu, itulah kesan pertama yang saya tangkap ketika banyak pihak yang menginginkan penundaan pemilu 2024.  Ada kesan ragu terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan Pemilu yang Jujur dan Adil. Ragu terhadap kinerja Badan Pengawas Pemilu dalam memaksimalkan perannya sebagai pengawas Pemilu yang Jujur dan adil. Ragu bahwa Pemilu dapat meningkatkan jumlah kasus COVID-19 di seluruh Indonesia.

Atas keraguan tersebut negara mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 dan Keputusan KPU Nomor 179 tahun 2020 yang mengatur tentang penundaan pemilihan kepala daerah (PILKADA) tahun 2020. Negara memberikan jalan keluar bahwa Lembaga penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu mesti lebih fokus pada tugas dan tanggung jawab mereka yang dapat mencerminkan idealisme mereka sesuai dengan amanah konstitusi.

Namun juga memperhatikan penyebaran COVID-19 dengan melakukan penundaan Pilkada. Sekalipun begitu ada beberapa hal yang luput dipertimbangkan bahwa virus COVID-19 dapat menular kepada siapa saja baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda dan profesi apa saja.

Terbukti kasus COVID-19 terus meningkat dan masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat hingga saat ini.  Apalagi tidak lama lagi kita akan menggelar Pemilu 2024 untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, Kepala Daerah, anggota legislative dan anggota DPD.

Melaksanakan pemilihan umum di massa pandemik COVID-19 adalah tantangan tersendiri untuk mewujudkan pilar demokrasi, namun dikhawatirkan mengurangi kualitas  Pemilu dan demokrasi seperti menurunnya partisipasi politik masyarakat. Di sisi lain pemerintah secara institusi memiliki kewajiban untuk melindungi setiap warga negara dari penularan COVID-19 sebab wabah belum berakhir.

Tahapan Pemilu di tengah pandemik COVID-19 yang demikian itulah keberadaan penyelanggara Pemilu sangat dibutuhkan sebagai lembaga yang diberi mandat untuk menyelenggarakan serta mengontrol kelancaran pesta demokrasi pada Pemilu mendatang namun KPU dan Bawaslu juga dituntut agar menjaga segenap unsur penyelenggara dan pengawas Pemilu dari penularan COVID-19.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Dalam menanggulangi dan memutus mata rantai penularan COVID-19, pemerintah telah membentuk satuan tugas CAVID-19 hingga tingkat provinsi/kabupaten/kota yang bertujuan untuk mempercepat penanganan COVID-19 melalui sinergi antar kementrian/kelembagaan/ pemerintah daerah termasuk dengan penyelenggara dan pengawas Pemilu.

Meskipun demikian, sebagai penyelenggara Pemilu tentunya tidak hanya semata berpangku tangan, menunggu dan mengkaji laporan peserta/pengawas/ pelaksanaan Pemilu namun juga diperlukan peran aktif penyelenggara Pemilu sebagai wasit yang siap meniup peluit jika terjadi potensi penularan COVID-19 dalam pelaksanaan Pemilu.

Oleh karena itu Penyelenggara Pemilu harus mampu melakukan konsolidasi dan komunikasi secara intensif dengan segenap penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi/kabupaten/kota/kecamatan dan Satuan Tugas Covid-19 sesuai dengan tingkatannya.

Upaya komunikasi dan konsolidasi akan mendukung kelancaran penyelenggara Pemilu sendiri dalam menjalankan tugas terutama pada masa pandemik COVID-19. Namun permasalahannya dalam UU Kepemiluan belum disebutkan secara rinci terkait pelaksanaan Pemilu pada masa bencana alam ataupun bencana non alam.

Karena itu sangat beralasan jika banyak pihak ragu terhadap efektivitas Pemilu 2024. Apalagi jika memperhatikan kasus COVID-19 yang selalu meningkat bahkan ada varian baru yang membutuhkan perhatian serius. Volume interaksi yang tinggi dalam pelaksanaan Pemilu sangat berisiko menimbulkan kluster baru penyebaran COVID-19.

Berkenaan dengan kondisi tersebut, penyelenggara Pemilu perlu mempersiapkan segala sesuatunya seperti manajemen risiko, pengerahan sumber daya, dan membangun konsensus politik untuk mengamankan integritas pemilihan sehingga menghasilkan Pemilu yang berkualitas (James & Alihodzic, 2020).

Belajar dari pelaksanaan Pilkada pada tahun 2020 lalu seperti Pilkada di kabupaten Indragiri Hulu, dinilai belum mewujudkan Pilkada yang berkualitas yang ditandai dengan adanya politik uang serta penerapan protokol kesehatan belum dilaksanakan secara optimal (Hasanudin, 2021). Padahal Pilkada yang berkualitas dan berintegritas merupakan cerminan dari keberhasilan demokratisasi di tingkat lokal

BACA JUGA:   Baru Dua Bulan Bertugas, Jumlah Kegiatan Kapolres Kobar AKBP Yusfandi Usman Mencapai Record Tertinggi

Karena itu, sebelum mengutarakan fokus penyelenggaraan Pemilu pada masa pandemi COVID-19, terlebih dahulu harus ada ikhtiar dan tindakan serius dari penyelenggara Pemilu sendiri untuk waspada terhadap penyebaran COVID-19 pada saat pelaksanaan tahapan Pemilu serta mengupayakan pengaturan yang jelas akan tahapan Pemilu pada masa pademik COVID-19.

Tidak mungkin penyelenggara Pemilu akan bisa menjalankan fungsinya secara penuh pada masa pandemik COVID-19 tanpa adanya pijakan yang jelas.  Jika ini tidak diantisipasi sejak dini, maka Pemilu 2024 dapat meningkatkan gelombang baru penularan COVID-19 di Indonesia.

Titik Fokus

Sesungguhnya tugas penyelenggara Pemilu tidaklah mudah dilaksanakan. Dengan demikian selain mengupayakan  regulasi tentang pengaturan/ tekhnis Pemilu pada masa pandemik COVID-19 agar dapat mengendalikan penularan COVID-19 pada masa Pemilu, sebagaimana gagasan Donald seyogyanya juga mengupayakan pengawasannya hanya beberapa titik strategis.

Pertama, saat kampanye pasangan calon Presiden/Wakil Presiden, pasangan calon Kepala Daerah, calon anggota legislative dan anggota DPD karena akan menimbulkan kerumunan pada tempat-tempat tertentu apabila dilakukan secara luring.

Kedua, saat penjoblosan dan perhitungan surat suara, dimana kemungkinan akan terjadi kerumunan di TPS apabila tidak dilakukan pengaturan pemilih oleh panitia di TPS setempat serta penerapan protocol kesehatan yang berlapis misalnya kewajiban menggunakan double masker, cuci tangan sebelum masuk ke TPS, vaksinasi dan lain-lain.

Penulis adalah Fakultas Ilmu Kesehatan Dosen Universitas Muhammadiyah Palangka Raya, Sekretaris Umum MW Forhati Kalimantan Tengah.