Tradisi Unik Calon Haji di Tanah Haram

Jamaah calon haji embarkasi Ujung Pandang (UPG) menyentuhkan tangannya ke tanah saat turun dari bus setiba di hotel di Mekkah, Arab Saudi, Jumat (24/6/2022) (ANTARA/Desi Purnamawati)

MEKKAH – Musim haji tahun ini menjadi sangat istimewa karena puluhan tahun menanti, ditambah lagi dua tahun tertunda akibat pandemi.

Lelah masih terpancar dari wajah Muhammad Ali, calon haji asal Makassar, ketika turun dari bus yang membawa rombongan dari Kloter 8 Embarkasi Ujung Pandang (UPG) tiba di depan Hotel Safa Al Murjan, Mekkah.

Saat menginjakkan kaki di Tanah Haram, ia membungkukkan tubuh, kemudian tangannya menjumput tanah yang diinjaknya.

Bibirnya tampak berkomat kamit pelan, sambil berjalan masuk ke hotel.

Di pintu masuk, ia disambut dengan setangkai mawar merah dan secangkir kecil air zamzam yang langsung diteguk tandas.

Sejuknya air zamzam menyegarkan tenggorokan dari tubuh yang lelah setelah perjalanan panjang dari Tanah Air sampai mendarat di Arab Saudi.

Jamaah haji Indonesia harus menempuh sekitar sembilan jam penerbangan, bahkan lebih, hingga sampai ke Jeddah, kemudian melanjutkan perjalanan dengan bus selama satu jam ke Mekkah.

Tak ada niat atau maksud tertentu dari tindakan Ali mengambil sedikit tanah di depan hotel itu. Tak lain hanya ungkapan syukur bahwa ia sudah tiba di Tanah suci, Mekkah Al Mukarramah.

Tak hanya Ali, tampak beberapa jamaah lainnya juga melakukan hal yang sama, bahkan ada yang bersujud syukur saat turun dari bus.

Cukup lama sujud dihaturkan, sambil membaca doa keselamatan di Tanah Haram.

Ada pula yang mengambil sejumput pasir lalu memasukkan ke mulut, kemudian mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah.

Lain lagi dengan Sri Hartiningtyastuti, asal Sumenep, Madura, Provinsi Jawa Timur. Calon haji dari Embarkasi Surabaya (SUB) itu membawa selusin kopiah berwarna putih yang direndam dalam air zamzam.

Kopiah bersama bawaan lainnya yang ditenteng dalam tas kain dipunggungnya tentu ikut juga saat ia tawaf dan sai.

Sri yang berusia 63 tahun, memasukkan kopiah dalam plastik bening yang dikucurkan air zamzam dari keran di sekitar Masjidil Haram.

Mula-mula ia mengisi dua botol air mineral kosong ukuran 600 ml dengan air zamzam.  Setelah penuh baru dia mengeluarkan plastik ukuran dua kilo berisi kopiah.

“Direndam air zamzam, sampai meresap lalu dikeringkan, supaya berkah,” katanya.

Nantinya kopiah itu akan dibagikan ke sanak saudara dan anak-anaknya agar mereka juga mendapatkan berkah dari Tanah Haram dan dapat segera berhaji.

Selain kopiah, Sri juga sengaja membeli sajadah tipis dalam jumlah cukup banyak yang juga akan direndam dalam air zamzam, yang akan dibagikan pada keluarganya yang perempuan.

Jamaah calon haji embarkasi Surabaya (SUB) merendam kopiah dengan air zamzam di Masjidil Haram, Mekkah. (ANTARA/Desi Purnamawati)

Ungkapan syukur
Jamaah haji Indonesia terdiri dari berbagai suku, tahun ini akomodasi mereka di sektor yang disesuaikan dengan daerah asal, misalnya dari Embarkasi UPG, semuanya di sektor dua, yaitu di Syisyah.

Begitu pula petugas haji, diupayakan ditempatkan orang yang berasal dari dari daerah yang sama agar mudah berinteraksi, baik dari segi bahasa maupun budaya.

Karena beragamnya jamaah haji yang datang tentu karakter jamaah juga berbeda-beda, terutama pendekatan religi masing-masing daerah yang berbeda.

Misalnya karakter masyarakat dari wilayah timur Indonesia, sebagai ungkapan syukur dan menghargai Tanah Haram, sebagian dari mereka sujud syukur sambil merapalkan doa.

“Itu sangat kita hargai bagaimana nilai penghargaan secara religi terhadap penyelenggaran ibadah haji luar biasa,” kata Kepala Sektor 2 Syisyah Lutfi Yunus.

Juga mencicip sedikit tanah Haram, dalam pemahaman mereka Mekkah sebagai kota suci membawa berkah, terlebih lagi setelah mereka menunggu bertahun-tahun akhirnya bisa berangkat haji, ungkapan syukur yang tak terhingga.

“Ini juga ungkapan syukur dari kesungguhan mereka, menunggu bertahun-tahun alhamdulillah pada tahun ini diberangkatkan untuk melaksanakan ibadah haji,” kata Lutfi yang juga berasal dari Pulau Sulawesi.

Begitu juga dengan merendam pakaian di air zamzam seakan menjadi tradisi pada satu masyarakat untuk mendapatkan berkah dari Tanah Suci.

Oleh-oleh

Tak lengkap rasanya jika pulang dari bepergian tanpa membawa buah tangan, apalagi dari Tanah Suci.

Oleh-oleh juga menjadi tradisi, utamanya air zamzam yang dibagikan ke sanak keluarga.

Bukan hal lain yang diharapkan selain berkah dan harapan bisa segera dipanggil ke Baitullah.

Tak hanya air zamzam yang biasa menjadi buah tangan, barang-barang khas seperti gantungan kunci bergambar Kakbah, maupun berbentuk unta, gamis laki-laki dan surban juga tak kalah menjadi incaran.

Di sela-sela ibadah, para jamaah menyempatkan berbelanja oleh-oleh untuk keluarga di rumah.

Mereka semakin di mudahkan dengan hadirnya para pedagang yang menggelar dagangannya di sekitar hotel tempat tinggal jamaah.

Seperti di hotel Sultan di sektor 2 Syisyah, halaman hotel yang tidak berpagar dari pagi sudah ramai oleh pedagang dan jamaah yang mengerubungi.

Jamaah yang sebagian besar dari Sulawesi rata-rata menenteng kantong plastik besar di tangan mereka berisi baju, gamis, dan lainnya.

Abbas dari Bone mengaku membelanjakan uangnya nyaris Rp2 juta untuk membeli delapan potong gamis laki-laki.

“Nanti dibagi ke saudara-saudara,” kata Abbas. Ia sengaja membeli banyak karena menurut dia lebih murah dibandingkan harga di kampung halaman.

Bahkan ia sengaja tidak membawa banyak barang dari Tanah Air ketika berangkat agar lebih banyak ruang kosong untuk oleh-oleh ketika pulang nanti.

Beragam tradisi unik jamaah tersebut menjadikan musim haji 1443H/2022M semakin berwarna dan bentuk syukur yang tak terhingga bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci dengan segala kenangannya yang akan terus terpatri hingga di rumah nanti.

ANTARA