Konflik Perusahaan vs Masyarakat Lokal Jangan Disepelekan

PARIPURNA :IM/BERITA SAMPIT - Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Sutik.

SAMPIT – Konflik saling klaim lahan antara pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat lokal semakin bertambah, namun dalam perjalanannya hingga saat ini belum ada mekanisme resolusi yang bagus dan memuaskan kedua belah pihak.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Sutik menilai untuk menyelesaikan soal itu diperlukan sebuah ketegasan dari para pemangku kebijakan yang jelas dan mengikat guna menyelesaikan permasalahan tersebut.

BACA JUGA:   Pemkab Kotim Diminta Permudah Izin Pembangunan Mall dan Tidak Melakukan Penyetopan

Diposisi lain masyarakat lokal (adat) ataupun pedesaan juga kerap mengalami kekerasan selama konflik dari aparat pengamanan maupun dari para preman perusahaan.

“Aksi masyarakat beragam mulai dari pendudukan lahan, panen protes, petisi, serta ritual dan sanksi adat. Namun, secara umum aksi damai lebih banyak dipilih masyarakat. Karena pada ujungnya mereka jadi korban dan disalahkan,” bebernya, Senin 30 Mei 2022.

Dari posisi lain, masyarakat yang melakukan demonstrasi sering terjadi dan banyak berlangsung di depan kantor pemerintahan terutama kantor DPRD Kotim. Legislator partai Gerindra itu menilai hal itu sangat bagus walau terkadang sering terjadi sedikit gesekan.

BACA JUGA:   PDIP Semakin Kokoh dengan 10 Kursi, Gerindra Geser Posisi Golkar

“Dengan adanya aksi demonstrasi dari masyarakat itu berarti menunjukkan bahwa masyarakat ingin pemerintah daerah membantu penyelesaian konflik ataupun menekan perusahaan agar mau menyelesaikan konflik, tetapi hingga saat ini masyarakat seperti belum mendapatkan keadilan,” demikiannya. (im/beritasampit.co.id).