Kebijakan Rektor Ditunggu untuk Menyelesaikan Masalah agar Pilrek UPR 2022-2026 Sukses

IST/BERITA SAMPIT - Sekretaris Umum Ikatan Alumni UPR, Frides Mahaga, SE.

PALANGKA RAYA – Melihat berbagai informasi yang berkembang dalam rangka Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Palangka Raya (UPR) tahun 2022-2026 menjadi sangat memperhatikan atas segala opini yang berkembang di media massa beberapa hari terakhir ini.

Hal tersebut disampaikan oleh, Sekretaris Umum Ikatan Alumni (ILUNI) UPR, Frides Mahaga, SE dalam menyikapi beberapa opini yang berkembang saat ini, dikatakannya alumni bukan berarti diam selama ini, tapi tetap memperhatikan apa yang terjadi di UPR sebagai bagian dari civitas akademika.

Sebagai Alumni, merasakan turut prihatin dan ingin berbicara mengenai jalan berpikir alumni tentang konflik yang ada pada saat ini, lebih-lebih melihat adanya surat dari Dirjen Dikti dengan nomor 0460/E.E1/TP.01.03/2022 perihal Penyampaian Hasil Keputusan Rapat Senat Tentang Tata Cara Pemilihan Rektor Universitas Palangka Raya Periode 2022-2026.

Dijelaskannya, hal ini pasti ada kesalahan yang terjadi di dalam langkah-langkah, baik itu Senat maupun panitia untuk proses pemilihan Rektor saat ini. Sebagai lembaga tertinggi, Dikti melalui Dirjen meminta kepada Rektor untuk segera memperbaiki beberapa hal yang menyangkut penyesuaian komposisi kekuatan Senat khususnya pada kedudukan Rektor sebagai Ketua Senat dan kedudukan Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) terdapat pada surat yang tidak sesuai kedudukan kekuatannya.

“Artinya menyimpang dari Statuta UPR, ini perlu segera diperbaiki, dilengkapi dalam rangka menyesuaikan dengan waktu dan jadwal pemilihan Rektor, supaya bisa tuntas berdasarkan jadwal yang ditetapkan saat ini, kalau kita melihat di jadwal yang telah ditetapkan, ini sudah menyita sosialisasi bakal calon ke fakultas, artinya sosialisasi ke fakultas tersita karena adanya surat dari Dikti ini,” terang Frides Mahaga. Minggu 26 Juni 2022.

Dirinya berharap kepada Rektor UPR untuk segera melakukan apa yang diminta melalui surat dari Dirjen Dikti tersebut, supaya dalam pemilihan Rektor tidak menjadi polemik yang berkepanjangan, marilah berdiri pada jalurnya sesuai dengan aturan dan menindaklanjuti surat edaran ini, supaya segala sesuatunya bisa berjalan lancar sesuai dengan jadwal dan dapat menghasilkan seorang pemimpin baru di Universitas Palangkaraya masa bakti 2022-2026.

“Supaya ini tidak tersita waktu jadwal Pilrek, sehingga menuju kepada Deadlock. Kalau Deadlock itu kemungkinan bisa Dropping dari pusat untuk menjadi Plt. Pikiran kita demikian, kalau ini semua sudah dilakukan oleh panitia saya yakin akan berjalan mulus dan lancar dan hal-hal yang berkembang diluar itu tidak terjadi lagi,” sebutnya.

Lebih lanjut dirinya juga menyikapi atas persoalan yang di sampaikan oleh beberapa orang yang menyikapi atas opini dari salah seorang Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) UPR.

Menurutnya, apakah tidak berlebihan menyampaikan atau tanggapan surat dari seorang Dosen Fisip UPR atas menangapi polemik tersebut yang menyampaikan berdasarkan surat Dirjen, karena dia membuat hal itu kapasitasnya sebagai seorang akademisi bagian dari civitas akademika di UPR dia mengeluarkan hal itu berdasarkan ilmunya aturan-aturan apa yang harus dilakukan.

“Artinya dia membuat sebuah kritik yang positif yang membangun dalam rangka prosesi pemilihan Rektor ini, supaya berjalan lancar sesuai aturan, dalam menyikapi ini, saya yakin dia tidak ada tendensi keberpihakan kepada siapapun. Tapi dia melalui alur disiplin ilmunya yang dia miliki sebagai seorang tenaga pengajar di fakultas Fisip UPR, dimana dari beberapa opini yang berlebihan terhadap atas opini dari Dosen Fisip ini sudah menangapi secara berlebihan,” sebutnya.

“Kalau demikian sampai-sampai menyuruh seorang Dosen ini meminta maaf, bagi saya itu sangat berlebihan, kita mempunyai sebuah penghargaan kepada seorang pimpinan kita, tapi melihat juga faktanya, melihat juga apa yang terjadi karena ini adalah alur dalam rangka pemilihan Rektor UPR periode tahun 2022 2026. ini bukan ranah nya lembaga adat dan kita harus bisa melihat juga dari opini yang ditulis oleh Dosen Fisip ini tidak menyerang pribadi ataupun tidak mencemarkan nama baik seseorang,” tambah Fides Mahaga.

“Ini ranahnya civitas akademika, kalau kurang jelas atau kurang paham bisa dipanggil lewat rapat senat jangan melibatkan hukum adat atau organisasi inteletual dan harus lihat pokok masalahnya, kata peribahasa tidak ada asap tampa api,” ungkapnya lagi.

Dijelaskannya juga bahwa, bagi orang -orang yang mengkritik dari tulisan Dosen Fisip UPR ini, perlu dipertimbangkan lagi dan harus bisa memberikan masukan kepada seorang Dosen Fisip tersebut.

“Saya melihat itu mengenai etika saja, bagaimana seharusnya menghargai seorang yang tua, menghargai seorang yang dianggap sebagai pimpinan tapi dia juga harus melihat apa permasalahan yang terjadi sebenarnya, ini kan dalam rangka pemilihan Rektor, jadi Dosen Fisip ini pun pegangannya adalah undang-undang, rohnya itu Statuta,” ujarnya.

Dirinyapun, berharap agar Rektor bisa menyikapi surat dari Dirjen Dikti tersebut agar kesalahan ini terjamin, supaya waktu tidak tersita. Apalagi waktu saat ini adalah masa sosialisasi dari masing-masing calon-calon kepada setiap fakultas yang ada di UPR.

“Supaya polemik yang berkembang ini segera berakhir dan masing-masing dari civitas akademika jangan lagi berpolemik yang membuat suasana ini lebih tidak kondisi lagi, kalau ini tidak berjalan nanti endingnya ada masalah yang dapat melibatkan hukum, tutup Fides Mahaga. (M.Slh/beritasampit.co.id).